Sexy Red Lips
Tampilkan postingan dengan label #Pedro4D. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #Pedro4D. Tampilkan semua postingan

Jumat, 25 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 18)

 

Bab 18: Pertolongan

"Berani kalian menyakitinya ... aku tidak segan-segan membunuh kalian karena dia adalah calon istriku!" ucap Chandra dengan lantang. Tangan Citra sudah dipegang oleh Chandra dan ditariknya ke belakang. Citra kini berada tepat di belakang Chandra, tertutupi oleh punggung kekarnya. Menurut Chandra itu adalah bentuk rasa perlindungannya kepada Citra.

Citra yang mendengar kata calon istri merinding rasanya, tapi sedikit tersentuh di dalam hatinya. Pikiran Citra sekarang bagaimana Chandra bisa menghajar sementara dia buta? Dia hanya bisa membatin dan memberi semangat kepada Chandra. Pokoknya Citra sangat takjub dengan ulah Chandra yang benar-benar sangat melindunginya sekarang.

"Chandra awas! Kamu harus extra hati-hatiiii! Jangan sampai terluka!" pesan Citra yang dibalas oleh tawaan oleh kedua preman itu.

"Wiiih so sweet kalian berdua haha. Bagaimana bisa seorang lelaki buta melindungimu gadis cantik, mendingan bersama Abang saja enak dong," rayu preman yang lebih tinggi dengan terus mengedipkan matanya. Citra hanya membalas dengan meludah tepat di depan lelaki itu, untungnya dia menghindar jadinya hanya terkena telapak kakinya yang memakai sandal japit itu. Coba tidak menghindar pastinya tepat mengenai wajahnya.

"Berani kamu!" geram preman yang terkena ludah itu, tangannya sudah diulurkan ke arah Citra dan ingin menjambak rambutnya. Chandra pun dengan sigap mencekal tangan preman itu dan memelintirnya. Jadinya Chandra terlihat sangat hebat buat Citra, karena tidak bisa melihat tapi bisa merasakan gerakan lelaki itu.

Preman yang satunya melihat itu tertawa dan meremehkan temannya yang dipelintir itu, lemah sekali menurutnya, hanya seorang buta saja tidak bisa mengalahkannya. Pikirnya dengan kesombongannya. Ia lalu mencoba untuk menghajar Chandra juga lewat samping, tapi dia juga kalah karena Chandra mencekal tangannya juga, jadinya kini Chandra mencekal kedua tangan preman itu. Dan terus memelintirnya. Akibatnya kedua preman itu meringis kesakitan. Benar-benar kuat sekali tenaga Chandra itu, hanya memakai satu tangannya saja mereka sudah sangat kesakitan apalagi keduanya, bisa patah kalau seperti itu lama-lama.

"Huh rasakan kaliaaan! Ayo Chandra patahkan sekalian tangan mereka itu! Berani-beraninya ingin menodaiku! Kalian sekarang tau kan kalau calon suamiku ini sungguh sangat keren!" bangga Citra yang benar-benar keceplosan. Citra yang sadar dengan ucapannya dia hanya menyengir dan garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Mulutnya sesekali dipukul dengan telapak tangannya karena sungguh berbicara sembarangan sekali itu.

'Apa yang aku ucapkan tadi? Astagaaaa Citraaa. Pastinya Chandra benar-benar ke GR-an dah sekarang, huh kamu benar-benar tidak bisa mengontrol mulutmu ini! Huh.' Batin Citra yang terus menatapi punggung Chandra, tidak cengengesan lagi karena merasa malu dengan ucapannya yang ceplas-ceplos itu.

Sedangkan Chandra hanya tersenyum tipis akibat ucapan Citra yang benar-benar bersemangat. Biasanya Chandra bersifat cuek-cuek saja. Tapi entah mengapa dirinya bisa tersenyum karena ucapan Citra yang lumayan itu, mungkin bagi Chandra cukup menghibur juga. Dan faktanya ternyata Citra cukup lucu.

"Aaaa ampun-ampun, Bos, kita kapok, kita tidak akan mengganggu calon istri Bos lagi," mohon preman yang bertubuh tinggi. Lalu preman satunya juga menyahutinya.

"Iya ampun, Bos. Lepaskan kami, Bos! Kami tidak akan mengganggu lagi kami janji!"

Akhirnya Chandra pun melepaskannya. Citra juga senang karena perdamaian sekarang, tapi baru juga Chandra melepaskan sudah dihajar dan ditendang oleh preman itu. Akibatnya Chandra jatuh tersungkur dan meringis kesakitan.

"Kaliaaaan! Benar-benar biadap! Bisa-bisanya janji kalian itu palsu! Haha. Kalian pikir aku sendiri hah! Haha. Tidak mungkin lah," oceh Chandra.

Citra yang takut akan diapa-apakan lagi oleh para preman itu, dia berhamburan ke arah Chandra yang terkapar itu. Dia bingung harus berbuat apa. Tapi kenapa Chandra berucap seperti itu? Apakah akan mendapatkan bala bantuan? Begitu pikir Citra saat ini.

Dan benar hanya Chandra mengeluarkan siulnya kedua bodyguard-nya yang terus membuntutinya tadi datang. Memang sedari tadi bodyguard bersama dengannya, tapi saat di kejauhan melihat Citra yang diperlakukan seperti itu, barulah kedua bodyguard-nya bersembunyi. Chandra memang ingin mengasah kemampuannya yang lama dia tidak pernah latihan bela diri lagi, apalagi dia buta makanya harus sesering mungkin diasah supaya jadi kebiasaan dalam kehidupan kegelapan yang belum lama itu.

"Beraninya kalian melawan Bos kami!" marah bodyguard Chandra yang sangat kekar dan tinggi melebihi kedua preman itu. Pokoknya baru dilihat saja sudah merinding. Bahkan Citra saja berfikiran ini orang atau genderuwo kenapa tinggi sekali dan hitam legam, memakai kaca mata hitam lagi, sungguh menyeramkan dan bikin Citra tertawa tapi ditahannya karena bukan saatnya bercanda sekarang.

"Apa?! Jangan ikut campur kamu! Aku tidak berurusan dengan kalian berdua!" balas preman yang lumayan gemuk dari yang satunya. Menurutnya ini adalah urusan dia kepada Chandra yang menjadi pahlawan kesiangan itu dan sudah mengakibatkan tangannya sakit. Makanya kedua preman itu melakukan kecurangan supaya bisa membalas dendam kepada Chandra.

"Urusan Bos adalah menjadi urusan kita! Dari yang aku lihat tadi kalian benar- benar munafik! Bisa-bisanya bilang berdamai tapi setelahnya mencelakai! Itu bukanlah kesatria namanya!" jawab salah satu bodyguard itu. Membuat kedua preman tertawa bersama-sama. Karena apa perdulinya mereka. Bagi mereka yang penting uang, wanita dan kesenangan. Tidak ada yang lain lagi.

"Gak usah ceramah! Kalau mau ceramah di masjid saja! Hahaha." Kedua preman itu masih dengan tawanya dan tak ada basa-basi lagi, dengan cepat kedua bodyguard itu menghajar kedua preman itu yang tanpa persiapan. Akibatnya kedua preman itu terpental dan terkapar sekarang dengan keganasan kedua bodyguard itu. Membuat kedua kedua preman itu lari terbirit-birit dengan terpincang-pincang karena rasa takutnya.

"Rasakan kaliaaaan! Beraninya main keroyokan dan janji palsuuuu!" teriak Citra yang menghina keduanya. Dia benar-benar kesal dan merasa lega karena

kedatangan Chandra dan kedua bodyguard-nya. Dia merasa aman sekarang dan tidak jadi mati, karena tadinya Citra sudah berfikiran kematian saja saat belum ada bantuan dari Chandra itu.

Citra kemudian mencoba membantu Chandra untuk bangkit. Chandra pun patuh saja dan saat Chandra sudah berdiri Citra pun tersenyum dan mengucap kata terimakasih karena rasa syukur yang dibantu olehnya.

"Terimakasih atas bantuanmu, Chandra. Aku sungguh berhutang budi kepadamu, sekali lagi terimakasih yaaa."

Chandra hanya mengangguk lalu menunjuk ke arah tangan Citra yang masih saja memegangi tangannya itu, membuat Citra segera melepaskan tangan Chandra dengan cengengesan sekarang.

"Ehhh sorry, tidak sengaja! Maaf lancang hehe. Ya sudah kalau begitu kamu mau ke..." Belum usai Citra berbicara atau bertanya kepada Chandra tapi Chandra sudah pergi dengan cepat yang diikuti oleh kedua bodyguardnya. Menjadikan Citra merasa kesal ketika melihatnya.

"Astagaaaa aku kira dia sudah berubah karena berucap mengakuiku calon

istrinya tadi, tapi ternyata dia sama saja yang sangat dingin dan sangat menyebalkan! Tapi ya sudah mau bagaimana lagi dah, nasib-nasib sudah digariskan berjodoh dengannya. Ya sudah deh aku hanya bisa pasrah," celoteh Citra dengan mencemberutkan bibirnya.




Kamis, 24 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 17)

 

Bab 17: Dua Preman

Cinta dan mama Cassandra sedari tadi menelusuri mall, mencari jejak Citra yang hilang tak ditemukan oleh mereka. Keduanya sungguh sangat gelisah. Ke mana Citra itu pergi, begitulah pemikiran keduanya. Bahkan mama Cassandra wajahnya sudah ditekuk berubah sedih karena takut terjadi apa-apa dengan putrinya itu.

"Cinta, apa kita sebaiknya ke ruang informasi orang hilang saja, bagaimana menurutmu? Kita bisa meminta petugas untuk memanggil Citra agar datang ke mari, ayo!" ajak mama Cassandra yang sudah menggandeng tangan Cinta dan menariknya agar ikut dengannya. Walaupun Cinta rasanya tidak ingin melakukan itu, tapi kalau sudah dipaksa ya sudah dia ikut saja. Dia tau kalau Citra tidak ingin diperlakukan seperti itu karena dirinya pun juga kalau menjadi Citra tidak mau juga diperlakukan seperti itu. Seperti anak kecil saja kalau dipanggil di ruang informasi, sungguh memalukan. Jelasnya Citra nanti akan marah kalau mendengar panggilan dari petugas itu.

Dan benar dugaan Cinta, Citra yang berada agak jauh dari mereka dan mendengar semua itu merasa malu dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, kesal dengan ulah mama dan Cinta yang seperti dirinya dianggap anak kecil saja. Dia mengumpat kecil dan mengoceh dengan sebalnya. Sembari menoleh kian ke mari, takutnya saat dia mengumpat orang-orang yang sedang berbelanja di mall mendengarnya.

"Apa-apaan sih Mama dan Cinta itu! Memangnya aku anak kecil apa sampai dipanggil segala, walau kalian menggodaku dengan uang sekalipun, aku tidak akan datang dengan panggilan itu! Enak saja! Tenang saja aku tidak akan hilang lama dan akan pulang sendiri tanpa tergores sekalipun! Lebih baik kalian pulang saja terlebih dahulu! Aku mau menyendiri sekarang!" Citra sudah mulai melangkahkan kakinya dengan cepat. Rasanya dia sudah tidak ingin mendengar informasi yang berulang-ulang diucapkan di ruang informasi itu. Pengap mendengar itu semua. Telinganya terasa gatal dan semakin membuatnya malu saja. Jelasnya seluruh orang-orang di mall yang mendengar itu juga sama kesalnya kepadanya. Karena berisik.

"Citraaaaa kembalilah, Nak... Mama mohon! Mama dan Cinta akan selalu menunggumu di sini! Kalau tidak papamu akan marah nanti!" Malahan mama Cassandra yang berucap sekarang, dengan sedikit mengancam tentang papanya. Membuat Citra sedikit bergidik ngeri tapi ditahannya. Pintar sekali mamanya itu bagi Citra cara mengancamnya, tapi memang Citra sungguh ingin sendiri sekarang. Walau papanya nanti mengamuk dan memukulinya dia tak perduli, yang penting Citra bisa terbebas sekarang. Semakin geli dengan ulah mamanya ini.

"Cih ... mama pintar sekali dalam merayu, pokoknya aku tidak akan terpancing deh," ujar Citra yang sudah berada di luar mall saat ini. Dia juga berniat untuk menyebrang dan menyendiri di taman dekat mall yang menurutnya hijau dan permai juga sangat indah itu. Mungkin dengan berada di sana dan dia menyendiri bisa tenang dan damai. Jadinya Citra bergegas untuk segera ke taman itu.

Namun ternyata saat baru sampai di taman, baru beberapa menit lamanya, seraya Citra sedang sibuk memainkan ponselnya dan ingin berselfie. Tiba-tiba dua orang lelaki menyeramkan datang mendekatinya. Duduk di samping Citra kanan kiri, jadinya Citra berada tengah-tengah diantara mereka. Citra awalnya hanya biasa saja dengan tenangnya karena mengira kalau kedua lelaki itu hanya ingin duduk dan juga pengunjung taman juga.

Tapi lama-lama mereka semakin lama semakin lancang, semakin mendekat ke arah Citra, merapatkan duduknya masing-masing. Padahal kursi panjang sangat banyak. Memang kedua lelaki itu sengaja untuk mengganggu Citra. Citra yang tidak mau terjadi masalah, dia lalu bangkit dari duduknya, tersenyum manis dan mengangguk tanda pamit kepada mereka secara sopan.

Tiba-tiba kedua lelaki itu mencolek leher Citra dengan gemasnya. Menjadikan Citra ketakutan dibuatnya. "Ehhh maaf, saya mau pergi! Saya tidak akan mengganggu kalian. Jadi maaf jangan sekali-kali mengangguku, oke permisi!" pamit Citra dan ingin segera pergi dari taman itu.

Kedua lelaki itu hanya semakin tersenyum menyeringai dan semakin gencar saja dalam menggoda Citra. Terlihat gigi mereka yang agak hitam dan menyeramkan karena mukanya sedikit banyak jahitannya. Kedua alisnya di naikturunkan, tidak mengizinkan Citra untuk pergi dari taman itu. Karena kedua tangan mereka sudah direntangkannya.

"Oho... mau ke mana kamu anak manis? Mendingan temanin Abang saja!" goda lelaki yang lebih tinggi dari satunya. Badannya kekar tapi tidak terlihat baik wajahnya. Citra rasanya benar-benar apes karena bertemu dengan mereka berdua.

"Iya nih, lebih baik di sini saja temani kita, dijamin puas dan Abang pasti memberi kamu uang yang baik, ini," sahut lelaki satunya lagi dengan memberikan uang gebokan kepada Cinta, menyodorkannya, mengiming-iming Citra agar tertarik, karena memang di saku celananya banyak sekali uangnya, karena keduanya habis memalak, sudah kebiasaan mereka pemalak di area sini. Bahkan semua orang juga takut kepada kedua preman itu yang sungguh lumayan dalam ilmu bela dirinya.

Citra yang semakin geram menepis uang itu dan uang itu pun terjatuh dengan kasar karena ulah Citra yang benar-benar kasar. Membuat lelaki yang membawa uang itu geram dan menarik rambut Citra sekarang. Mengendus-endus rambut Citra dengan gemas. Rambut yang lurus dan lembut bagaikan sutra itu. Wangi bagaikan parfum luar negeri juga. Membuat kedua preman itu melayang-layang karena kesempurnaan Citra yang sangat menggiurkan dan menggoda itu.

Citra yang semakin ketakutan karena kedua tangannya sudah dipegangin oleh kedua preman itu dia mulai merintih dan menangis. Ia pun membatin. 'Apa sudah tamat riwayatku? Apa ini semua karena aku kena karma karena tidak menghiraukan mama? Kenapa rasanya hidupku tidak pernah beres dan apes terus Tuhan? Apa aku memang sungguh tidak pantas untuk bahagia? Begitukah? Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus pasrah saja kalau kesucian ku direnggut? Aku mohon Tuhaaan. Berikanlah perlindunganmu dari-Mu dengan datangnya sang pahlawan. Barangkali lelaki itu juga jodohku aku pasrah, karena memang itulah jalan takdirmu.!

Citra yang sudah sangat pasrah. Dia memejamkan kedua matanya sekarang. Memberontak pun tak sanggup. Karena keperkasaan kedua preman itu. Yang hanya dilakukannya adalah menyebut seluruh keluarganya dan meminta maaf kalau dia pernah buat salah. Citra kemudian terkejut yang ternyata dia tidak diapa-apakan oleh mereka berdua, tapi dia mendengar suara yang sungguh tak asing di telinganya. Matanya pun dibuka dengan sempurna. Terharu atas penolongnya itu. Ternyata selama ini dia sangat membencinya tapi ternyata lelaki itu rela menolongnya.

"Chandra? Jadi dia adalah benar jodohku? Aku sudah berucap seperti itu tadi, jadinya mau tidak mau memang aku harus menerimanya, mungkin sudah jalan takdirku seperti ini. Chandra juga tak buruk juga," celoteh Citra yang kini sudah dilepaskan oleh kedua preman itu karena preman itu sudah mendekat ke arah Chandra, berniat menghajarnya.

"Haha ada pahlawan kesiangan rupanya!"




Rabu, 23 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 16)

 

Bab 16: Emosi

"Apa?! Ka kamu?!" jerit Citra saat melihat wajah seseorang yang menabraknya itu, ternyata dia adalah calon suaminya. Chandra. Tadinya suara Chandra sedikit menggema jadi Citra tidak bisa mengenalinya, tapi sekarang sangat jelas terlihat karena Chandra sudah menghadap, tepat berhadap-hadapan dengan Citra sekarang. Karena Citra lah yang menarik kedua kaki Chandra sehingga Chandra membalikkan badannya, kalau Citra tidak bertindak seperti itu pastinya Chandra akan terus diam mematung dan Citra tidak akan tau kalau itu adalah Chandra. Chandra pun mendengus kesal dan merasa risih diperlakukan oleh Citra seperti itu.

Citra yang masih duduk bersimpuh, dia pun semakin mempererat pegangannya, memegang kaki Chandra, kemudian bangkit dari duduknya. Semakin menatap tajam ke arah Chandra sembari menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Kamu tidak akan bisa kabur dariku!" pekik Citra dengan tersenyum menyeringai.

Chandra yang sangat hafal betul suara yang melengking itu adalah milik si Citra, dia juga berteriak sekarang. "Hah?! Kamu?! Sembarangan pegang-pegang aku! Seperti kurang kerjaan saja! Ya sudah pergi sana! Jangan dekati aku lagi!" Chandra mulai membalikkan kembali badannya dan ingin segera pergi dari Citra. Tapi tidak semudah itu. Citra akan terus menyerangnya karena tak terima dengan perlakuan Chandra itu.

"Eits, mau ke mana? Kamu harus bertanggungjawab karena telah menabrakku! Dasar tidak tahu diri kamu! Tidak ada rasa tanggungjawabnya sama sekali!" maki Citra, sekarang ia sudah berkacak pinggang dengan satu tangannya. Sedangkan satu tangannya lagi masih memegangi lengan baju Chandra supaya tidak melepaskan diri dan kabur.

"Iya nih... dasar! Tidak punya mata apa! Apa mata kamu ditaruh di kaki hah?!" Bela Cinta yang juga ikut memaki Chandra. Dia tidak tau kalau Chandra itu buta karena tongkat Chandra sudah dilipat dan dimasukkan sakunya sedari tadi. Yang penting bagi Cinta harus membela kakak sepupunya itu. Dengan begitu kalau kakak sepupunya senang kan dia akan dapat pujian dan besok-besok diajak jalan-jalan terus, dirinya juga pastinya diandalkan oleh kakak sepupunya itu. Mama Cassandra yang merasa aneh dengan lelaki itu dan terus memakai kaca mata tanpa dilepasnya, menatap datar ke sembarang arah, beliau lalu menunjuk dan menebak-nebaknya. "Siapa dia Citra? Apa dia buta? Kalau iya lepaskan, Nak. Kasihan! Jelasnya dia tidak sengaja tadi nenyenggolmu," ucapan mama Cassandra seketika membuat Citra semakin naik darah, karena beliau malah semudah itu berkata menyuruh Citra melepaskannya.

Tadinya memang Citra tidak seberapa marah dan biasa saja, hanya ingin pelaku tabraknya meminta maaf. Itu saja, tapi saat pelakunya adalah sangat sombong dan dia juga Chandra, Citra semakin tidak bisa terima dan ingin memberinya pelajaran, makanya menahan Chandra sekarang. Seperti musuh bebuyutan rasanya kalau bersama Chandra, karena sifat dingin dan songong Chandra menjadikan Citra seperti itu. Coba kalau tidak blagu pastinya Citra terima-terima saja dan bersikap lembut. Makanya Citra benar-benar membenci perjodohan ini. 

"Dia adalah Chandra! Orang yang akan dijodohkan denganku ini! Mama lihat tidak? Beginilah perlakuannya, songong dan tak ada akhlak sama sekali! Puas Mama? Puas? Dan ya memang dia adalah buta!" Citra mulai meninggikan suaranya. Dia yang sudah tidak tahan lagi dengan keadaan ini. Menendang kedua kaki Chandra terlebih dahulu, lalu melepaskan pegangan tangannya. Setelah itu Citra pergi dengan langkah dipercepat tanpa mengajak Cinta maupun mamanya. Dia benar-benar marah sekarang jadi ingin sendirian saja.

Cinta dan mama Cassandra yang melihat Citra pergi begitu saja, terbelalak dan mulutnya menganga sekarang. Padahal niat hati mama Cassandra ingin membuat anaknya berhati lembut seperti biasanya. Tidak bermaksud membela Chandra, apalagi membuat putrinya kesal. Lagian itu juga karena keadaan perjodohan ini yang membuat Citra juga seperti itu. Mana tau mama Cassandra kalau itu adalah Chandra. Jadinya hubungan Citra dan mamanya sekarang semakin renggang karena perjodohan ini.

Sama halnya dengan Cinta. Dia yang baru tau kalau sepupunya dijodohkan dengan lelaki buta dan sangat dingin seperti itu. Hanya meringis dan kasihan juga rasanya. Ia hanya mendengar kakak sepupunya mau menikah itu saja. Tidak tau apa-apa tentang perjodohan ya lelaki buta. Makanya Cinta sungguh sangat heran sekarang, karena om dan tentenya itu sungguh tega.

Mama Cassandra dan Cinta hanya memperdulikan Citra saja sedari tadi. Tanpa melihat Chandra yang mendesis dan menggeram karena tendangan kaki si Citra itu. Keduanya lalu bersiap untuk mengejar Citra. Tapi sebelum itu Cinta yang juga sama kesalnya hatinya dengan Chandra, dia mendorong Chandra hingga Chandra jatuh terjerembah. Ia tertawa saat melihat Chandra sengsara seperti itu.

"Rasakan kamu! Salah sendiri membuat kakak sepupuku sedih!" maki Cinta dan berhamburan begitu saja. Dia berlari dengan meneriaki Citra yang sudah sangat jauh itu.

Sedangkan mama Cassandra yang berada di belakangnya dan tertinggal. Hanya menatap Chandra dengan rasa iba. Tak bisa membantunya karena takut kalau ditinggal oleh Cinta dan tidak menemukan putrinya itu. Beliau hanya berceloteh penuh penyesalan. Menyesal tidak membantunya juga sebagai permohonan maaf untuk anak dan ponakannya itu.

"Maaf, Nak. Ibu tidak bisa menolong. Ibu harus pergi! Kamu hati-hati yaaaa," seru mama Cassandra. Beliau pun langsung berlarian dengan langkah dipercepat agar bisa menyusul Cinta dan putrinya.

Sementara Chandra hanya mendengus dan terus mengumpat. Dia menggerutu dan ingin memaki siapapun orang yang misal mau mendekatinya. Kebetulan bodyguard yang mengantarkannya, mencarinya dan kini datang mendekat. Kedua bodyguard itu merasa menyesal karena tidak bisa menjaga dengan baik tuan mudanya.

"Tuan mudaaaa!" teriak kedua bodyguard itu dan langsung berusaha untuk membantu Chandra bangun. Tapi Chandra yang sudah sangat kesal menepisnya dan mencoba bangun sendiri. Saat Chandra sudah bangun dia menghembuskan nafas dengan kasar dan langsung memaki kedua bodyguard itu.

"Kaliaaaan! Kurang ajar! Dari mana saja kalian hah! Benar-benar menyebalkan! Tidak ada disaat saya membutuhkan! Kalian telat dan lalai menjagaku! Mendingan kalian pergi saja deh! Aku tidak mau kalian repot-repot menjagaku lagi! Mendingan aku sendiri! Tenang aku bisa hidup walau sendiri!" umpat Chandra dengan nada yang mengotot. Urat di lehernya sampai terlihat sangat kentara sekali.

Kedua bodyguard itu hanya menunduk. Mereka serba salah rasanya. Karena memang mereka tadi izin ke toilet tapi mungkin Chandra tidak mendengarnya, jadi sebetulnya ini adalah salah Chandra, tapi mereka juga mengakui kalau mereka lalai. Jadi mereka pastinya akan mempertanggungjawabkan semuanya. 

"Maafkan kami, Bos. Bos jangan marah! Katakan siapa yang melakukan ini kepada, Bos!" ujar bodyguard yang gemuk itu. Dia tegas dalam berucap. Tapi tidak diperdulikan oleh Chandra yang sudah kesal itu. Akhirnya kedua bodyguard itu hanya diam dan mengikuti Chandra saja. Mereka tau betul sifat Chandra yang memang suka diam kalau sedang emosi, pastinya mereka tidak akan berucap lagi supaya Chandra tidak semakin emosi lagi. Kalau dibiarkan saja pastinya nanti emosi Chandra reda dengan sendirinya.




Selasa, 22 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 15)

 

Bab 15: Di Mall

Di mall

Satu jam lamanya akhirnya mereka bertiga sampai di sebuah mall. Mall yang sangat mewah dan elegant. Mall yang sepertinya sangat jarang dikunjungi oleh orang-orang miskin. Bukan karena tidak boleh dikunjungi. Memang tidak ada larangan khusus seperti itu, tapi orang-orang yang uangnya tipis sangat takut untuk datang ke mall ini, karena kualitasnya super semua dan apa-apa di sini sangat mahal karena barangnya sudah pasti branded dan keluaran dari luar negeri, kalau mau beli apapun orang-orang miskin pastinya tidak akan sanggup. Malah akan datang dan membuat mereka gigit jari saja. Juga akan membuat mereka malu. Pokoknya mall ini disebut mall gila oleh orang-orang yang uangnya tipis. Sesuai dengan merk-nya yang namanya adalah crazy mall. "Wow, kenapa ramai sekali ya?" tanya Cinta setelah usai memarkirkan mobilnya dan kini sudah turun bersama-sama, melihat mobil yang begitu banyak itu makanya dia berbicara seperti itu. Sudah pasti kalau seperti itu namanya ramai, karena biasanya kalau sepi mobil-mobil hanya berjumlah sedikit saja.

"Mungkin banyak yang ingin berbelanja hari ini, lagian sekarang kan weekend, kamu lupa ya ... dasar pikun," tanggap Citra yang sekarang dirinya sembari mengeluarkan kaca matanya dari tas jinjing yang dipakainya, memakai dan membenarkan kaca mata style-nya berwarna hitam pekat dan besar berbentuk bulat, jadinya Citra terlihat glamour dan sangat keren. Kecantikannya semakin bertambah kalau sudah seperti ini.

"Wah Kakak cantik sekali pokoknya, tau gitu tadi aku bawa kaca mataku, aku tidak bawa tau? Makanya tidak bisa memakai apa-apa sekarang," protes Cinta ketika melihat Citra sungguh gaya sekarang.

"Cih, kamu kan emang orang pikun, semua sering kamu lupakan. Untung kamu tidak melupakan memakai bajumu, gitu sudah pasti keren dan seru ya kalau kamu melupakan itu. Haha," ejek Citra yang dibalas oleh pukulan tepat di bahunya dari Cinta. Cinta hanya mencebikkan bibirnya karena diejek seperti itu dan sekali-kali tersenyum ketika tiba-tiba secara tak disengaja menatapi mama Cassandra dan bertukar pandang sebentar.

Mama Cassandra yang tidak mau ketinggalan pun ia juga ikut memakai kaca mata yang sama seperti Citra, jadinya anak dan mama ini sekarang sungguh keren. Niat mama Cassandra mencoba memancing Citra dan ingin mendapatkan perhatian ataupun hujataan juga tidak apa-apa, yang penting agar Citra tidak mendiaminya atau mengajak mengobrol dirinya tapi ternyata Citra sangat dingin dan cuek kepadanya, hanya melirik ke arah mamanya itu tapi tidak bertanya apapun.

"Bagaimana, Nak? Keren tidak, Mama? Kalau kamu pastinya sudah sangat keren. Anak Mama gitu lho... pastinya sangat cantik sejak lahir." Membanggakan anaknya berniat agar Citra tergelitik hatinya dan bermanja-manja dengan mamanya seperti dulu, tapi pancingan mama Cassandra ternyata tiada hasil apapun jadinya sekarang beliau hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Yang ada Citra lah yang menanggapinya.

"Cantik sekali, Tante. Pokoknya sama persis lah dengan Kakak Citra. Yang pasti sama lah orang mama dan anak haha, aku gimana sih ... tidak jelas sama sekali," puji Cinta dan membuat Citra tertawa karena ucapan terakhirnya itu.

Mama Cassandra juga ikut tersenyum. Bagi beliau ya sudah kalau Citra sekarang maunya seperti itu, beliau tidak bisa memaksakan kehendak sekarang juga, harusnya beliau berjuang lebih keras lagi dan lagi agar Citra tergerak hatinya dan dekat lagi padanya.

"Terimakasih, Cinta, kamu juga sangat cantik. Pokoknya keluarga kita cantik semua dong pastinya," balas mama Cassandra seraya mengedipkan matanya tapi tak terlihat oleh Cinta karena kaca matanya yang menutupi kedipan matanya itu. Cinta hanya mengangguk dan memberikan jari jempolnya kepada beliau.

Mereka bertiga lalu berjalan masuk ke dalam mall crazy itu. Berniat jalan-jalan terlebih dahulu, jadinya sudah pasti berkeliling sampai puas, kalau sudah puas dan lumayan capek barulah mencari-cari sesuatu barangkali ada yang diinginkan dan dibelanjakan, begitulah biasanya Cinta yang memang sudah terbiasa berbelanja. Pokoknya Citra mengajak Cinta ke mall hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh Cinta saja, karena memang dia sangat bosan dengan keadaan dan kondisinya apabila di rumah terus juga. Walau memang biasanya Citra memang sangat jarang ke mall karena rasa malas untuk berkeliling, dia lebih suka simple, belajar dan belajar, paling-paling shopping-nya suka yang simple yaitu di online karena praktik, makanya Citra dan Cinta adalah perpaduan yang sungguh sangat berbeda keinginannya. Tapi sekarang bagi Citra tidak apa sesekali seperti ini, untuk menghibur dirinya dari kegundahan hati.

"Kamu mau belanja apa, Kak Cit? Tante?" tanya Cinta yang memang sungguh ingin tahu keinginan sepupu dan tantenya itu. Pokoknya selalu Citra yang mencairkan suasananya supaya tidak terus-menerus hening saja.

"Tidak ada!" serempak Citra dan mama Cassandra membalas karena ketidaksengajaan. Kalau mama Cassandra sudah pasti senang dan tersenyum sekarang. Kalau Citra tetap dengan pendiriannya yaitu diam dan diam. Meski sangat ingin dirinya tersenyum tapi ditahannya.

'Maaf, Ma. Citra sudah tidak akan kembali seperti dulu, karena Citra yang sekarang sudah mati karena sikap kalian yang semena-mena kepada Citra. Padahal Citra sudah besar tapi kehidupan sangat diatur oleh kalian, rasanya ingin menjerit karena tidak ada pilihan hidup buat Citra. Citra bagaikan boneka rasanya, hidup tapi seperti mati, hanya patuh kepada kalian saja.' Batin Citra karena kesedihan hatinya.

Cinta pun menggeleng karena ibu dan anak sungguh kompak sekali. Makanya Cinta menyoraki mereka sekarang. "Ciyeee kalian kompak sekali sih, heran aku tuh haha. Emang janjian yaaa. Ada-ada saja, top pokoknya, tapi kalian harus belanja dong masak hanya aku saja. Aku kan tidak mau belanja sendirian," celoteh Cinta dan dia ingin terus menerocos, tapi tiba-tiba Citra berteriak karena ditabrak oleh seorang pemuda yang berkacamata hitam yang melewatinya.

"Aduuuh. Kalau jalan pakai mata dong jangan melamun saja!" maki Citra yang benar-benar kesal karena dirinya sampai jatuh terduduk. Sembari memegangi kakinya yang sedikit terkilir itu.

Sementara pemuda yang berkacamata dan menabraknya hanya diam dan tak bicara apapun, seperti bisu saja. Pemuda itu pun tidak tahu diri dan akan pergi begitu saja, beruntung Citra mencekal kakinya dengan erat dan memukulnya, jadinya dia tidak bisa beranjak ke mana-mana lagi.

"Lepaskan!" Hanya kata itu yang terucap di bibir pemuda itu, tanpa kata maaf atau penyesalan atas menabrak Citra.

Citra pun semakin kesal dengan menggerutukkan giginya, dia ingin tau sebenarnya siapa pemuda itu sampai segitunya, sombong, angkuh, dingin dan tak berperasaan. Pokoknya Citra ingin tau rupanya seperti apa karena ternyata menatapi Citra saja enggan, seperti sok kecakepan sekali. Makanya Citra sungguh penasaran.

"Kak, kamu tidak apa-apa? Sini Cinta bantu!" ucap Cinta sembari mengulurkan tangannya, tapi tidak diterima oleh Citra karena yang diinginkannya adalah bangkit sendiri dan terus mencekali kaki pemuda itu, kalau misal Cinta yang membantunya pastinya pemuda itu akan kabur begitu saja.

"Apa?! Ka-kamu?!"




Senin, 21 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 14)

     

Bab 14: Mau Pergi ?

"Tidak! Tidak boleh!" sambar Citra dengan secepat kilat. Dirinya benar-benar tidak mau kalau mamanya ikut, niatnya saja hanya bersama sepupunya saja untuk menghilangkan kejenuhan eh malah mamanya mau ikut. Kalau misal mamanya ikut takut saja beliau menyebalkan karena mamanya sudah pasti tidak akan menghiburnya dan hanya akan datar seperti papanya saja. Beliau saja tidak pernah membela Citra karena takut kepada papa Citra, jadi bagi Citra mamanya tiada guna. Seperti tidak punya mama saja, semuanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Jadi Citra seperti sebatang kara saja dan serba mandiri.

Cinta hanya diam, dia tidak paham dengan semua itu. Matanya terus menatapi Citra dengan kebingungan, lalu menatapi wajah om dan tantenya yang raut mukanya aneh itu. Dia pun membatin. 'Ada apa ini sebenarnya? Kenapa seram sekali rasanya hawa di rumah ini. Apa akan ada perang dunia ke-lima antara anak dan kedua orang tua ini?'

Mama Cassandra yang tidak terima dan masih ingin ikut, beliau pun berujar sekali lagi. Malahan beliau merengek seperti anak kecil saja kepada Cinta. Tangannya juga sudah bergelayut manja di bahu Cinta, mambuat Cinta semakin kebingungan dan mengernyitkan dahinya. "Boleh ya, Cinta. Tante ikut, boleh yaaa. Tante gak akan macam-macam kok."

Citra yang mendengar itu rasanya geli. Dirinya kesal kepada mamanya itu yang ucapannya diabaikan olehnya. Padahal ia bilang tidak boleh tapi mamanya masih menyerang saja dan tetap bersikeras untuk ikut. Pikir Citra mau apa mamanya itu merengek sampai segitunya, apa disuruh papanya untuk mengawasinya makanya sangat keras kepala seperti itu.

Citra pun menghembuskan nafasnya dengan kasar. Melengos dan melipat kedua tangannya di dada. Cinta yang melihat sikap Citra itu kini dia lah yang bertindak, sedikit membela sepupunya itu supaya bisa keluar berdua saja, meski tidak menjamin kalau pembelaannya ini akan berhasil tapi setidaknya apa salahnya kan mencoba. Cinta benar-benar kasihan kepada sepupunya itu yang sungguh terlihat jenuh dan tidak ingin diganggu oleh mama ataupun papanya.

"Emmm mending lain kali saja kalau Tante mau ikut, soalnya ini urusan remaja Tante, jadi gak apa-apa ya untuk kali ini saja?" seru Cinta yang dibalas oleh Cassandra dengan wajah kekecewaan.

Papa Cirul yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, menurutnya perdebatan mereka sungguh tidak masuk akal, ditambah istrinya yang sekarang ini terus merengek dan melirik sesekali ke arahnya dengan wajah yang memelas. Kalau sudah seperti itu Cirul tidak akan bisa mengabaikan wajah istrinya yang sedih itu. Akhirnya dia yang memberikan keputusan terakhir untuk semuanya supaya adil agar segera usai dan tidak menimbulkan keributan lagi. Tapi bagi Citra itu sungguh keputusan yang tidak adil, tapi keputusan itu adalah keputusan yang egois yang hanya mementingkan mamanya saja dan terdengar sebuah ancaman.

"Diam kalian semuaaaa! Mendingan tidak usah keluar kalau ribut seperti ini! Sekalian Citra di rumah saja kalau Mama tidak diajak!" sembur papa Cirul yang menjadikan Citra semakin kesal sekarang. Rasanya dia tidak ingin keluar saja, moodnya sudah hancur berantakan lagi, bagaimana tidak? Mamanya itu benar- benar tidak mau mengalah dan seperti mama tiri saja. Kedua orang tua Citra sungguh egois dan hanya saling mementingkan dirinya sendiri saja.

"Oh jadi begitu? Ya sudah Citra tidak akan keluar! Mendingan Cinta pulang saja! Maaf Cinta tidak jadi keluar, maaf merepotkanmu!" balas Citra yang ikut-ikutan marah juga, sampai-sampai posisi Cinta terjepit sekarang, merinding rasanya apabila seperti ini. Mau pulang saja bingung harus bagaimana memulainya, dalam pikiran Cinta andai mempunyai ilmu menghilang pasti langsung menghilang saja sampai rumahnya, dari pada seperti ini mau berpamitan pulang juga pasti akan serba salah.

Citra sudah mulai membalikkan badannya, melangkahkan kakinya beberapa langkah saja. Berniat untuk kembali ke kamarnya. Namun, papa Cito pun mencegahnya dengan suara yang menggelegar, sementara mama Cassandra juga ikut bingung dan merasa bersalah. Padahal beliau hanya ingin sesekali bersama anaknya dan menemaninya saja, tapi kenapa hal itu menjadi masalah sekarang. Mungkin karena kesibukannya itu membuat Citra tidak terbuka sekarang dan mulai menjauh darinya, ditambah mama Cassandra juga tidak pernah membelanya sedikitpun dari papanya, maka dari itu menjadi seperti ini. Mama Cassandra juga sadar diri dari awal, tapi dia bisa apa? Selalu tak bisa kalau membantah suaminya itu karena mama Cassandra sudah takut duluan kepada suaminya itu.

"Citraaaaa! Mau ke manaaaa! Mau pergi? Atau Papa tidak akan mengizinkannya lagi walaupun besok atau lusa atau kapanpun itu!"

Citra yang mendengar itu semakin menjadi rasa kesalnya, bisa-bisanya papanya itu mengancam seperti itu. Yang membuat Citra merinding rasanya, kalau sudah keluar ancaman papanya, selalu Citra tak bisa berkutik dan akhirnya dia patuh terhadap ucapan papanya itu. Dengan membalikkan badannya kembali dan melangkah ke arah Cinta dengan langkah yang malas, tidak bersemangat lagi seperti semula.

Mama Cassandra yang sungguh iba kepada putrinya itu beliau mencoba mengalah dan tidak mau ikut lagi, tapi sudah terlambat karena suaminya itu sudah pasti akan menolaknya.

"Ma, ayo cepat pergi! Temani Citra!" perintah papa Cirul dengan alis yang dinaik turunkan dan dagunya ikut menunjuk ke arah Citra.

"Tapi, Pa? Tidak jadi deh, Mama sudah tidak mood dan malas, mendingan Mama menemani Papa saja deh ya, Papa kasihan sendirian di rumah," tolak mama Cassandra dengan senyuman manisnya sembari matanya dikedipkan bermaksud merayu.

Citra yang sudah semakin dekat dengan mamanya itu pun berbisik tepat di telinga mamanya. "Sudah telambat! Sok sekali mau mengalah kamu, Ma. Heleh." "Ayo Cinta, kita pergi!" ajak Citra yang sudah berjalan duluan mendahului Citra. Sementara Cinta hanya cengengesan saja dan menganggukkan kepalanya, setelah itu dia menyusul Citra yang berjalan dengan langkah yang dipercepat dan semakin menjauh itu. Mama Cassandra pun berpamitan kepada suaminya terlebih dahulu dan mengecup punggung tangannya, tak lupa cium pipi kanan dan kirinya.

"Hati-hati, Maaa. Jangan lupa jaga si Citra dengan baik. Jangan kamu memanjakannya! Awas saja kalau memanjakannya!" pesan papa Cirul yang diangguki oleh suaminya itu.

Langkah mama Cassandra pun dipercepat agar tak tertinggal oleh Citra dan Cinta yang sudah menunggunya di luar itu. Sebenarnya mama Cassandra benar-benar tak ingin ikut karena merasa tak enak dengan putrinya itu, tapi sudah terlanjur karena keinginannya itu. Dia tak menyangka kalau suaminya itu akan lebih mementingkan dirinya dari pada anaknya, padahal dia ingin menguji tadi, ia memang bahagia karena suaminya begitu mencintainya, tapi sedih saja anak dan suaminya itu sangat merenggang hubungannya, dan karena ketidak bisanya membela Citra, hubungan dirinya dan Citra juga ikut merenggang. Mungkin ini hukuman untuknya karena selalu meninggalkan Citra karena kesibukan. Jadi mulai sekarang dia akan sering-sering didekat Citra tapi rasanya sudah sangar terlambat.





Minggu, 20 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 13)

    

Bab 13: Rencana Keluar

Sudah lama Citra berada di dalam kamarnya dengan bergelimpangan di atas ranjangnya, menangis tidak jelas seperti itu. Dia yang tidak mau terus-menerus menjadi orang yang cengeng akhirnya bangkit dari tidurnya. Berusaha menata hatinya, karena meskipun dia menangis akan tidak berguna sama sekali. Kedua orang tuanya pastinya akan terus mendorongnya untuk menikah, apalagi papanya itu, yang paling bersemangat dalam pernikahannya.

Segeralah Citra mencari ponselnya, tersenyum ketika melihat ponselnya yang berada tak jauh darinya. Ia pun mencari nomor seorang teman yang dekat dengannya, untuk diajaknya jalan-jalan. Berbelanja mungkin atau makan-makan untuk menghilangkan rasa stresnya. Tapi ternyata dia tidak cukup dekat dengan siapapun dan sangat enggan dengan mengajak seseorang. Alih-alih dia tidak gampang percaya kepada orang lain. Pernah dia memang mempunyai satu teman yang dekat dengannya tapi temannya itu meninggalkannya karena ikut kedua orang tuanya perjalan bisnis, jadilah Citra sendirian sekarang.

Citra berinisiatif mengajak adik sepupunya saja. Lumayan juga masih punya sepupu, meskipun tidak bisa membantu permasalahannya setidaknya bisa menemaninya. Dan dengan cepat Citra menelepon sepupunya itu, menekan tombol hijaunya saat sudah menemukan nomornya.

"Halo Cinta? Kamu sibuk tidak? Kalau tidak maukah Kakak ajak keluar?" tanya Citra yang langsung saja tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Dan itu membuat Cinta, adik sepupunya sejenak berfikir dan terdiam, karena menurutnya aneh dan tak biasanya kakak sepupunya itu mengajaknya. Pernah dia dulu mengajak Citra untuk keluar tapi langsung ditolaknya. Mungkin sekarang kesempatan buat Tuhan untuk mengakrabkan diri antar saudara sepupu.

"Ehhh halo? Cinta... masih di situ kah kamu? Gimana? Mau tidak Kakak ajak keluar? Kalau tidak ya tidak apa-apa sihhh. Cinta... hmmm haloooo... lah malah terbengong kamu ciiiih," keluh Citra dengan tak sabaran karena tak kunjung mendapatkan balasan dari adik sepupunya.

Cinta yang masih mendengar ucapan Citra sekarang, terkekeh dan meminta maaf kepadanya, tak sengaja terbengong gara-gara memikirkan itu semua. "Hehe maaf, Kak tadi aku syok saja. Ada angin apa Kakak mengajakku soalnya, biasanya sekalipun tidak pernah mengajakku, tapi kalau Kakak tidak keberatan dan benar-benar mengajakku ya ayo, ayo saja sihh aku," balas Cinta yang sungguh pasrahnya.

Namun, tak dibalas lagi oleh Citra. Menurutnya sepupunya itu sungguh cerewet, makanya Citra tidak suka mengajaknya karena terlalu kepo dalam hal apapun. Citra suka sendirian, dengan begitu tidak akan ada yang berulah dan mengganggunya. Hanya saja sekarang dia tidak mau sendirian, karena kalau sendirian akan mengakibatkan kegalauan melanda kembali.

Citra pun langsung mematikan teleponnya saja. Setelah itu dia mengechat adik sepupunya itu agar segera bersiap-siap dan dalam kurun waktu 10 menit dia harus menjemputnya, secara harus dijemput adik sepupunya, kalau tidak jangan harap Citra akan boleh keluar. Jelasnya akan dicegah oleh kedua orang tuanya yang alasannya mau menikah tidak boleh keluar dan lain sebagainya.

Untungnya adik sepupunya itu anak yang patuh, makanya iya iya saja. Umur mereka juga hanya selisih satu tahun saja, tapi mereka berbeda karena adik sepupunya dalam memakai mobil sungguh lincah, kalau Citra tidak bisa menyetir mobilnya akibat tidak serius dalam belajarnya, kata Citra tidak penting bisa menyetir mobil, yang paling penting kan ada kendaraan umum tinggal pesan datang deh, begitu menurut Citra yang pemikirannya sungguh sederhana, tak suka kemewahan dan apa adanya. Meskipun dia terlihat elegant, tapi tak dapat dipungkiri dia anak yang sungguh mandiri. Tidak pernah sedikit pun menyusahkan kedua orang tuanya.

Citra tersenyum melihat balasan Cinta yang mengiyakannya. Dia lalu bersiap- siap ke arah kamar mandi untuk mencuci mukanya, setelah itu bermake-up senatural mungkin, dengan gaya rambut andalannya yaitu dikepang ala princes- princes gitu, tak lupa jepit love-love kesukaannya, kepangannya diukir dijadikan bandu ditata serapi mungkin. Cocok dengan wajahnya yang berbentuk mungil, menambah ke-elegantnya dan seperti masih masa remaja saja.

"Bagaimana? Sudah cantik belum? Sudah dong pastinya. Yang pasti Cinta akan kalah dengan kecantikan paripurna milikku ini. Lagian yaaa aku kan hanya bertemu dengan Citra kenapa sangat cantik seperti ini seperti sedang kencan saja. Haha. Biar deh pokoknya di mana pun dan ke mana pun aku harus kece badai, agar semua merasa iri kepadaku haha," hibur Citra kepada dirinya sendiri makanya mengoceh sendiri seperti itu. Tepat di depan cerminnya sambil berkacak pinggang dengan gemasnya.

Dia terkejut ketika mendengar suara yang berada di luar yang sangat dikenalnya itu yaitu suara Cinta yang saling tebar sapa kepada kedua orang tuanya. Citra sungguh tak percaya dengan kedatangan Cinta yang datang secepat itu. Lagian memang rumahnya tidak jauh dari Citra hanya berbeda jalan saja, jadi sudah pasti cepat sampai, tapi herannya kenapa sangat cepat sekali, apa dia tidak dandan? Begitu pikir Citra. Yang kini Citra pun keluar dari kamarnya karena sudah puas memandangi wajahnya. Dia ingin segera menemui Cinta dan segera pergi juga agar segera hilang kejenuhannya.

Citra berceloteh menyapa Cinta ketika sudah menuruni tangga dan melihat sepupunya yang sudah melambaikan tangannya ke arahnya. "Cintaaaa. Cepat sekali kamu! Ayo kita segera berangkat!" ajak Citra dengan secepat mungkin. Menurutnya dia seperti itu agar tidak didahului oleh kedua orang tuanya dan kepergiannya tidak cegah, makanya siasatnya seperti itu. Cinta hanya bisa cengengesan dan menepuk jidatnya pelan, takutnya dia dimarahi oleh om dan tantenya itu karena wajah om dan tantenya sudah agak berubah dan kini sudah menatapinya.

"Mau ke mana memangnya, Cinta?" tanya Cirul dengan suara yang ditekankan. Cinta hanya menatap Citra saja. Dia paham maksud Citra yang melototinya, dalam pelototannya itu seperti ada kata yang terukir kalau Cinta harus bilang yang mengajaknya dan bisa mencari alasan. Jangan sampai bilang kalau Citra yang mengajaknya.

Citra pun membatin dalam perjalanannya menuju ke arah Cinta. 'Cintaaa aku mohon kamu bilang kamu yang mengajakku saja! Kalau kamu tida berbohong dan bilang aku yang mengajakmu pastinya akan gawat dan kita tidak jadi keluar, mata papa saja sudah menyeramkan seperti itu. Terlihat jelas ada kata larangan di dalamnya.'

Cinta yang benar-benar sungguh mengerti langsung membalas ucapan omnya itu. "Ehhh itu, Om. Cinta mau mengajak Citra berbelanja baju. Buat acara pernikahan teman kita yang dalam waktu dekat-dekat ini. Biar terlihat kece badai kita, biasalah wanita kan memang harus suka shopping hehe," jawab Cinta dengan tanpa keraguan sedikitpun, supaya tidak terlihat kebohongannya. Maka dari itu ketegasan Cinta kini membuat kedua orang tua Citra percaya dan tak menaruh curiga sedikitpun.

"Belanja? Kalau Tante ikut bagaimana? Tante juga suka berbelanja dan sudah lama tidak jalan-jalan bersama kita, juga sama kamu Tante kan tidak pernah merasakannya, boleh ya Tante ikut," pinta Cassandra yang benar-benar gawat dan tidak mampu Cinta menolaknya. Dia mau berucap kata ya, tapi Citra

langsung menolaknya.

"Tidak! Tidak boleh!"




Sabtu, 19 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 12)

   

Bab 12: Ocehan dan Umpatan

Sudah agak lama Chandra tertidur di pangkuan bibik. Pastinya bibik sudah sangat letih menemaninya sedari tadi. Dia akhirnya terbangun, mengerjapkan kedua bola matanya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Tertawa

cengengesan karena sudah merepotkan sang bibik. Tangan Chandra melambai- lambai, mencoba mencari tongkatnya kembali. Berniat untuk kembali ke kamarnya saja.

"Ehhh kamu sudah bangun, Nak? Lantas kenapa kamu cengengesan seperti itu, Nak, dan juga kamu mau ke mana? Apa kamu mencari tongkatmu?" tanya bik Mira. Bik Mira memang selalu tau apa yang diinginkan Chandra. Secara Chandra sudah dibesarkannya sejak bayi. Juga bibik lah yang sudah menyingkirkan tongkat Chandra tadi. Niatnya agar Chandra tak kecapekan memeganginya.

"Iya, Bik, Chandra mencari tongkat, apa Bibik melihatnya?" balas Chandra dengan bertanya kembali.

Bik Mira pun langsung saja mengambil tongkat Chandra yang didirikan di sampingnya. Lalu memberikan kepada Chandra dengan tangan Chandra yang dielusnya ketika Chandra sudah memegangi tongkatnya.

"Terimakasih, Bik, kalau begitu Chandra pamit dulu, mau ke kamar, banyak hal yang harus diurus, mulai dari masalah kantor dan semuanya. Sekali lagi terimakasih karena Bibik sudah menemani Chandra selama ini," ucap Chandra dengan tulus. Dia sudah berdiri dari duduknya. Bik Mira pun tersenyum, mengangguk dan memeluk Chandra lagi.

"Enggak usah berterimakasih, karena Bibik akan selalu berada di sampingmu, Nak. Jadi santai saja sama Bibik. Oke." Kali ini bik Mira sudah mengelus punggung Chandra dengan sangat lembut.

"Baiklah, oke Bik. Bibik juga istirahat yaaa. Bye Bibik," pamit Chandra yang sudah melepaskan pelukannya. Ia pun masuk ke dalam kamarnya yang tak jauh dari tempat bibiknya. Sementara bibik juga menuruni tangga. Kembali ke tempatnya juga.

Chandra pun tersenyum ketika dia berada di depan cermin. Mengelus-elus cermin itu, seperti sedang mengelus-elus bayangannya. "Apakah aku masih tampan? Jelasnya masih ya kan? Karena aku memang sudah tampan sejak bayi hoho." Begitulah Chandra ketika sedang menghibur dirinya sendiri. Bangga terhadap dirinya sendiri baginya sangatlah penting. Jadi akan menciptakan percaya diri yang sungguh luar biasa.

Ia lalu membaringkan dirinya di atas ranjangnya. Membayangkan kehidupannya kelak seperti apa bersama Citra. 'Citra? Bagus sihh namanya, tapi entah kenapa aku kurang srek dengannya, mungkin karena dia wanita yang sangat berisik dan seperti mercon mulutnya itu. Jadi sangat tak nyaman, coba saja si Citra pendiam, pastinya dia penurut. Aku memang dari dulu benci wanita yang berisik dan type ku adalah wanita yang pendiam seperti ... Batin Chandra. Perbatinannya terputus karena tak mau memikirkan mantan pacarnya lagi. Baginya memang mantan pacarnya itu pendiam, tapi bukankah dia adalah munafik? Jadi Chandra sudah tak menyukai wanita apapun, baginya semua itu sampah dan wajib dibakar saja. "Persetan dengan semua wanita, persetaaaan! Dengan aku buta saja dia sudah meninggalkanku, ternyata dia tak menerimaku apa adanya, apalagi kalau misalnya aku adalah anak gembel, pastinya tidak akan dilirik sama sekali. Haaaaaah," celoteh Chandra di tengah kegalauannya. Hatinya masih benar-benar hancur, jadinya menerima perjodohan yang diberikan papanya. Coba kalau mantan pacarnya tidak seperti itu, pastinya Chandra akan mempertahankannya dan tidak mau dijodohkan. Tapi kalau sudah begini yang pasti Chandra hanya bisa pasrah saja.

"Kita lihat saja nanti! Apakah si Citra itu akan betah terhadapku! Yang pasti aku akan memberikan kehidupan yang dingin dan datar, supaya dia pergi dari hidupku haha. Tunggu dan lihat saja Citra! Sekuat apa kamu!" tambah Chandra yang masih mengoceh di atas ranjangnya. Menggeliatkan badannya ke kanan dan ke kiri. Melupakan niatnya untuk mengecek laporan keuangan kantornya.

***

Sementara di rumah Citra. Rumahnya sudah dipenuhi barang-barang belanjaan online yang diorderkan oleh mamanya. Mamanya sangat perduli dengan pernikahan Citra, jadi beliau mengorder semuanya, mumpung dia pulang cepat tadi dari kantornya.

Papa Citra juga ikut ribut mengurus pernikahan pernikahan putrinya itu, karena bagi mereka itu adalah kewajiban dan pernikahannya harus semeriah mungkin, tidak boleh diabaikan sama sekali.

"Mamaaaa, Papaaaa. Kenapa ribut sekali siiiih, jangan berisik tau? Citra sedang belajar iniiii," teriak Citra di dalam kamarnya, karena memang dia sedang belajar. Citra yang tidak tahan lagi dengan ulah kedua orang tuanya, dia pun keluar dari kamar dan melihati dari atas, ada apa di bawah sana yang sungguh ribut itu, lagian percuma Citra berteriak, karena tak akan terdengar oleh kedua orangnya yang hanya sibuk memperhatikan barang-barang belanjaannya.

Citra pun terbelalak, ketika melihat semua itu. Kepalanya digelengkan pelan seraya menepuk jidatnya. Menunjuk ke semua barang itu dengan gemasnya. "Pa, Ma, apa itu semua? Kenapa rumah kita berserakan kayak kapal pecah begitu? Barang-barang apa itu? Dan dapat dari mana?" tanya Citra yang sudah mulai menuruni tangga. Sedikit penasaran dengan yang dilakukan kedua orang tuanya. Dia sungguh melupakan pernikahannya, pernikahan yang memang tidak diharapkannya, jadi tidak patut diingat.

"Ehhh Sayangku sudah turun, ke marilah!" sapa mama Cassandra dengan melambaikan tangannya, supaya Citra segera mendekat ke arahnya. Citra pun akhirnya mendekat dan memeluk mamanya. Mencium pipi kanan mamanya dengan sangat lama.

"Papa mana nih ciumannya?" canda Cirul agar tak tercipta kecanggungan dengan putrinya, tapi yang ada Citra hanya melirik saja dan tak memberikan ciuman kepada papanya. Malahan Citra langsung bersuara saja.

"Kalian sedang apa, Ma, Pa? Apa mau Citra bantu?" tawar Citra dengan sangat bersemangat. Itu membuat orang tuanya tersenyum senang, karena menurut mereka Citra sudah menerima semua ini. Terlihat dari wajahnya yang sungguh sumringah dan mau membantu mereka.

Kedua orang tua Citra pun serempak membalas dengan semangat juga. "Ini semua barang buat pernikahanmu, Nak, nanti tinggal kamu vooting baju saja oke!"

Sontak balasan kedua orang tuanya membuat Citra langsung syok dan yang semula Citra memegangi barangku itu, seketika langsung diloloskan dari tangannya. "Apa! Pernikahanku? Secepat inikah? Aku kan belum lulus, Pa, Ma, apa harus secepat ini? Aaaa benar-benar yaaa kalian semua sangat terburu-buru, seperti kalian saja yang mau menikah!"

"Lah memang harus seperti ini, kan satu minggu lagi, Nak," balas Cirul dengan sangat lembut supaya emosi Citra tidak semakin memuncak.

Citra yang tak perduli dan tak mau dengar lagi. Dia pun lalu kembali ke kamarnya kembali, dengan berlarian menaiki tangganya. Berteriak-teriak sejadinya. "Terserah, terserah kalian semuaaaa!"

Air mata Citra menetes dengan sendirinya, dia sudah tak bersemangat lagi seperti tadi, gara-gara menikah secepat itu dan menikah muda, mendahului teman-temannya. Kini Citra sudah sampai di depan kamarnya, membuka pintunya dengan kasar dan menutupnya dengan kasar pula. Citra pun mengumpat dan mengeluh dengan ganasnya.

"Haaaa aku sungguh stres rasanya, haaaa. Apa aku kabur saja? Tapi bagaimana dengan kuliahku? Uang dari mana aku? Aaaaa. Apa memang sudah harus seperti ini? Yang jelas aku akan terus melihat muka Chandra yang sungguh selalu bikin aku kesal itu. Hais!"