Sexy Red Lips

Kamis, 30 Januari 2025

Bab 25 : Kamar Apartemen

(VOC ALEX)

Segera ku tutup dan ku kunci pintu kamarku "Aku gak akan biarin kamu pergi" ucapku sambil membelakanginya dan tangannya masih ada dalam

genggamanku.

"?..Kenapa?" ku dengar Suaranya serak agak gemetar.

Aku berbalik dan langsung memandang wajahnya, matanya bulat sempurna menanti penjelasan dari sikapku saat ini.

Yah aku yakin Lita pasti kaget dan syok karena tiba-tiba ditarik secara paksa masuk kedalam rumah orang lain terlebih saat ini aku menguncinya didalam kamar.

Sejujurnya aku ingin mencium dan memeluknya erat saat ini, namun tentu saja aku harus menahan hasratku karena aku masih ingat kejadian tempo hari ketika dia menangis karena perbuatanku yang menciumnya paksa.

Aku juga tidak ingin diantara kita menjadi canggung dan renggang lagi seperti saat itu. Tapi bagaimana ini aku sungguh tidak dapat membohongi perasaanku yang tidak rela jika dia harus kembali pulang kerumah suaminya.

Memikirkannya membuatku frustasi sendiri, kepalaku pening serasa mau pecah, ku tekan ujung kepalaku "maaf... aku benar-benar sudah gila, aku hanya ingin kam-"

"Kenapa kamu pura-pura lemah, letih, lesu, lunglai dari tadi, padahal bisa berdiri tegap dan jalan gagah berani gitu, sampe sakit tangan aku di tarik kamu gini" jelasnya panjang lebar memotong ucapanku, sambil menunjuk kearah pergelangan tangannya yang masih kugenggam.

refleks langsung kulepas genggamanku "maaf"

"Maaf.. maaf, terus aja minta maaf, tadi bilang terimakasih, terus sikapnya nyebelin lagi, minta maaf lagi, galak lagi, minta maaf lagi terus dan terus begitu, aku mau pulang malah dikonciin pintu kaya begitu, sebenernya aku itu punya salah apa sih sama kamu, hah?! Emang ya dikantor kamu itu bos aku dan atasan aku tapi kalau diluar aku ini teman kakak kamu, dan aku ini lebih tua dari kamu, harusnya kamu sopan dikit sama orang yang lebih tua ngerti?!" Jelasnya panjang lebar sambil berkacak pinggang kesal.

Hah bener-bener deh, ternyata semua cewek sebawel ini ya, bukankah harusnya dia ketakutan karena di konciin pintu didalam kamar berdua dengan pria lain.

Kalau dia bicara begitu aku harus jawab apa?!

***

(Voc Autor)

"Aku hanya lapar, jadi bikinin makanan dulu sebelum kamu pulang" jawab Alex beralasan, setelah mendengar omelan Lita yang menurutnya polos, tanpa fikir panjang hanya itu alasan Alex agar tidak membuat wanita pujaannya takut dan membencinya meskipun alasan yang sesungguhnya bukan itu.

Yah lebih baik kalau Lita merespon sikapnya seperti ini, setidaknya hal mesum yang ada difikirannya tidak langsung ia praktekkan saat ini.

Bukan berarti Lita sedikitpun tidak merasa takut, dia hanya berusaha menenangkan hatinya dan berfikir sepositif mungkin, setidaknya jurus andalannya adalah Angel. Karena saat ini Angel tahu kalau mereka berdua hari ini.

'What? cuma lapar?! seenggaknya bisa bilang baik-baik kan, gak perlu nyeret orang sampe kekamar gini, bikin orang mikir yang enggak-enggak, gak tau apa kalau sejujurnya aku takut banget, jantung bedebar kenceng, tangan dingin begini, rasanya jadi pengen jitak kepalanya kalau bisa' batin Lita sedikit lega.

"Yaudah buka pintunya, dapurnya kan ada diluar" balas Lita setelah menghembuskan nafas kasar penuh kelegaan sambil memasang wajah yang sengaja dibuat jutek.

"iya" jawab Alex dengan nada pasrah langsung membuka pintu kamarnya, sejujurnya bukan itu maksud hatinya, karena sikap Lita yang tiba-tiba mengomel itu sedikit membuat Alex terkejut jadi lidahnya secara reflex malah berucap begitu.

"Dimana dapurnya?" ucap Lita masih dengan nada sok jutek, padahal saat ini hatinya masih merasakan debaran panik karena kejadian tadi.

Tanpa menjawab Alex berjalan menuju dapur "tapi gak ada bahan makanan yang bisa dimasak" sambung Alex berjalan didepan Lita kemudian berhenti dan diam berdiri disamping kulkas.

"jadi.. gimana aku harus masak kalau gak ada bahan yang bisa untuk dimasak?" Balas Lita bingung, setelah membuka kulkas yang isinya cuma ada beberapa botol air mineral, soft drink, dan sisa cake yang sudah terlihat kaku. 

"Selama ini kamu makan apaan? isi kulkas cuma botol air gini!" Tanya Lita sambil memegang salah satu botol yang berisi air mineral yang ada didalam kulkas.

"Beli diluar" jawab Alex pasrah.

"Hemm..." Lita menarik nafas dalam sambil berfikir sejenak "kalau gitu berarti aku harus belanja dulu, kamu harus makan makanan sehat, karena ka Angel udah nitipin kamu ke aku" ucap Lita mengelus ujung kepala Alex, seolah pria dewasa dihadapannya adalah anak kecil.

Alex hanya tersipu malu, yah hatinya Alex girang bukan kepalang, dia fikir Lita akan bilang untuk beli makan diluar setelah mendengar jawabannya, tapi Lita malah menawarkan masak untuknya.

Setidaknya tujuannya menahan Lita disampingnya tercapai, walau hanya sebatas memasak untuknya, lelaki yang selalu bersikap seenaknya itu nyatanya terlihat sumringah sekarang.

"bukan cuma kamu yang belanja, tapi kita" balas Alex menekankan ucapannya sambil melukis senyum malu-malu yang terlihat manis.

"Kamu kan lagi sakit, tadi bilangnya pusing" sindir Lita sambil tersenyum jail menggoda bosnya yang baru kali ini tersenyum ramah begitu.

"Apa si, emang beneran sakit! buktinya badan aku panas kan!?" decak Alex sambil berjalan keluar dari dapur, meninggalkan Lita dibelakangnya yang masih cekikikan.

"Cepetan! katanya mau belanja, nanti keburu tutup swalayannya" teriak Alex yang hampir membuka pintu depan.

"Oke oke... bos Q, yang moody" Lita segera berlari menghampiri Alex, sambil melirik jam tangannya.

"Jam 8.50" gumam Lita.

"HI ALL!" Teriak Angel yang tengah berdiri didepan pintu setelah Alex membukanya.

"Kak Angel!" Seru Lita senang melihat sosok wanita cantik didepannya terlihat seperti ibu peri yang sangat ia butuhkan saat ini, yah setidaknya Lita merasa terbebas dari tanggung jawabnya atas Alex yang sempat dititipkan kepadanya. 

Beda halnya dengan Alex yang kini wajahnya terlihat masam, karena kehadiran kakaknya tentu saja kehadiran Angel membuat perubahan besar pada niat dan tujuannya "kakak ngapain kesini sih?" Tanyanya ketus disusul decak kekecewaan.

"Bawain makanan, kamu kan lagi atit-, eh tunggu bentar" Angel memotong ucapannya kemudian menyentuh kening Alex "ah iya ternyata kamu beneran demam, yaudahlah yuk kita makan dulu, pasti kalian lapar kan abis ngantri dirumah sakit tadi" sambungnya sambil berjalan masuk kedalam tanpa dipersilahkan oleh si pemilik rumah yang sekarang sedang geram.

"Baru aja kita mau beli bahan makanan kak" ucap Lita sambil membantu Angel mengeluarkan makanan-makanan dari paperbag.

"Pantesan kalian ada didepan pintu, aku aja kaget tiba-tiba pintu kebuka padahal aku belum pencet bel" sambung Angel sambil menuang makanan kepiring.

"Kehadiran kakak ganggu banget tau, gak usah sok perhatian deh...tadi kemana aja pas aku harus kedokter?" Omel Alex lagi yang langsung duduk di sofa panjang ruang tamunya yang tanpa sekat langsung terhubung dengan ruang makan.

"Tadi kakak ada meeting dengan klien penting adikku sayang, maaf ya Lita aku udah ngerepotin kamu" jawab Angel sambil merangkul Lita yang ada disampingnya yang membantu ia menyiapkan makanan.




Sabtu, 18 Januari 2025

Bab 24 : Apartemen

(Lita Voc)

Kutatap lelaki yang sedang pulas tertidur duduk dijok sebelahku, yah benar dia adalah lelaki yang selalu bersikap menyebalkan, susah ditebak dan selalu semaunya, Alex.

Namun kini yang kulihat hanya wajah polos gantengnya yang tampak lelap dalam mimpi.

Ku hentikan mobil tepat didepan gedung apartemen yang Alex sebutkan tadi sebelum akhirnya dia tidur nyenyak. Alhasil saat ini aku sedang kebingungan harus masuk kearah mana, padahal dia bersikeras akan menunjukkan jalan padaku.

'Apa aku harus membangunkannya?'

Tapi setelah ku amati wajahnya lagi aku tidak tega mengganggu tidurnya.

"Ah baiklah lebih baik aku masuk parkiran dulu" batinku.

Kembali kulajukan mobil yang sedang kukendarai memasuki parkir apartemen yang baru pertama kali kusinggahi ini, meskipun apartemen ini tepat bersebelahan dengan kantor suamiku, baru pertama kali ini aku benar-benar berada didalam gedung ini.

"Hmm- apa ini sudah benar?!" Gerutuku sendirian sambil celingukan meneliti petunjuk tulisan yang mengarahkanku menuju parkir apartemen.

"ergh!" Erang Alex bangun dari tidurnya langsung meregangkan tubuhnya dengan mengangkat kedua tangannya "apa kita sudah sampai?" Tanyanya sambil menatap kearah luar mobil dengan mata yang masih menyipit belum terbuka sempurna.

"?!...Hemm entahlah... aku bingung harus masuk sampai kemana lagi, tapi sepertinya ini sudah dilantai dua puluh tiga" jawabku masih melajukan mobil dengan pelan, setelah kulirik tulisan di tiang gedung bertuliskan lantai dua puluh tiga.

"Kenapa tidak bangunkan aku?

Aku biasa parkir dilantai dua puluh dua" ketus Alex sedikit kesal terlihat dari raut wajahnya, entahlah apa karena efek bangun tidur atau memang kenyataannya gaya bicaranya selalu sedingin itu dan wajahnya selalu sejutek itu.

"Siapa yang tadi bilang akan mengarahkan jalan? malah tidur pulas, bukan salahku kalau kelewatan" jawabku sebal setelah mendengar ucapannya yang ketus itu.

"balik turun lagi! Sekarang!" Tekannya memberi perintah.

"Iya" jawabku selepas mendengus kesal, kemudian memutar balik kearah sebelumnya. Wah sikap menyebalkannya kumat lagi kan.

'Bener-bener deh, ni orang maunya apa sih, bentar-bentar baik, bentar-bentar ketus, padahal tadi pas ditoko manja nya minta ampun, lupa apa siapa yang dipeluk-peluk tadi, cih' Dumel batinku. 

"thanks" tiba-tiba nada suaranya terdengar lembut "maaf udah ngerepotin kamu"

Kulirik kearahnya, sekarang dia sedang memandangiku dengan serius sampai tangan kirinya menyanggah dagunya.

"...?" Aku diam, bingung harus jawab apa. Sampai akhirnya aku malah jadi terkekeh "sama sama bos Q"

"Kenapa ketawa?"

"Yah lucu aja, ternyata bos galak ini moody banget ya, baru beberapa detik tadi nada suaranya kesel karena kelewatan parkirannya, dan tiba-tiba sekarang halus lembut gitu bilang makasihnya, kenapa gak seterusnya aja kalo ngomong lembut dan enak gitu di dengernya" jelasku.

"Oh ya?! Padahal aku merasa biasa aja tuh" ucapnya langsung membuang muka.

"Parkir di 12f aja" sambungnya sambil menunjuk kearah yang dimaksud.

"Oke bos Q" balasku, sambil membelokkan mobil kearah yang dimaksud dan akhirnya selesai kuparkirkan mobilnya.

Kumatikan mesin mobil, dan segera kulepas safetybelt yang mengunci tubuhku.

"Lita!" ucapnya menahanku yang hampir membuka pintu mobil.

"Hmm... ada apa bos Q?" jawabku sepontan langsung menghadap kearahnya.

"Bos Q, bos Q" gerutunya mengulang ucapan ku dengan muka juteknya.

Aku terkekeh lagi, meledeknya "oke oke! kalau gak mau dipanggil bos Q, ada apa pak Alex?"

"suami kamu orang yang seperti apa?" Pertanyaan yang tiba-tiba tentang Leo dengan wajah serius penuh selidik.

"Ee-mak-sud nya?" Tanyaku terbata bingung, yah terlalu aneh bagiku jika Alex ingin tahu tentang suamiku.

"Suami kamu orang baik atau orang yang brengsek? Itu maksudku"

"Hah, brengsek! Ya gak lah, dia orang baik, baaiiik banget"

"Oh ya?! Yakin?!" ucapnya dengan nada sengak.

ucapnya menekankan.

"yaa-yakinlah, Suami saya itu orang baik-kok" jawabku canggung karena aneh. Bagaimana tidak orang yang bertanya padaku adalah lelaki yang pernah menciumku, bahkan hari ini sudah tak terhitung lagi dia memelukku, dan dia adalah lelaki yang pernah begitu angkuh ketika kukenalkan langsung kepada suamiku, tapi saat ini tiba-tiba dia bertanya tentang suamiku.

"Kenapa tiba-tiba nanya tentang suami saya?" Tanyaku balik penasaran.

Alih-alih menjawab langsung, Alex hanya menatapku dalam, matanya seolah mengunciku. Apa yang sedang dia fikirkan tentang aku saat memandangku, apa ada yang aneh diwajahku? Hah rasanya terlalu membuatku salah tingkah dipandang olehnya.

Aku merasa tidak nyaman, bola mataku enggan menatapnya balik "ka-kayaknya kita udah sampai deh, lebih baik pak Alex langsung masuk kedalam dan istirahat" ucapku kikuk mengalihkan perhatiannya sambil memaksakan senyum dibibirku.

"Antar aku sampai kedalam" balasnya segera membuka pintu.

"kamu masih pusing?" Tanyaku khawatir.

"Hmm" jawabnya singkat tanpa menoleh kearahku.

"Oke baiklah" aku segera keluar dari mobil, dan langsung menghampirinya yang juga sudah keluar mobil, kemudian memapahnya lagi.

Yah sebenarnya aku merasa sedikit aneh membantunya berjalan disampingku, bagaimana tidak, tubuhnya lebih tinggi dariku, berada disampingnya membuatku merasa seperti aku sedang dalam rangkulannya, bukankah terlihat jelas seperti aku yang sedang dibantunya berjalan.

Kami perlahan menyusuri lorong dan melewati pintu-pintu penghuni lain, sama seperti dimobil tadi, kali ini Alex memandangiku lagi, matanya tak lepas terus tertuju padaku seolah sedang menilaiku.

Aku benar-benar tidak nyaman, kurasa wajahku mulai memerah saking salah tingkah karena nya, sungguh aku berharap kami secepatnya sampai di kediaamannya. Sampai pada akhirnya tibalah ditempat tinggalnya tanpa ada obrolan sedikitpun.

Alex segera menekan digit kode pintunya, dan klek! seketika terbukalah pintu yang ada dihadapan kami.

"Saya antar sampai sini aja pak!" ucapku lantang sebelum melangkah masuk. Dan segera melepas tangannya yang sedetik tadi masih bertopang dibahuku, kemudian menjaga jarak sedikit darinya.

"Kenapa?"

"Saya harus segera balik ke toko, pak Alex bisa kan masuk kedalam sendiri?" ucapku beralasan, yah pada intinya mana mungkin aku ikut masuk kedalam, bukankah hanya akan ada kita ber dua nanti.

Lagi-lagi matanya menatapku dalam, tapi kali ini raut wajahnya seolah kesal. Ah apa aku salah bicara?

"Siapa bilang kamu boleh pergi gitu aja" tegasnya, seketika langsung menarik pergelangan tanganku.

Brak! tertutup sudah pintu apartemen, dan aku pun kini berada didalam bersama dengannya.

Aku benar-benar kaget, tangannya erat menggenggam pergelangan tanganku. Sambil berjalan gagah didepanku seolah menyeretku paksa masuk kedalam.

Bukankah tadi dia terlihat lemah? Bukan kah dia bilang kepalanya pusing? Bukan kah harusnya dia tidak sekuat ini menarikku kedalam?

Apa dia hanya pura-pura?

Segala pertanyaan melayang dibenakku tanpa sempatku memberontak bahkan suaraku seolah tertahan di tenggorokanku larut dalam kebingungan.

Sampai masuklah kami kedalam ruangan yang cukup luas.

Brak cklak!

Alex menutup pintu dan menguncinya. Yah tanpa aku bertanyapun pastinya ini adalah kamarnya, karena ada kasur didalamnya.

"Aku gak akan biarin kamu pergi" ucapnya sambil membelakangiku.

"?... kenapa?"

***

(Voc Alex)

Setelah aku yakin lelaki yang tadi ku lihat adalah suami Lita, rasanya darah ku langsung mendidih.

Bisa-bisanya wanita sebaik ini dapat pasangan berengsek seperti dia.

Semakin aku memandang wajah polosnya yang tidak tahu kelakuan suaminya dibelakangnya, membuatku ingin terus menggenggamnya dan memilikinya.

Takkan ku biarkan hatinya terluka.

"Saya antar sampai sini aja pak!" ucap Lita setelah aku membuka pintu apartemenku. 

"Kenapa?"

"Saya harus segera balik ke toko, pak Alex bisa kan masuk kedalam sendiri?" Ucapnya, aku tahu itu hanya alasannya saja, untuk menghindari berdua denganku jika masuk kedalam.

Ah sial fikiran macam apa ini yang terlintas, hati ku benar-benar tidak rela membiarkannya pulang untuk bersama dengan suami berengseknya itu.

"Siapa bilang kamu boleh pergi gitu aja" ucapku langsung menarik tangannya masuk kedalam.

Tanpa berhenti dan menoleh kebelakang, terus saja aku menariknya berjalan masuk kedalam kamarku. Bahkan dia sedikitpun tidak menahan atau memberontak.

Segera ku tutup dan ku kunci pintu kamarku "Aku gak akan biarin kamu pergi" ucapku sambil membelakanginya.




Kamis, 16 Januari 2025

Bab 23 : Scandal di Rumah Sakit

Di saat-saat yang sama ketika Indah dan Leo berjalan mencari toilet setelah selesai menebus vitamin. 
(Voc Alex)

Bukan pura-pura, atau sengaja mengambil kesempatan, saat ini seluruh tubuhku sungguh rasanya nyeri, suhu tubuhku juga panas. Tapi aku bersyukur karena ada Lita disisiku hari ini, disaat kondisiku sedang drop dia dengan tulus membantuku.

Yah pastinya ini akibat aku hujan-hujanan kemarin malam, awalnya aku terlalu malas untuk masuk kerja hari ini, karena memang aku benar-benar sakit, namun bagaimana lagi kalau si Kakak ku yang bar-bar itu gak percaya banget kalau adiknya sungguhan sakit.

"Mana KTP kamu?!" Ucap Lita sambil bediri dihadapanku, sekarang kami berdua sedang berada di ruang tunggu pendaftaran Rumah Sakit.

"KTP?" Tanyaku polos dan bingung.

"Iya KTP! aku harus isi formulir pendaftaran, dari pada aku nanya-nanya terus nanti mending langsung lihat KTP kamu" jelasnya yang masih berdiri dihadapanku sambil menengadahkan tangan. 

"Ah iya, oke.. tunggu" balasku menurut kemudian segera mengambil KTP ku didalam dompet "ini.." langsung ku berikan pada Lita apa yang tadi dia minta.

Setelah menerima KTP ku, Tanpa berkata apapun dia segera menuju petugas pendaftaran.

Sedikit aneh, namun aku merasa ini sangat menyenangkan, sudah terlalu lama aku tidak merasa diperhatikan seperti ini, sosoknya saat ini sedikit mengobati luka ku yang tak terlihat.

Sambil menunggu Lita yang sedang mengisi formulir pendaftaran untukku, mataku tak henti memperhatikan orang-orang yang sedang lalu lalang 'ah jadi begini suasana Rumah Sakit' batinku. 

Sekilas teringat kenangan masa lalu, ketika pertama kali dan terakhir aku menginjakkan kaki dirumah sakit karena Mamah, hari terakhirnya beliau yang terus berusaha menutupi penyakitnya dari kami semua, sampai akhir ajal menjemputnya.

'Shit!' jantungku terasa sakit jika mengingat semua itu 'aku tak mau ingat itu semua'

Ku alihkan langsung pandanganku kesisi lain, berharap bisa melupakan apa yang baru saja terlintas di benakku.

Satu hal yang membuatku sangat terkejut kali ini, entahlah apakah sosok yang ku lihat ini benar- benar orang itu?!

Aku masih merasa penasaran dengan apa yang kulihat ini, tapi hal yang membingungkan jika memang dia orang yang sama, lantas siapa yang ada disampingnya?!

Mataku terus fokus mengamatinya dari atas kepala hingga kaki 'benar dia suami Lita' yakin batinku, ku lirik ke arah Lita yang masih berbicara dengan petugas pendaftaran, dan bergantian ku lirik ke arah suaminya yang sedang berdiri didepan pintu toilet yang terlihat begitu intens dengan wanita disampingnya.

'Aku harus bagaimana?! Bagaimana kalau Lita melihat mereka berdua? Yah lebih baik kalau dia melihatnya kan?! Yah lebih baik dia tahu kelakuan suaminya semakin difikirkan malah membuatku semakin frustasi sendiri.

'aah shit... pasti dia akan kecewa dan terluka, no no no bukan ditempat umum gini juga, gimana kalau malah jadi heboh dan ribut antar perempuan?!' Batin ku, sambil menatap bergantian kearah mereka. Dan yang lebih parahnya sekarang suami Lita malah berjalan mengarah kesini, dan Lita pun sudah selesai melakukan pendaftaran.

Tanpa fikir panjang lagi langsung saja aku berdiri dan memeluk Lita yang baru mau berjalan mendekatiku.

"Hei! apa-paan sih?" ucapnya kaget sambil memukul pundakku.

"Tunggu sebentar, kepalaku pusing jadi biarkan aku bertopang padamu" ucapku beralasan, tidak ada cara lain agar dia tidak terluka saat ini.

"Kalau pusing harusnya kamu tetap duduk, kenapa malah berdiri, Hmm?!" Omelnya.

"Aku penasaran kenapa kamu daftar lama banget" ucapku masih beralasan. Yah setidaknya ini cara satu-satunya agar dia tidak melihat suaminya, karena tubuhku cukup tinggi untuk menutupi tubuhnya dan menghalangi pandangan Lita.

"Hei, ini tempat umum, mending sekarang kamu duduk lagi kalau memang pusing banget"

"Augh!" Rintihku seraya menyentuh ujung kepalaku selepas melepas pelukanku padanya.

Ku tatap wajah polosnya yang penuh kekhawatiran padaku, sampai kedua alisnya berkerut cemas seolah merasakan sakit yang kurasa.

"Sakit banget?! Ayo duduk lagi!" serunya dengan alis bertaut saking khawatir.

Melihat reaksinya, membuatku memeluknya kembali "entahlah aku yang harus kamu cemaskan, atau kamu yang harus aku cemaskan, aaah jadi bikin aku kepikiran kan?!" Gerutuku sambil memeluknya lebih erat lagi.

"Apa maksudnya sih?! Kan aku bilang duduk lagi, malah meluk lagi, malu tau banyak orang" protesnya.

"Aaw aw sakiit!" Teriakku merintih karena tiba-tiba cubitan Lita mendarat dipinggangku.

"Duduk!" Perintahnya tegas setelah berhasil lepas dari pelukan ku sambil menunjuk kearah bangku.

Aku yang masih menahan sakit akibat cubitan pedasnya, menurut langsung duduk dibangku, disusul Lita yang duduk disampingku sambil menunggu nama ku dipanggil.

***

Angel yang masih terlihat sibuk meeting dengan para klien nya tengah serius menjelaskan tentang project perusahaan yang akan berjalan kedepannya.

Tak bisa dipungkiri terselip kekhawatiran diwajahnya saat sedang menjelaskan, karena kabar dari Lita tadi sore tentang adiknya yang sering membuat onar itu ternyata sakit jantungnya gelisah sejak tadi.

Angel terpaksa menyuruh Lita yang mendampingi adiknya kerumah sakit karena jadwal nya padat hari ini.

Terselip juga rasa bersalahnya pada adik semata wayangnya itu, padahal tadi pagi Alex sudah bilang tidak mau masuk kerja, seandainya saja dia tidak memaksanya untuk tetap masuk kerja.

'Salah sendiri alasannya malas kerja.. coba kalau dia bilang sedang sakit, pasti aku tidak akan mengomel memaksanya masuk kerja' batin Angel diselingi hembus nafas gelisah.

"Tapi percuma saja di apartemen pun pasti Alex sendirian, yah lebih baik ada Lita disampingnya' batinnya lagi berusaha mengurangi rasa resah gelisahnya dan rasa bersalahnya. Sambil tak henti- hentinya menatap jam tangan yang terpasang rapih di pergelangan tangannya.

***

Lita mengemudikan mobil Alex untuk mengantar Alex pulang. Jalan raya masih macet dipenuhi kendaraan orang-orang yang mungkin juga baru pulang kerja.

Alex tertidur nyenyak disamping Lita, Lita mesem sesaat setelah melirik ke arah Alex.

Bagaimana tidak, padahal lelaki disampingnya adalah sosok lelaki yang arogan ketika pertama kali bertemu, kemudian tiba-tiba menjadi sosok lelaki yang selalu bersikap semaunya seolah playboy.

Namun sekarang, sosoknya tidak jauh beda dengan anak lelaki polos tanpa dosa yang sedang tertidur nyenyak.




Rabu, 15 Januari 2025

Bab 22 : Pergi Kerumah Sakit

Dengan lembut Lita membelai rambut Alex yang sedang memeluk erat tubuhnya. Jantungnya terus berdebar, fikirannya hanyut teringat hal-hal yang pernah terjadi diantara mereka.

Bukan sekali atau pertama kalinya tangan kekar itu memeluk tubuhnya, bahkan tubuh rampingya seolah sudah terbiasa bersentuhan dengan tubuh perfect lelaki tampan itu.

"Pak, kamu harus kedokter, badan kamu panas banget" ucap Lita rengan raut wajah sangat khawatir.

Alex mendongakkan kepalanya membuat dagunya menempel diperut Lita "aku gak bisa nyetir sekarang, badan ku lemas banget" ucap Alex pelan.

"Kalau gitu, aku telepon kak Angel untuk jemput kamu"

"Enggak perlu, kenapa enggak kamu aja yang anter aku?"

"Aku!? Aku lagi kerja, jam kerja ku selesai malam"

"Kalau gitu, aku gak mau kedokter" manja Alex sambil memendamkan wajahnya lagi keperut Lita dan mengeratkan pelukannya.

Lita mendengus merasa tindakan Alex sedikit kekanakan "kalau gitu aku harus izin kak Angel buat anter kamu"

"Disini aku bosnya, aku izinin kamu kok"

Lita menangkup wajah Alex dengan kedua tangannya "kamu ini..." ucap Lita sambil memandang wajah tampan yang kini dalam genggaman tangannya "... ah benar! anda bos juga disini, ok kalau gitu tolong tetap bayar saya, karena sudah berbaik hati mengantar anda" ledek Lita.

Lita segera melepas pelukan Alex, meraih ponselnya, segera menghubungi Angel.

Alex mendengus memandangi tubuh belakang Lita yang kini sedang bicara serius dengan Angel ditelepon.

"Iya kak, oke nanti aku kabarin lagi, oke bye" ucap Lita pada Angel di telepon. "Huft" hembus nafasnya dalam sambil menatap tajam ke arah Alex.

Alex tersenyum nyinyir "kan aku udah bilang, enggak perlu repot menghubungi kak Angel, akhirnya tetep kamu kan yang disuruh nganter"

"Ok! kalau gitu kita berangkat sekarang" ucap Lita terpaksa bersemangat.

"Aku lemas banget gak bisa jalan sendiri" manja Alex lagi berlagak lemah sambil merentangkan kedua tangannya seolah minta pelukan.

"Hmm... kalo gitu aku harus minta tolong jeng-"

"Enggak! enggak perlu! Cukup kamu aja" tolak Alex ketakutan membayangkan nama miss univers hampir disebut, enggak kebayang kalau sampai tubuhnya dipeluk lelaki kemayu itu "aku cuma mau kamu" ucapnya setengah berbisik sambil tersipu malu.

Lita mesem melihat respon Alex.

"Duh bos manja banget ya kalo lagi sakit" decak Lita geleng-geleng kepala sambil berjalan kesamping Alex, meraih tangan Alex dan membantunya berjalan.

"Kamu yang maksa aku buat kedokter, kamu harus tanggung jawab lah sampe akhir" sambung Alex menegaskan.

"Hemm.. iya iya" balas Lita terpaksa sambil berjalan keluar beriringan dengan si bos yang sedang sakit.

Cklak bruk!

suara pintu terbuka dan otomatis tertutup sendiri.

Semua mata langsung tertuju melihat Alex dan Lita yang keluar ruangan berduaan, tubuh Lita yang terlihat lebih kecil dari Alex kini malah terlihat seperti sedang ada dalam rangkulan Alex bukannya terlihat seperti sedang membantu Alex berjalan.

Setiap pasang mata saling lirik-melirik, mencari tahu jawaban namun enggan bertanya pada yang bersangkutan.

Lita menarik nafas sadar betul akan suasana yang membuat salah faham dimata karyawannya yang lain "kalian jangan salah faham dulu, ini pak Alex lagi sakit, saya cuma bantu dia jalan aja karena badannya lemas" jelas Lita kikuk.

"Ooo" serempak jawaban kikuk dari semua karyawan.

"Lita mau antar saya kedokter" jelas Alex menekankan kepada para karyawannya.

"Jeng Vera tolong handle toko dulu selama saya enggak ada... Melani, Dian tolong saling bantu ya.. tadi saya sudah izin miss Angel" jelas Lita lagi.

"Oke kak Lita! Pak Alex saya siap banget loh bantuin pak Alex sampe ke mobil! sampe kerumah juga boleh " ucap Jeng Vera menawarkan bantuan dengan nada kemayu manja menggodanya.

"Ooh enggak! enggak perlu jeng, cukup Lita aja yang bantu saya" tolak Alex segera.

Tawa renyah Melani, Dian dan Lita pecah mendengar ucapan Jeng Vera.

"Jeng yang ada pak Alex makin sawan dirangkul sama loe" sambung Melani masih tertawa.

"Udah.. udah.. kasian tuh pak Alex udah pucet banget, langsung pergi aja kak buruan, Hati-hati dijalan ya kak, cepet sembuh ya pak" sambung Dian menghentikan kekisruhan yang dibuat Jeng Vera sambil mendorong pelan tubuh Lita, mengisyaratkan mereka untuk segera pergi.

"Oke, makasih ya semuanya, fighting" ucap Lita dan berlalu pergi meninggalkan toko.

***

(VOC LEO)

Jantungku berdebar kencang, rasanya terlalu aneh namun aku bersemangat, aku merasa bahagia, akhirnya aku punya anak. Hal yang paling aku nantikan selama ini.

Bukan istriku Lita yang sedang mengandung, melainkan wanita lain, yang bahkan belum sah menjadi istriku, tapi aku bahagia karena didalam rahimnya adalah darah dagingku.

Pasti akan lebih sempurna kebahagiaan ini jika Lita istri sah ku yang hamil.

"Ibu harus banyak makan makanan yang sehat, diminum ya nanti vitamin yang saya berikan, ingat jangan terlalu kelelahan, karena usia kandungan dibawah lima bulan masih rentan" ucap dokter menjelaskan.

"Iya dok" sambung Indah antusias, wajahnya dipenuhi senyum kebahagiaan.

Padahal ini bukan anak pertamanya, tapi dia bena-benar terlihat sangat bahagia.

"Bapak juga ya harus siaga selama istri sedang hamil" lanjut dokter sambil tangannya tak berhenti mencatat diselembar kertas.

"Iya dok" jawabku singkat, karena aku merasa sangat gugup sekaligus bersemangat hingga aku tak tahu harus mereapon dan berekspresi seperti apa.

Dokter terus berlanjut menjelaskan tentang kehamilan, menerangkan hal-hal yang belum pernah aku dengar sebelumnya, aku antusias mendengarkan.

Akhirnya waktu pemeriksaan selesai, aku dan Indah menuju apotik yang ada didalam rumah sakit untuk menebus vitamin yang dibutuhkan dalam masa kehamilan.

Tingkah Indah yang selalu manja dan tidak henti menempel disampingku membuatku merasa seolah dia benar-benar istriku, fikiranku terus bercabang, saat ini aku sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskannya pada Lita.

Bagaimana reaksinya nanti, apa dia akan menerima Indah yang sedang mengandung anak yang sangat aku inginkan.

Kebahagiaan ku saat ini diselingi rasa sedih dan miris akan kenyataan.

"Sayang, aku mau ketoilet" manja Indah sambil menggelayut dilenganku.

"Yaudah ayo kita cari toiletnya" balasku.

Ternyata tidak jauh toilet dari sebelah ruang pendaftaran.

"Sayang itu toiletnya!" Seru Indah sambil menunjuk kearah toilet.

"Yaudah kamu masuk, aku tunggu disini"

"Iya sayang!" Ucap Indah segera masuk kedalam toilet.

Tidak lama Indah selesai menggunakan toilet.

"Makasih sayang udah sabar nunggu" ucap manja Indah sambil mengelus pipiku dan mencubitnya sedikit.

Kubalas dengan elusan lembut diujung kepalanya "ibu hamil ini lagi manja banget ya!"

"Bukan aku loh yang manja, tapi debaynya nih, hehe" tawanya manja sambil melingkarkan tangannya di lenganku.

Kami segera pergi meninggalkan Rumah sakit.

"Sayang nanti dijalan mampir dulu ya beli makanan, kayanya debaynya kepengen banget makan kue yang ada kejunya deh, nanti kita beli martabak keju ya! hmm.. kayaknya aku mau cheese cake juga deh, kira-kira ada ice cream rasa keju gak ya!" Celoteh Indah senang, sambil membayangkan makanan yang disebutkannya tadi, terlihat jelas dari raut wajahnya.

Sekali lagi tingkahnya membuatku gemas sampai tanganku tak bisa ditahan untuk mencubit hidung mungilnya "yakin itu semua request dari debaynya?! Bukan emang kamu yang mau?!" Balasku sambil tertawa pelan.

"Hehe, itu semua kesukaan aku juga sih" ucapnya lagi sambil senyum lebar.

***




Minggu, 12 Januari 2025

Bab 21 : Scandal Pagi Hari (21+)

"Benarkah?! tapi darah tadi cukup banyak"

"Benar Maria ini cuma mimisan biasa, oke kalau memang kamu mau ceritain ke yang lain gapapa kok terserah kamu" ucap Sarah pura pura merajuk.

Maria terdiam menatap lekat wajah Sarah, dengan tenang mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Sarah, perasaannya campur aduk menatap wanita yang biasanya cantik dan bersinar terlihat pucat dan layu.

"Tante harap ini menjadi rahasia diantara kita" getar suara Sarah, los air mata jatuh menetes dipipinya.

Maria segera memeluk erat tubuh Sarah sambil gemetar, bahkan suara tangis nya tak tertahan pecah memenuhi kamar itu.

(Flash back off)

***

"Sayang, kenapa kamu belum tidur" tegur Jefry berjalan menuju tempat tidurnya.

"Tiba-tiba aku teringat ucapan tante" balas Maria yang masih memandang ke luar jendela kamarnya.

Jefry tak bergeming, matanya berubah sendu sambil menatap lekat belakang tubuh istri nya yang berdiri di depan kaca jendela.

"Padahal tante ingin aku bisa menjadi kekuatan keluarga ini, tapi kenyataannya aku menghancurkan segalanya" sesalnya sambil berbalik menatap wajah suaminya.

***

"Sayang kemeja biru dongker aku disebelah mana?" Teriak Leo tangannya sibuk menyibak gantungan gantungan baju didalam lemarinya.

"Sayang!" teriak Leo lagi menunggu jawaban istrinya.

"Cck, sayang kemana si, dipanggil gak jawab jawab" gerutu Leo sambil melepas handuk yang masih membalut tubuh bagian bawahnya, karena dia baru selesai mandi.

klak suara pintu terbuka dan langsung tertutup

"Sayang kemeja biru aku dimana sih? Dari tadi aku panggil gak jawab jawab" ucapnya masih membelakangi arah pintu, sambil menggunakan celana dalamnya.

"Mba Litanya pergi keluar tadi" ucap Indah sambil bersandar dipintu memandangi Leo yang setengah toples.

Leo sadar betul suara siapa yang barusan bicara, jantungnya berdebar kencang kaget bukan kepalang, sontak segera membalik tubuhnya menghadap indah.

"Indah! Kamu ngapain disini?!" Pekiknya pelan saking kaget, matanya gemetar sepontan menyusuri ruang kamarnya.

"Sst tenang mas, cuma kita berdua kok yang ada dirumah ini" jawab Indah santai sambil berjalan mendekat kearah Leo.

"Ibu mu dan putri kemana?" Tanya Leo lagi gugup.

"Hmm... kan tadi aku bilang cuma kita yang ada dirumah ini, ibu dan putri ikut mba Lita beli sarapan" Jawab Indah yang kini sudah sukses memeluk tubuh Leo.

"Ndah.. nanti kalo mereka tiba-tiba dateng gimana? Jangan begini disini" ucap Leo lagi dengan suara pelan sambil mencoba melepas pelukan Indah.

"Kamu gak suka ya aku begini? padahal aku seneng banget pas tau cuma kita yang ada dirumah" rajuk Indah melepas pelukannya, membuang muka kesal.

"Bukan gitu Ndah, kamu tau kan kita lagi ada dimana?" Ucap Leo menenangkan Indah seraya memeluk Indah "jangan ngambek gitu dong sayang, ini kan demi kebaikan kita".

"Iya, aku tau kok, tapi kan aku juga gak mungkin bertindak gini kalau memang ada orang lain dirumah, aku kira kamu bakal seneng" rajuknya lagi dengan muka masam.

"Okey, iya aku seneng kita bisa berduaan gini, maaf ya, aku cuma kaget banget pas kamu yang masuk ke kamar, jadi reflex dan panik" ucap Leo sambil mengecup kening Indah.

"Cuma kening?!" Goda Indah.

Melihat tingkah manja Indah, Leo langsung melumat bibir wanita yang sedari tadi memprovokasinya, Indah menyambut dengan lumatan yang penuh gairah.

"Shh aaah...Ndah.. udah Ndah.. jangan begini, kita dah telat loh, nanti bisa ke gep kalo terus begini...hmm..aaah" desah Leo menikmati kuluman Indah yang sekarang sedang jongkok tepat di bawahnya.

"Mmnh...siapa suruh jam segini kamu masih bugil gini, bikin aku gemes kan" ucap Indah melepas kuluman mulutnya dari milik Leo, sambil menggerakkan tangannya naik turun dikemaluan Leo, matanya sayu penuh birahi yang menginginkan lebih.

Cklek klap drap drap! suara pintu terbuka dan langkah kaki beriringan masuk.

"Wah putri doyan banget sama donat ya!" ucap Lita yang baru saja menutup pintu depan rumah sambil berjalan masuk beriringan dengan ibu Melati.

Disambut tawa renyah dari ibu Melati yang lucu melihat tingkah cucunya makan donat dari dua tangan cucunya.

"Kamu laper atau doyan put?!" Goda ibu melati keputri.

"enak nek" jawab putri terbata dengan mulut penuh makanan.

Pecah lagi tawa ibu Melati dan Lita mendengar jawaban polos Putri.

Leo dan Indah yang kalang kabut kagetnya bukan kepalang, panik menyergap mereka yang masih didalam kamar, tanpa fikir panjang Indah menarik Leo masuk kedalam kamar mandi lagi dan menguncinya.

"kenapa malah masuk kesini?" Bisik Leo panik.

"Yah, terus mau kemana lagi coba?, jendela kamu ada tralisnya gitu, gak mungkin juga aku keluar dari kamar kamu tiba tiba" ucap Indah setengah berbisik juga.

Leo langsung memutar keran kamar mandinya. Suara air keran memenuhi ruang yang tidak terlalu luas itu.

"Sayang kamu masih belum selesai mandinya?" Teriak Lita berdiri didepan pintu kamar mandi. 

"I-iya sayang, perut aku mules banget" balas Leo teriak dari dalam kamar mandi.

"Udah siang banget loh sayang nanti kamu telat"

"Iya sayang dikit lagi"

"Sarapannya dah siap loh sayang, langsung ke meja makan ya" ucap Lita sambil keluar kamarnya. 

"Iya" jawab Leo

"Indah dimana bu?" Tanya Lita sambil mengeluarkan kue kue yang tadi dibelinya ke piring.

"Mungkin masih siap-siap dikamar nak Lita" jawab Melati yang masih menggendong cucunya.

"Hmm... udah siang gini masih belum pada rapih ya bu, suruh cepet sarapan bu, nanti telat loh" ucap Lita

"Iya, ibu coba lihat kekamar dulu ya nak" pamit Melati menuju kamar dengan perasaan sediki khawatir dan curiga.

Melati segera membuka pintu kamar tamu yang tertutup, tak ada sosok yang dicarinya didalam ruangan itu.

Jantung Melati tiba tiba berdebar cepat, matanya langsung mengarah kepintu yang bersebrangan dengan pintu kamarnya.

Yah Melati sadar betul apa yang sedang terjadi, fikirannya tak henti menerka nerka hal yang tidak dia inginkan.

Cklak!

Pintu kamar Leo terbuka.

Leo kaget mendapati Ibu melati tengah berdiri diam didepannya. Sambil memandanginya penuh tanda tanya.

Mulutnya terkunci rapat tak mampu berucap, jakunnya naik turun gugup.

"Tadi istrimu minta kalian buru-buru berangkat kerja karena sudah siang, istrimu sedang kedapur membuat jus" ketus Ibu Melati segera pergi meninggalkan Leo.

"Iya bu" jawab Leo kikuk.

Leo segera membuka pintu dan memberi kode kepada Indah untuk keluar kamar setelahnya.

"Sarapan pagi ini kamu beli diluar sayang?" Tanya Leo segera duduk dibangku meja makan tempat biasanya.

"iya sayang, udah lama enggak makan nasi uduk encing Muneh, tiba tiba tadi habis mandi mau makan itu, yaudah sekalian aku ajak aja ibu Melati dan putri" jelas Lita sambil menyiapkan jus kiwi buatannya.

"Pak kita sarapan dulu? Tapi ini udah hampir jam setengah delapan" tanya Indah yang berdiri disamping ibu Melati.

"Iya enggak apa apa ndah, kita sarapan dulu, nanti kita berangkat naik motor aja biar enggak telat" jawab Leo.

"Iya ndah sarapan dulu aja, ini putri dan ibu loh tadi bangun pagi buat beli sarapan ke Gang sebelah, cobain deh rasanya enak banget" sambung Lita sambil duduk disebelah Leo.

***

"Kak hari ini aku gak masuk dulu" ucap Alex pelan sambil tidur meringkuk dibalik selimutnya. 

"Kamu baik-baik aja kan lex?" Tanya Angel sedikit khawatir sambil menyetir mobilnya.

"Hmm... iya, aku hanya sedang malas" jawab Alex pelan.

"Alasan apa itu, mana ada orang kerja izin masuk karena malas, kamu kira kakak bakal izinin kamu, gak ada pengecualian, kamu wajib masuk, titik" omel Angel menekankan suaranya.

"Yaampun dasar manusia gak peka, tega banget sama adik sendiri, ya ya aku masuk, tapi langsung stay di PI enggak ke office, titik" rajuk Alex langsung memutus teleponnya.

"Cckk, Haaah" decak Alex menarik nafas dalam, duduk bersandar ditempat tidurnya, matanya nanar menatap ke jendela yang masih tertutup gorden.

***

Tut tut tut!

Bunyi telepon terputus.

"Huft...Yah it's ok, yang penting kamu enggak sendirian dirumah lex" ucap pelan Angel dengan suara sedikit parau.

***

"Ah yesh shhh ah, iyaah yang kenceng sayang, ouch aah" desah Indah kenikmatan bersandar di tembok membelakangi Leo dengan tubuh sedikit menungging.

"Ashh aah, kamu makin sempit Ndah aah, makin berisi pantat kamu" desah Leo sambil memompa batang miliknya didalam lubang Indah.

"Shhaaah remesnya pelan-pelan sayang aahsh" ucap Indah.

"Ini karena provokasi kamu tadi pagi, aku jadi gemes sama kamu aahhsh sampe dari tadi kerja gak konsen ahh ahh" desah Leo.

"Ashh aaah aku mau klimax, oh aahhh hmmsshh aaaaahhh" desah Indah panjang sambil menggigit bibir bawahnya, menahan suaranya.

Tubuhnya gemeter kenikmatan.

"Sshh aaahhh ooohhh aaahh" susul desahan Leo yang ikut sampai.

Leo memeluk erat dan mendorong tubuh indah rapat ketembok dengan batang yang masih didalam milik Indah segera melumat bibir Indah yang masih gemetaran merasakan nikmat.

"Hmnsh, sayang hari ini chek up ke dokter, waktunya periksa si dede" ucap Indah masih dengan nafas yang tersenggal.

"Iya sayang" sahut Leo sambil melihat arloji dipergelangan tangannya. "Yuk kita pulang, lift pasti udah sepi" ajak Leo.

Segera mereka merapikan pakaiannya, dan keluar dari tangga darurat tempat biasa mereka bercinta.

***

Ruang luas yang penuh dengan tumpukan barang terasa seperti kosong, sampai suara keyboard komputer yang sedang ditekan lembut terdengar jelas bersahutan.

Mata Lita tak absen melirik sosok lelaki yang sedang duduk disampingnya.

"Ni orang pingsan apa tidur ya, dari tadi posisinya gak berubah" batin Lita yang penasaran melihat Alex yang duduk sambil membenamkan wajahnya di tumpuan tangan diatas meja.

"Ehem" dehem Lita sengaja memecah keheningan.

"Pak, itu tangan enggak pegel? Kalo ngantuk pulang aja pak, udah sore juga, udah jam lima lewat tuh.." ucap Lita mengawali percakapan.

Namun tubuh Alex tetap tidak bergeming.

Merasa tidak ada jawaban Lita sedikit penasaran, akhirnya Lita menghentikan pekerjaannya. Perlahan Lita mendekat dan berdiri disamping Alex.

"Pak! kalo ngantuk tidur di dal-" ucapa Lita terpotong, setelah tangannya menyentuh pundak Alex, Lita merasakan pundak Lelaki yang sedari tadi tidak bergerak sedikitpun itu bersuhu panas.

"Pak, badan bapak panas banget, bapak sakit?" Ucap Lita panik sambil mendekatkan wajahnya disamping pala Alex yang masih terbenam diantara tumpukan tangannya.

"Kamu..." ucap Alex sambil menggeser kepalanya hingga sebagian wajahnya terlihat sedikit. Matanya menatap wajah Lita yang penuh kekhawatiran padanya. "...Berisik banget" lanjutnya dingin, kemudian membenamkan wajahnya lagi diantara tangannya.

Mata Lita membelalak terkejut dengan jawaban dingin atasannya itu.

"maaf kalau suaraku membuatmu kesal, aku hanya terkejut karena badan kamu panas, sepertinya kamu sakit, aku akan keluar dan menghubungi ka Angel," ucap Lita pelan.

Alex segera menarik tangan Lita. "Jangan! aku baik-baik saja" ucap Alex matanya sayu dan merah menahan panas tubuhnya "hanya sedikit demam" sambungnya lagi dengan suara yang sedikit pelan, tangannya semakin erat menggenggam Lita.

"Minum obat, aku akan ambilkan" ucap Lita segera meraih gagang laci meja. Dengan satu tangan, Lita sibuk mencari obat demam dikotak obat.

"Ehm, pak, sepertinya cuma ada obat pusing dan obat magh aja nih, kita gak punya obat demam" ucapnya sambil matanya terus fokus meneliti satu persatu obat yang dibutuhkan.

"Aku enggak perlu obat, nanti akan turun sendiri demamnya" ucap Alex tenang sambil mengamati tingkah Lita.

"Enggak bisa gitu, tetap harus minum obat"

Alex segera menarik tangan Lita yang satunya masih sibuk mencari obat, dan menarik kedua tangannya hingga tubuh Lita tepat berdiri didepan Alex yang masih duduk.

Alex mengangkat kepalanya memandangi Lita dengan tatapan lesu "Aku bilang aku enggak butuh obat" ucapnya, langsung melingkarkan tangannya dipinggang Lita, Alex membenamkan wajahnya diperut Lita "terimakasih, sudah perhatian"

Lita terpaku dengan sikap Alex yang tiba-tiba memeluk tubuhnya, jantungnya tiba-tiba berdebar, menatap ujung kepala lelaki yang kini sedang jatuh dipelukannya.

Tangan Lita bergerak menyentuh rambut Alex dan membelainya lembut.




Sabtu, 11 Januari 2025

Bab 20 : Seperti Keluarga

Mata Maria membulat menatap wajah Lelaki tampan dihadapannya berada tepat tertindih dibawah tubuhnya yang sukses jatuh akibat dorongan tangannya yang lumayan kuat.

Maria terpesona pada lelaki dihadapannya, degub jantungnya semakin kuat seiring matanya yang enggan berkedip.

"Apa kamu terluka?"

"Ya?" Maria terkejut dengan pertanyaan yang seharusnya iya tanyakan "oh ya ampun maaf!" Segera Maria bergerak untuk berdiri sambil membantu lelaki itu berdiri juga.

"Apa anda terluka?" Tanya Maria sopan menyadari lelaki tampan itu lebih tua darinya.

"Ah tidak, saya baik-baik saja"

"Syukurlah, saya benar benar minta maaf sudah mendorong anda, sekali lagi saya minta maaf"

"Yah pasti itu karena saya yang sudah membuatmu kaget"

"Ehm sedikit, saya agak kaget karena Anda tiba-tiba ada dibelakang saya, jadi saya reflex" ucap Maria malu-malu.

"Jadi apa yang sedang kamu lakukan disini? saya baru kali ini melihatmu"

"Ah itu... saya mau kedapur" suaranya gugup sambil mengangkat botol air yang dipegangnya "mau ambil air"

"Sayang!" Ucap Sarah sambil berjalan ke arah Maria "ada Maria juga!"

"Kamu kenal anak ini?" Tanya lelaki itu.

"Iya dong sayang, Maria ini temannya Angel dan Alex" jelas Sarah sambil merangkul tangan lelaki kekar itu yang tidak lain adalah suaminya.

"Maria kenalin ini papahnya Angel dan Alex" ucap Sarah.

Maria terkejut dengan ucapan Sarah, seolah tidak percaya apa yang didengarnya tanpa sadar wajahnya sedikit murung "iya saya temannya Angel om, nama saya Maria" ucapnya tanpa semangat.

"Saya Jefry papahnya Angel dan Alex, senang bisa kenal kamu" Jefry tersenyum ramah sambil menepuk pundak Maria.

"Kenapa kamu sendirian disini Maria?" Tanya Sarah.

"Ah ini saya mau ambil air tante"

"oh ya ampun kenapa kamu yang ambil, duh.. Angel itu bener-bener deh, tamu kok malah disuruh ambil air sendiri sih" omel Sarah.

"Angel dan Alexnya tidur tante, makanya saya inisiatif buat ambil sendiri, tapi saya gak tau dapurnya ada disebelah mana" ucap Maria kikuk sambil senyum malu-malu.

Sarah tertawa kecil "oh begitu! Biar tante aja yang ambilin minumannya, kamu balik aja kekamar"

"Gak usah tante! Saya jadi ngerepotin" ucap Maria sungkan.

"Gak kok sayang, udah sana kamu naik.. nanti minumannya akan diantar keatas" jelas Sarah sambil merangkul Maria.

"I-iya tante" angguk Maria kemudian segera kembali kekamar Angel.

Hatinya sedikit kecewa setelah tau lelaki tampan yang dilihatnya adalah suami dari wanita cantik yang dikenalnya "yah wajarlah tante Sarah juga terlihat muda dan cantik wajar kalau suaminya pastinya setampan itu" gerutu batinnya.

Seiring berjalannya waktu Maria semakin dekat dengan keluarga Angel dan Alex bahkan diakhir weekend dia selalu menginap dirumah Angel.

walaupun Maria sering berada dirumah itu tapi dia jarang bertemu dengan Jefry, namun hatinya tak bisa berbohong dia selalu merindukan dan berharap bisa bertemu Jefry setiap dia melangkah masuk kedalam rumah besar itu.

Kilat matanya yang berubah sangat antusias dan senang ketika melihat lelaki yang membuat jantungnya berdebar untuk pertama kalinya, selalu terpancar ketika menatap Jefry.

Bahkan kadang mimik wajahnya bisa berubah menjadi masam ketika sesekali mendapati Sarah dan Jefry bercumbu mesra ketika sedang bersantai ditaman yang terlihat dari balkon kamar Angel.

"Augh! Dasar ya dua sejoli itu selalu aja tebar kemesraan dimanapun" ketus Angel yang juga ikut melihat adegan mesra kedua orang tuanya.

Maria tersenyum kecut mendengar ucapan Angel sambil melangkah kedalam kamar.

"Maria, pokoknya kamu harus ikut liburan sama aku" paksa Angel sekali lagi, yah ini upaya Angel yang ke tiga kalinya dihari ini meminta Maria untuk ikut liburan bersamanya, karena sekarang adalah liburan kenaikan kelas.

"Aku gak mau ganggu liburan keluarga kalian" jawab Maria sambil duduk diujung kasur.

"Yaampun gak sama sekali lah, tahun kemarin kamu udah nolak liburan bareng aku, please.. untuk tahun ini jangan nolak lagi" pinta Angel memohon duduk tepat dibawah Maria dengan tatapan melas.

Maria tersenyum "harus banget kamu mohon-mohon begini?!"

"Iya, kamu gak punya perasaan kalo masih nolak juga, padahal mamah yang suruh aku buat maksa kamu, liburan kali ini kamu wajib ikut" cemberut Angel.

"Iya nanti aku minta izin sama ayah aku dulu" Maria menyerah.

"Pasti ayah kamu izinin, aku udah bilang duluan ke ayah kamu pas kemarin kerumah kamu" 

"Serius?!"

"Yah ayahmu bilang kalau itu terserah kamu"

Bukan tanpa Alasan Maria menolak liburan yang selalu Angel tawarkan, hanya saja dia selalu menghormati dan mengingat mendiang ibunya yang meninggal saat liburan kenaikan kelasnya saat SMP kelas 2.

Ayahnya pasti selalu sedih dan mengurung diri dirumah selama satu minggu, dan melarang Maria untuk pergi ke manapun. Bahkan saat kelulusan SMPnya Maria sama sekali tidak ikut liburan perpisahan yang diadakan oleh sekolahnya.

"Ayah, apa benar aku boleh ikut liburan bareng keluarga Angel?" Ucap Maria sambil menuang air panas kedalam cangkir yang sudah terisi bubuk kopi.

"Yah pergilah, kamu pasti ingin liburan juga kan" ucap Riko (ayah Maria) tenang sambil mengganti chanel TV.

"Tap-i"

"Ayah baik-baik saja, jangan khawatirkan ayah" potong Riko

"Apa ayah benar-benar sudah melupakannya?" Isak Maria sambil mengaduk kopi dicangkir.

Riko berjalan mendekat ke arah Maria dan memeluknya dari belakang "ayah selalu ingat padanya, tapi ayah akan mencoba melupakan cara kepergiannya, maafkan ayah selama ini telah egois, lakukanlah apa yang kamu inginkan, ayah akan bahagia jika kamu juga bahagia"

"Ayah.." Maria berbalik dan membalas pelukan Riko "aku juga ingin ayah bahagia, jadi lakukan juga apa yang ayah inginkan, aku akan menerima siapapun yang akan ada disamping ayah" tangis Maria pecah disusul isakan lembut ayahnya.

Akhirnya Maria ikut berlibur bersama Angel dan keluarganya berangkat ke Jerman tempat orang tua Sarah.

"Lihat tuh si Alex nempel terus ke Maria" Ucap Sarah sambil menengok ke kursi belakang mobil, menatap tiga anak yang sedang tertidur nyenyak.

"Yah wajar dia menempel ke perempuan lain, kan dia gak pernah akur sama kakaknya" ucap Jefry tersenyum tipis.

"Lucu juga ya, Maria jadi rebutan mereka berdua, serasa seperti punya tiga anak kalau melihat mereka tidur bareng seperti itu, tapi sikap Maria yang sedikit dewasa bikin aku nyaman juga seperti aku sedang bicara dengan adik perempuan, hmm dia benar-benar perempuan yang pantas dikagumi" ucap Sarah sambil tersenyum simpul.

Yah tak bisa dipungkiri kehadiran Maria membuat nyaman keluarga itu. Sarah yang selalu terbuka pada Maria setiap Maria berkunjung kerumahnya selalu menyisakan kenangan manis dibenaknya, perhatian Maria kepadanya seperti seorang adik pada kakaknya membuat Sarah ikut mengagumi Maria.

"Oma, ich vermisse dich (nenek, aku merindukanmu) "teriak Angel sambil berlari mendekat ke neneknya setelah turun dari mobil.

"Oho ho... Oma hat dich auch sehr vermisst (nenek juga sangat merindukanmu)" ucap nenek ikut bahagia memeluk cucunya.

"Vermisst du mich nicht? (Apa kamu tidak merindukanku?)" Ketus Alex cemberut dibelalang Angel.

"Oho... Natürlich vermisse ich dich auch (tentu saja nenek juga merindukanmu)" ucap nenek bergantian memeluk cucu lelakinya.

"Wer ist diese schöne Frau? (siapa wanit cantik ini?)" Tanya nenek setelah melihat Maria.

Maria kebingungan dengan bahasa neneknya jadi dia langsung menatap ke arah Angel.

"Ini sahabatku oma namanya Maria, dia satu sekolah dengan ku" jawab Angel.

"Oho.. sahabat cantik cucuku, kemarilah jangan takut, peluk oma juga" balas Oma dengan lancar bahasa Indonesia.

Maria sedikit terkejut mendengar kefasihan Oma saat bicara indonesia dan langsung memeluk Oma sesuai ucapannya.

"Oma dia calon istriku" ucap Alex bersemangat.

Semua orang tertawa mendengar candaan Alex yang sebenarnya adalah ucapan yang penuh emosi didalamnya, rasa yang sesungguhnya Alex rasakan sebuah keinginan yang telah tumbuh sejak awal pertemuannya.

"Ya ya ya... Oma akan setuju karena dia wanita yang sangat cantik dan manis" balas Oma menanggapi ucapan cucunya.

Oma tinggal dengan adik perempuannya yang juga seorang janda, mereka sengaja tinggal bersama untuk menikmati masa tua sambil mengenang masa muda mereka saat dulu gadis. Karena rumah terlalu besar satu orang keponakannya bersama keluarga kecilnya ikut tinggal disana untuk menemani ke dua nenek cantik yang masih vit itu.

Maria ikut bahagia bersama mereka.

"Maria ayo jalan-jalan melihat -ihat daerah ini" ucap Alex penuh semangat.

"Hei anak kecil, mulai tidak sopan ya panggil aku kakak" omel Maria sambil memukul pelan kepala Alex.

"Aw, kan kamu calon istriku, bahkan Oma sudah merestui kita"

Maria tertawa renyah "dasar anak kecil... oke baiklah aku akan ikuti mau mu, karena Oma sudah merestuiku"

Alex segera menggenggam tangan Maria berjalan berdampingan menyusuri sebagian jalanan Berlin disekitar perumahan Oma nya.

Tiga hari berlalu di rumah Oma. Sarah yang selalu merindukan ibunya terus menghabiskan waktu berdua dengan ibunya, bahkan tidurpun disamping ibunya.

Bahkan saat suami dan anak-anaknya pergi berkeliling berlin mengunjungi tempat tempat wisata, Sarah tetap menghabiskan waktu bersama ibunya dirumah, kakinya enggan meninggalkan rumah yang penuh kenangan masa kecilnya itu.

Satu minggu telah berlalu saatnya mereka kembali ke Indonesia. Semua bersiap untuk pulang, sarah menagis terisak memeluk erat ibunya enggan melepas entahlah apa yang dirasakannya mulutnya tertutup rapat untuk mengungkap apa yang dirasakannya.

Dua hari sudah berlalu setelah pulang dari liburan mereka.

"Angelnya ada mbok?" Tanya Maria setelah gerbang terbuka.

"Ah non Angel lagi pergi sama den Alex, pesannya.. non Maria disuruh tunggu dikamarnya aja"

"Ih mbok dibilang panggil aku jangan non panggil aja nama saya" 

"Ah saya gak enak non, enakanan panggil non udah kebiasaan" 

"Hmm..."

"Yaudah atuh masuk non"

"Iya" jawab Maria sambil berjalan disamping si mbok "tante Sarah ada dirumah gak mbok?"

"ada non, kayaknya tadi ada dikamarnya, mau mbok panggilin buat nemenin non Maria?"

"Ah gak usah mbok takutnya nanti aku malah ganggu kalo tante lagi istirahat"

"Yaudah non naik aja duluan nanti mbok bawain minuman ke atas ya"

"Saya aja mbok sekalian bawa minumnya gapapa" ucap Maria sambil menggiring si mbok menuju dapur.

"Ih si non Maria ini biar nanti mbok aja yang bawain"

"Sstt udah ayok aku temenin kedapur" paksa Maria.

Setelah memaksa untuk membawa cemilan dan minumannya sendiri Maria segera naik keatas menuju kamar Angel.

Maria segera membuka pintu namun mendapati Sarah berdiri membelakanginya.

"Tante Sarah ada disini? Maaf aku gak ketok pintu dulu kirain gak ada orang" Ucap Maria sambil meletakkan nampan yang dibawanya keatas meja, namun Sarah tak langsung berbalik dan terus membelakangi Maria.

"Tante!" Ucap Maria mendekat memegang bahu Sarah "tante baik baik aja?" Maria melirik tangan Sarah yang sedikit gemetar.

"Iya tante baik baik aja" jawab Sarah sambil memalingkan tubuhnya sekali lagi untuk menghindari Maria.

Namun mata Maria terlalu jeli melihat ada tetesan darah mengalir ke pergelangan tangan Sarah. "Tante berdarah!" Pekik Maria

"Ssstt... jangan teriak" ucap Sarah sedikit berbisik.

Mata Maria membulat kaget mendapati darah yang ada diwajah sarah yah terlihat keluar dari hidung. 

"Ta-tapi tante itu darah tante" ucap Maria tergagap.

Sarah segera mengambil tisu dari atas meja "jangan panik oke, tenang tunggu disini tante baik-baik aja" ucap Sarah.

Maria mengangguk samar sambil mengamati Sarah yang menuju kamar mandi membersihkan darah yang keluar dari hidungnya dan darah yang ada ditangannya.

Yah ketika Maria membuka pintu sarah tidak sempat berlari kekamar mandi ketika dia menyadari darah keluar dari hidungnya.

"Tante yakin baik-baik aja? Aku khawatir" tanya Maria mendekat.

"Iya tante baik baik aja sayang" Ucap Sarah sambil membasuh wajahnya dengan tisu dan mencoba tersenyum.

"Tapi wajah tante pucat, tante sakit" khawatir Maria sekali lagi sambil menyentuh wajah Sarah.

"Dengar! tante akan ceritakan kekamu, tapi untuk saat ini jangan bilang apa apa ke siapapun oke!" Desak Sarah

Maria gugup bingung harus jawab apa, difikirannya penuh tanda tanya kalau baik baik saja kenapa harus dirahasiakan? Lidahnya tidak ingin berjanji kepalanya juga tidak ingin mengangguk karena sepertinya ini hal penting yang harus diberitahukan kepada keluarga tante Sarah.

"Tolong Maria tante mohon, kamu harus janji jangan bilang siapapun oke!?"

"Kenapa? Kalau tante baik baik saja harusnya tidak ada rahasia"

"Ini hanya mimisan biasa jadi ya gak perlu ada yang tahu, tante malu kalau ada yang tahu"

"Benarkah?!, tapi darah tadi cukup banyak"

"Benar Maria ini cuma mimisan biasa, oke kalau memang kamu mau ceritain ke yang lain gapapa kok terserah kamu" ucap Sarah pura pura merajuk.