Sexy Red Lips
Tampilkan postingan dengan label #Pedro4D. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #Pedro4D. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 15)

 

Bab 15: Di Mall

Di mall

Satu jam lamanya akhirnya mereka bertiga sampai di sebuah mall. Mall yang sangat mewah dan elegant. Mall yang sepertinya sangat jarang dikunjungi oleh orang-orang miskin. Bukan karena tidak boleh dikunjungi. Memang tidak ada larangan khusus seperti itu, tapi orang-orang yang uangnya tipis sangat takut untuk datang ke mall ini, karena kualitasnya super semua dan apa-apa di sini sangat mahal karena barangnya sudah pasti branded dan keluaran dari luar negeri, kalau mau beli apapun orang-orang miskin pastinya tidak akan sanggup. Malah akan datang dan membuat mereka gigit jari saja. Juga akan membuat mereka malu. Pokoknya mall ini disebut mall gila oleh orang-orang yang uangnya tipis. Sesuai dengan merk-nya yang namanya adalah crazy mall. "Wow, kenapa ramai sekali ya?" tanya Cinta setelah usai memarkirkan mobilnya dan kini sudah turun bersama-sama, melihat mobil yang begitu banyak itu makanya dia berbicara seperti itu. Sudah pasti kalau seperti itu namanya ramai, karena biasanya kalau sepi mobil-mobil hanya berjumlah sedikit saja.

"Mungkin banyak yang ingin berbelanja hari ini, lagian sekarang kan weekend, kamu lupa ya ... dasar pikun," tanggap Citra yang sekarang dirinya sembari mengeluarkan kaca matanya dari tas jinjing yang dipakainya, memakai dan membenarkan kaca mata style-nya berwarna hitam pekat dan besar berbentuk bulat, jadinya Citra terlihat glamour dan sangat keren. Kecantikannya semakin bertambah kalau sudah seperti ini.

"Wah Kakak cantik sekali pokoknya, tau gitu tadi aku bawa kaca mataku, aku tidak bawa tau? Makanya tidak bisa memakai apa-apa sekarang," protes Cinta ketika melihat Citra sungguh gaya sekarang.

"Cih, kamu kan emang orang pikun, semua sering kamu lupakan. Untung kamu tidak melupakan memakai bajumu, gitu sudah pasti keren dan seru ya kalau kamu melupakan itu. Haha," ejek Citra yang dibalas oleh pukulan tepat di bahunya dari Cinta. Cinta hanya mencebikkan bibirnya karena diejek seperti itu dan sekali-kali tersenyum ketika tiba-tiba secara tak disengaja menatapi mama Cassandra dan bertukar pandang sebentar.

Mama Cassandra yang tidak mau ketinggalan pun ia juga ikut memakai kaca mata yang sama seperti Citra, jadinya anak dan mama ini sekarang sungguh keren. Niat mama Cassandra mencoba memancing Citra dan ingin mendapatkan perhatian ataupun hujataan juga tidak apa-apa, yang penting agar Citra tidak mendiaminya atau mengajak mengobrol dirinya tapi ternyata Citra sangat dingin dan cuek kepadanya, hanya melirik ke arah mamanya itu tapi tidak bertanya apapun.

"Bagaimana, Nak? Keren tidak, Mama? Kalau kamu pastinya sudah sangat keren. Anak Mama gitu lho... pastinya sangat cantik sejak lahir." Membanggakan anaknya berniat agar Citra tergelitik hatinya dan bermanja-manja dengan mamanya seperti dulu, tapi pancingan mama Cassandra ternyata tiada hasil apapun jadinya sekarang beliau hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Yang ada Citra lah yang menanggapinya.

"Cantik sekali, Tante. Pokoknya sama persis lah dengan Kakak Citra. Yang pasti sama lah orang mama dan anak haha, aku gimana sih ... tidak jelas sama sekali," puji Cinta dan membuat Citra tertawa karena ucapan terakhirnya itu.

Mama Cassandra juga ikut tersenyum. Bagi beliau ya sudah kalau Citra sekarang maunya seperti itu, beliau tidak bisa memaksakan kehendak sekarang juga, harusnya beliau berjuang lebih keras lagi dan lagi agar Citra tergerak hatinya dan dekat lagi padanya.

"Terimakasih, Cinta, kamu juga sangat cantik. Pokoknya keluarga kita cantik semua dong pastinya," balas mama Cassandra seraya mengedipkan matanya tapi tak terlihat oleh Cinta karena kaca matanya yang menutupi kedipan matanya itu. Cinta hanya mengangguk dan memberikan jari jempolnya kepada beliau.

Mereka bertiga lalu berjalan masuk ke dalam mall crazy itu. Berniat jalan-jalan terlebih dahulu, jadinya sudah pasti berkeliling sampai puas, kalau sudah puas dan lumayan capek barulah mencari-cari sesuatu barangkali ada yang diinginkan dan dibelanjakan, begitulah biasanya Cinta yang memang sudah terbiasa berbelanja. Pokoknya Citra mengajak Cinta ke mall hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh Cinta saja, karena memang dia sangat bosan dengan keadaan dan kondisinya apabila di rumah terus juga. Walau memang biasanya Citra memang sangat jarang ke mall karena rasa malas untuk berkeliling, dia lebih suka simple, belajar dan belajar, paling-paling shopping-nya suka yang simple yaitu di online karena praktik, makanya Citra dan Cinta adalah perpaduan yang sungguh sangat berbeda keinginannya. Tapi sekarang bagi Citra tidak apa sesekali seperti ini, untuk menghibur dirinya dari kegundahan hati.

"Kamu mau belanja apa, Kak Cit? Tante?" tanya Cinta yang memang sungguh ingin tahu keinginan sepupu dan tantenya itu. Pokoknya selalu Citra yang mencairkan suasananya supaya tidak terus-menerus hening saja.

"Tidak ada!" serempak Citra dan mama Cassandra membalas karena ketidaksengajaan. Kalau mama Cassandra sudah pasti senang dan tersenyum sekarang. Kalau Citra tetap dengan pendiriannya yaitu diam dan diam. Meski sangat ingin dirinya tersenyum tapi ditahannya.

'Maaf, Ma. Citra sudah tidak akan kembali seperti dulu, karena Citra yang sekarang sudah mati karena sikap kalian yang semena-mena kepada Citra. Padahal Citra sudah besar tapi kehidupan sangat diatur oleh kalian, rasanya ingin menjerit karena tidak ada pilihan hidup buat Citra. Citra bagaikan boneka rasanya, hidup tapi seperti mati, hanya patuh kepada kalian saja.' Batin Citra karena kesedihan hatinya.

Cinta pun menggeleng karena ibu dan anak sungguh kompak sekali. Makanya Cinta menyoraki mereka sekarang. "Ciyeee kalian kompak sekali sih, heran aku tuh haha. Emang janjian yaaa. Ada-ada saja, top pokoknya, tapi kalian harus belanja dong masak hanya aku saja. Aku kan tidak mau belanja sendirian," celoteh Cinta dan dia ingin terus menerocos, tapi tiba-tiba Citra berteriak karena ditabrak oleh seorang pemuda yang berkacamata hitam yang melewatinya.

"Aduuuh. Kalau jalan pakai mata dong jangan melamun saja!" maki Citra yang benar-benar kesal karena dirinya sampai jatuh terduduk. Sembari memegangi kakinya yang sedikit terkilir itu.

Sementara pemuda yang berkacamata dan menabraknya hanya diam dan tak bicara apapun, seperti bisu saja. Pemuda itu pun tidak tahu diri dan akan pergi begitu saja, beruntung Citra mencekal kakinya dengan erat dan memukulnya, jadinya dia tidak bisa beranjak ke mana-mana lagi.

"Lepaskan!" Hanya kata itu yang terucap di bibir pemuda itu, tanpa kata maaf atau penyesalan atas menabrak Citra.

Citra pun semakin kesal dengan menggerutukkan giginya, dia ingin tau sebenarnya siapa pemuda itu sampai segitunya, sombong, angkuh, dingin dan tak berperasaan. Pokoknya Citra ingin tau rupanya seperti apa karena ternyata menatapi Citra saja enggan, seperti sok kecakepan sekali. Makanya Citra sungguh penasaran.

"Kak, kamu tidak apa-apa? Sini Cinta bantu!" ucap Cinta sembari mengulurkan tangannya, tapi tidak diterima oleh Citra karena yang diinginkannya adalah bangkit sendiri dan terus mencekali kaki pemuda itu, kalau misal Cinta yang membantunya pastinya pemuda itu akan kabur begitu saja.

"Apa?! Ka-kamu?!"




Senin, 21 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 14)

     

Bab 14: Mau Pergi ?

"Tidak! Tidak boleh!" sambar Citra dengan secepat kilat. Dirinya benar-benar tidak mau kalau mamanya ikut, niatnya saja hanya bersama sepupunya saja untuk menghilangkan kejenuhan eh malah mamanya mau ikut. Kalau misal mamanya ikut takut saja beliau menyebalkan karena mamanya sudah pasti tidak akan menghiburnya dan hanya akan datar seperti papanya saja. Beliau saja tidak pernah membela Citra karena takut kepada papa Citra, jadi bagi Citra mamanya tiada guna. Seperti tidak punya mama saja, semuanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Jadi Citra seperti sebatang kara saja dan serba mandiri.

Cinta hanya diam, dia tidak paham dengan semua itu. Matanya terus menatapi Citra dengan kebingungan, lalu menatapi wajah om dan tantenya yang raut mukanya aneh itu. Dia pun membatin. 'Ada apa ini sebenarnya? Kenapa seram sekali rasanya hawa di rumah ini. Apa akan ada perang dunia ke-lima antara anak dan kedua orang tua ini?'

Mama Cassandra yang tidak terima dan masih ingin ikut, beliau pun berujar sekali lagi. Malahan beliau merengek seperti anak kecil saja kepada Cinta. Tangannya juga sudah bergelayut manja di bahu Cinta, mambuat Cinta semakin kebingungan dan mengernyitkan dahinya. "Boleh ya, Cinta. Tante ikut, boleh yaaa. Tante gak akan macam-macam kok."

Citra yang mendengar itu rasanya geli. Dirinya kesal kepada mamanya itu yang ucapannya diabaikan olehnya. Padahal ia bilang tidak boleh tapi mamanya masih menyerang saja dan tetap bersikeras untuk ikut. Pikir Citra mau apa mamanya itu merengek sampai segitunya, apa disuruh papanya untuk mengawasinya makanya sangat keras kepala seperti itu.

Citra pun menghembuskan nafasnya dengan kasar. Melengos dan melipat kedua tangannya di dada. Cinta yang melihat sikap Citra itu kini dia lah yang bertindak, sedikit membela sepupunya itu supaya bisa keluar berdua saja, meski tidak menjamin kalau pembelaannya ini akan berhasil tapi setidaknya apa salahnya kan mencoba. Cinta benar-benar kasihan kepada sepupunya itu yang sungguh terlihat jenuh dan tidak ingin diganggu oleh mama ataupun papanya.

"Emmm mending lain kali saja kalau Tante mau ikut, soalnya ini urusan remaja Tante, jadi gak apa-apa ya untuk kali ini saja?" seru Cinta yang dibalas oleh Cassandra dengan wajah kekecewaan.

Papa Cirul yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, menurutnya perdebatan mereka sungguh tidak masuk akal, ditambah istrinya yang sekarang ini terus merengek dan melirik sesekali ke arahnya dengan wajah yang memelas. Kalau sudah seperti itu Cirul tidak akan bisa mengabaikan wajah istrinya yang sedih itu. Akhirnya dia yang memberikan keputusan terakhir untuk semuanya supaya adil agar segera usai dan tidak menimbulkan keributan lagi. Tapi bagi Citra itu sungguh keputusan yang tidak adil, tapi keputusan itu adalah keputusan yang egois yang hanya mementingkan mamanya saja dan terdengar sebuah ancaman.

"Diam kalian semuaaaa! Mendingan tidak usah keluar kalau ribut seperti ini! Sekalian Citra di rumah saja kalau Mama tidak diajak!" sembur papa Cirul yang menjadikan Citra semakin kesal sekarang. Rasanya dia tidak ingin keluar saja, moodnya sudah hancur berantakan lagi, bagaimana tidak? Mamanya itu benar- benar tidak mau mengalah dan seperti mama tiri saja. Kedua orang tua Citra sungguh egois dan hanya saling mementingkan dirinya sendiri saja.

"Oh jadi begitu? Ya sudah Citra tidak akan keluar! Mendingan Cinta pulang saja! Maaf Cinta tidak jadi keluar, maaf merepotkanmu!" balas Citra yang ikut-ikutan marah juga, sampai-sampai posisi Cinta terjepit sekarang, merinding rasanya apabila seperti ini. Mau pulang saja bingung harus bagaimana memulainya, dalam pikiran Cinta andai mempunyai ilmu menghilang pasti langsung menghilang saja sampai rumahnya, dari pada seperti ini mau berpamitan pulang juga pasti akan serba salah.

Citra sudah mulai membalikkan badannya, melangkahkan kakinya beberapa langkah saja. Berniat untuk kembali ke kamarnya. Namun, papa Cito pun mencegahnya dengan suara yang menggelegar, sementara mama Cassandra juga ikut bingung dan merasa bersalah. Padahal beliau hanya ingin sesekali bersama anaknya dan menemaninya saja, tapi kenapa hal itu menjadi masalah sekarang. Mungkin karena kesibukannya itu membuat Citra tidak terbuka sekarang dan mulai menjauh darinya, ditambah mama Cassandra juga tidak pernah membelanya sedikitpun dari papanya, maka dari itu menjadi seperti ini. Mama Cassandra juga sadar diri dari awal, tapi dia bisa apa? Selalu tak bisa kalau membantah suaminya itu karena mama Cassandra sudah takut duluan kepada suaminya itu.

"Citraaaaa! Mau ke manaaaa! Mau pergi? Atau Papa tidak akan mengizinkannya lagi walaupun besok atau lusa atau kapanpun itu!"

Citra yang mendengar itu semakin menjadi rasa kesalnya, bisa-bisanya papanya itu mengancam seperti itu. Yang membuat Citra merinding rasanya, kalau sudah keluar ancaman papanya, selalu Citra tak bisa berkutik dan akhirnya dia patuh terhadap ucapan papanya itu. Dengan membalikkan badannya kembali dan melangkah ke arah Cinta dengan langkah yang malas, tidak bersemangat lagi seperti semula.

Mama Cassandra yang sungguh iba kepada putrinya itu beliau mencoba mengalah dan tidak mau ikut lagi, tapi sudah terlambat karena suaminya itu sudah pasti akan menolaknya.

"Ma, ayo cepat pergi! Temani Citra!" perintah papa Cirul dengan alis yang dinaik turunkan dan dagunya ikut menunjuk ke arah Citra.

"Tapi, Pa? Tidak jadi deh, Mama sudah tidak mood dan malas, mendingan Mama menemani Papa saja deh ya, Papa kasihan sendirian di rumah," tolak mama Cassandra dengan senyuman manisnya sembari matanya dikedipkan bermaksud merayu.

Citra yang sudah semakin dekat dengan mamanya itu pun berbisik tepat di telinga mamanya. "Sudah telambat! Sok sekali mau mengalah kamu, Ma. Heleh." "Ayo Cinta, kita pergi!" ajak Citra yang sudah berjalan duluan mendahului Citra. Sementara Cinta hanya cengengesan saja dan menganggukkan kepalanya, setelah itu dia menyusul Citra yang berjalan dengan langkah yang dipercepat dan semakin menjauh itu. Mama Cassandra pun berpamitan kepada suaminya terlebih dahulu dan mengecup punggung tangannya, tak lupa cium pipi kanan dan kirinya.

"Hati-hati, Maaa. Jangan lupa jaga si Citra dengan baik. Jangan kamu memanjakannya! Awas saja kalau memanjakannya!" pesan papa Cirul yang diangguki oleh suaminya itu.

Langkah mama Cassandra pun dipercepat agar tak tertinggal oleh Citra dan Cinta yang sudah menunggunya di luar itu. Sebenarnya mama Cassandra benar-benar tak ingin ikut karena merasa tak enak dengan putrinya itu, tapi sudah terlanjur karena keinginannya itu. Dia tak menyangka kalau suaminya itu akan lebih mementingkan dirinya dari pada anaknya, padahal dia ingin menguji tadi, ia memang bahagia karena suaminya begitu mencintainya, tapi sedih saja anak dan suaminya itu sangat merenggang hubungannya, dan karena ketidak bisanya membela Citra, hubungan dirinya dan Citra juga ikut merenggang. Mungkin ini hukuman untuknya karena selalu meninggalkan Citra karena kesibukan. Jadi mulai sekarang dia akan sering-sering didekat Citra tapi rasanya sudah sangar terlambat.





Minggu, 20 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 13)

    

Bab 13: Rencana Keluar

Sudah lama Citra berada di dalam kamarnya dengan bergelimpangan di atas ranjangnya, menangis tidak jelas seperti itu. Dia yang tidak mau terus-menerus menjadi orang yang cengeng akhirnya bangkit dari tidurnya. Berusaha menata hatinya, karena meskipun dia menangis akan tidak berguna sama sekali. Kedua orang tuanya pastinya akan terus mendorongnya untuk menikah, apalagi papanya itu, yang paling bersemangat dalam pernikahannya.

Segeralah Citra mencari ponselnya, tersenyum ketika melihat ponselnya yang berada tak jauh darinya. Ia pun mencari nomor seorang teman yang dekat dengannya, untuk diajaknya jalan-jalan. Berbelanja mungkin atau makan-makan untuk menghilangkan rasa stresnya. Tapi ternyata dia tidak cukup dekat dengan siapapun dan sangat enggan dengan mengajak seseorang. Alih-alih dia tidak gampang percaya kepada orang lain. Pernah dia memang mempunyai satu teman yang dekat dengannya tapi temannya itu meninggalkannya karena ikut kedua orang tuanya perjalan bisnis, jadilah Citra sendirian sekarang.

Citra berinisiatif mengajak adik sepupunya saja. Lumayan juga masih punya sepupu, meskipun tidak bisa membantu permasalahannya setidaknya bisa menemaninya. Dan dengan cepat Citra menelepon sepupunya itu, menekan tombol hijaunya saat sudah menemukan nomornya.

"Halo Cinta? Kamu sibuk tidak? Kalau tidak maukah Kakak ajak keluar?" tanya Citra yang langsung saja tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Dan itu membuat Cinta, adik sepupunya sejenak berfikir dan terdiam, karena menurutnya aneh dan tak biasanya kakak sepupunya itu mengajaknya. Pernah dia dulu mengajak Citra untuk keluar tapi langsung ditolaknya. Mungkin sekarang kesempatan buat Tuhan untuk mengakrabkan diri antar saudara sepupu.

"Ehhh halo? Cinta... masih di situ kah kamu? Gimana? Mau tidak Kakak ajak keluar? Kalau tidak ya tidak apa-apa sihhh. Cinta... hmmm haloooo... lah malah terbengong kamu ciiiih," keluh Citra dengan tak sabaran karena tak kunjung mendapatkan balasan dari adik sepupunya.

Cinta yang masih mendengar ucapan Citra sekarang, terkekeh dan meminta maaf kepadanya, tak sengaja terbengong gara-gara memikirkan itu semua. "Hehe maaf, Kak tadi aku syok saja. Ada angin apa Kakak mengajakku soalnya, biasanya sekalipun tidak pernah mengajakku, tapi kalau Kakak tidak keberatan dan benar-benar mengajakku ya ayo, ayo saja sihh aku," balas Cinta yang sungguh pasrahnya.

Namun, tak dibalas lagi oleh Citra. Menurutnya sepupunya itu sungguh cerewet, makanya Citra tidak suka mengajaknya karena terlalu kepo dalam hal apapun. Citra suka sendirian, dengan begitu tidak akan ada yang berulah dan mengganggunya. Hanya saja sekarang dia tidak mau sendirian, karena kalau sendirian akan mengakibatkan kegalauan melanda kembali.

Citra pun langsung mematikan teleponnya saja. Setelah itu dia mengechat adik sepupunya itu agar segera bersiap-siap dan dalam kurun waktu 10 menit dia harus menjemputnya, secara harus dijemput adik sepupunya, kalau tidak jangan harap Citra akan boleh keluar. Jelasnya akan dicegah oleh kedua orang tuanya yang alasannya mau menikah tidak boleh keluar dan lain sebagainya.

Untungnya adik sepupunya itu anak yang patuh, makanya iya iya saja. Umur mereka juga hanya selisih satu tahun saja, tapi mereka berbeda karena adik sepupunya dalam memakai mobil sungguh lincah, kalau Citra tidak bisa menyetir mobilnya akibat tidak serius dalam belajarnya, kata Citra tidak penting bisa menyetir mobil, yang paling penting kan ada kendaraan umum tinggal pesan datang deh, begitu menurut Citra yang pemikirannya sungguh sederhana, tak suka kemewahan dan apa adanya. Meskipun dia terlihat elegant, tapi tak dapat dipungkiri dia anak yang sungguh mandiri. Tidak pernah sedikit pun menyusahkan kedua orang tuanya.

Citra tersenyum melihat balasan Cinta yang mengiyakannya. Dia lalu bersiap- siap ke arah kamar mandi untuk mencuci mukanya, setelah itu bermake-up senatural mungkin, dengan gaya rambut andalannya yaitu dikepang ala princes- princes gitu, tak lupa jepit love-love kesukaannya, kepangannya diukir dijadikan bandu ditata serapi mungkin. Cocok dengan wajahnya yang berbentuk mungil, menambah ke-elegantnya dan seperti masih masa remaja saja.

"Bagaimana? Sudah cantik belum? Sudah dong pastinya. Yang pasti Cinta akan kalah dengan kecantikan paripurna milikku ini. Lagian yaaa aku kan hanya bertemu dengan Citra kenapa sangat cantik seperti ini seperti sedang kencan saja. Haha. Biar deh pokoknya di mana pun dan ke mana pun aku harus kece badai, agar semua merasa iri kepadaku haha," hibur Citra kepada dirinya sendiri makanya mengoceh sendiri seperti itu. Tepat di depan cerminnya sambil berkacak pinggang dengan gemasnya.

Dia terkejut ketika mendengar suara yang berada di luar yang sangat dikenalnya itu yaitu suara Cinta yang saling tebar sapa kepada kedua orang tuanya. Citra sungguh tak percaya dengan kedatangan Cinta yang datang secepat itu. Lagian memang rumahnya tidak jauh dari Citra hanya berbeda jalan saja, jadi sudah pasti cepat sampai, tapi herannya kenapa sangat cepat sekali, apa dia tidak dandan? Begitu pikir Citra. Yang kini Citra pun keluar dari kamarnya karena sudah puas memandangi wajahnya. Dia ingin segera menemui Cinta dan segera pergi juga agar segera hilang kejenuhannya.

Citra berceloteh menyapa Cinta ketika sudah menuruni tangga dan melihat sepupunya yang sudah melambaikan tangannya ke arahnya. "Cintaaaa. Cepat sekali kamu! Ayo kita segera berangkat!" ajak Citra dengan secepat mungkin. Menurutnya dia seperti itu agar tidak didahului oleh kedua orang tuanya dan kepergiannya tidak cegah, makanya siasatnya seperti itu. Cinta hanya bisa cengengesan dan menepuk jidatnya pelan, takutnya dia dimarahi oleh om dan tantenya itu karena wajah om dan tantenya sudah agak berubah dan kini sudah menatapinya.

"Mau ke mana memangnya, Cinta?" tanya Cirul dengan suara yang ditekankan. Cinta hanya menatap Citra saja. Dia paham maksud Citra yang melototinya, dalam pelototannya itu seperti ada kata yang terukir kalau Cinta harus bilang yang mengajaknya dan bisa mencari alasan. Jangan sampai bilang kalau Citra yang mengajaknya.

Citra pun membatin dalam perjalanannya menuju ke arah Cinta. 'Cintaaa aku mohon kamu bilang kamu yang mengajakku saja! Kalau kamu tida berbohong dan bilang aku yang mengajakmu pastinya akan gawat dan kita tidak jadi keluar, mata papa saja sudah menyeramkan seperti itu. Terlihat jelas ada kata larangan di dalamnya.'

Cinta yang benar-benar sungguh mengerti langsung membalas ucapan omnya itu. "Ehhh itu, Om. Cinta mau mengajak Citra berbelanja baju. Buat acara pernikahan teman kita yang dalam waktu dekat-dekat ini. Biar terlihat kece badai kita, biasalah wanita kan memang harus suka shopping hehe," jawab Cinta dengan tanpa keraguan sedikitpun, supaya tidak terlihat kebohongannya. Maka dari itu ketegasan Cinta kini membuat kedua orang tua Citra percaya dan tak menaruh curiga sedikitpun.

"Belanja? Kalau Tante ikut bagaimana? Tante juga suka berbelanja dan sudah lama tidak jalan-jalan bersama kita, juga sama kamu Tante kan tidak pernah merasakannya, boleh ya Tante ikut," pinta Cassandra yang benar-benar gawat dan tidak mampu Cinta menolaknya. Dia mau berucap kata ya, tapi Citra

langsung menolaknya.

"Tidak! Tidak boleh!"




Sabtu, 19 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 12)

   

Bab 12: Ocehan dan Umpatan

Sudah agak lama Chandra tertidur di pangkuan bibik. Pastinya bibik sudah sangat letih menemaninya sedari tadi. Dia akhirnya terbangun, mengerjapkan kedua bola matanya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Tertawa

cengengesan karena sudah merepotkan sang bibik. Tangan Chandra melambai- lambai, mencoba mencari tongkatnya kembali. Berniat untuk kembali ke kamarnya saja.

"Ehhh kamu sudah bangun, Nak? Lantas kenapa kamu cengengesan seperti itu, Nak, dan juga kamu mau ke mana? Apa kamu mencari tongkatmu?" tanya bik Mira. Bik Mira memang selalu tau apa yang diinginkan Chandra. Secara Chandra sudah dibesarkannya sejak bayi. Juga bibik lah yang sudah menyingkirkan tongkat Chandra tadi. Niatnya agar Chandra tak kecapekan memeganginya.

"Iya, Bik, Chandra mencari tongkat, apa Bibik melihatnya?" balas Chandra dengan bertanya kembali.

Bik Mira pun langsung saja mengambil tongkat Chandra yang didirikan di sampingnya. Lalu memberikan kepada Chandra dengan tangan Chandra yang dielusnya ketika Chandra sudah memegangi tongkatnya.

"Terimakasih, Bik, kalau begitu Chandra pamit dulu, mau ke kamar, banyak hal yang harus diurus, mulai dari masalah kantor dan semuanya. Sekali lagi terimakasih karena Bibik sudah menemani Chandra selama ini," ucap Chandra dengan tulus. Dia sudah berdiri dari duduknya. Bik Mira pun tersenyum, mengangguk dan memeluk Chandra lagi.

"Enggak usah berterimakasih, karena Bibik akan selalu berada di sampingmu, Nak. Jadi santai saja sama Bibik. Oke." Kali ini bik Mira sudah mengelus punggung Chandra dengan sangat lembut.

"Baiklah, oke Bik. Bibik juga istirahat yaaa. Bye Bibik," pamit Chandra yang sudah melepaskan pelukannya. Ia pun masuk ke dalam kamarnya yang tak jauh dari tempat bibiknya. Sementara bibik juga menuruni tangga. Kembali ke tempatnya juga.

Chandra pun tersenyum ketika dia berada di depan cermin. Mengelus-elus cermin itu, seperti sedang mengelus-elus bayangannya. "Apakah aku masih tampan? Jelasnya masih ya kan? Karena aku memang sudah tampan sejak bayi hoho." Begitulah Chandra ketika sedang menghibur dirinya sendiri. Bangga terhadap dirinya sendiri baginya sangatlah penting. Jadi akan menciptakan percaya diri yang sungguh luar biasa.

Ia lalu membaringkan dirinya di atas ranjangnya. Membayangkan kehidupannya kelak seperti apa bersama Citra. 'Citra? Bagus sihh namanya, tapi entah kenapa aku kurang srek dengannya, mungkin karena dia wanita yang sangat berisik dan seperti mercon mulutnya itu. Jadi sangat tak nyaman, coba saja si Citra pendiam, pastinya dia penurut. Aku memang dari dulu benci wanita yang berisik dan type ku adalah wanita yang pendiam seperti ... Batin Chandra. Perbatinannya terputus karena tak mau memikirkan mantan pacarnya lagi. Baginya memang mantan pacarnya itu pendiam, tapi bukankah dia adalah munafik? Jadi Chandra sudah tak menyukai wanita apapun, baginya semua itu sampah dan wajib dibakar saja. "Persetan dengan semua wanita, persetaaaan! Dengan aku buta saja dia sudah meninggalkanku, ternyata dia tak menerimaku apa adanya, apalagi kalau misalnya aku adalah anak gembel, pastinya tidak akan dilirik sama sekali. Haaaaaah," celoteh Chandra di tengah kegalauannya. Hatinya masih benar-benar hancur, jadinya menerima perjodohan yang diberikan papanya. Coba kalau mantan pacarnya tidak seperti itu, pastinya Chandra akan mempertahankannya dan tidak mau dijodohkan. Tapi kalau sudah begini yang pasti Chandra hanya bisa pasrah saja.

"Kita lihat saja nanti! Apakah si Citra itu akan betah terhadapku! Yang pasti aku akan memberikan kehidupan yang dingin dan datar, supaya dia pergi dari hidupku haha. Tunggu dan lihat saja Citra! Sekuat apa kamu!" tambah Chandra yang masih mengoceh di atas ranjangnya. Menggeliatkan badannya ke kanan dan ke kiri. Melupakan niatnya untuk mengecek laporan keuangan kantornya.

***

Sementara di rumah Citra. Rumahnya sudah dipenuhi barang-barang belanjaan online yang diorderkan oleh mamanya. Mamanya sangat perduli dengan pernikahan Citra, jadi beliau mengorder semuanya, mumpung dia pulang cepat tadi dari kantornya.

Papa Citra juga ikut ribut mengurus pernikahan pernikahan putrinya itu, karena bagi mereka itu adalah kewajiban dan pernikahannya harus semeriah mungkin, tidak boleh diabaikan sama sekali.

"Mamaaaa, Papaaaa. Kenapa ribut sekali siiiih, jangan berisik tau? Citra sedang belajar iniiii," teriak Citra di dalam kamarnya, karena memang dia sedang belajar. Citra yang tidak tahan lagi dengan ulah kedua orang tuanya, dia pun keluar dari kamar dan melihati dari atas, ada apa di bawah sana yang sungguh ribut itu, lagian percuma Citra berteriak, karena tak akan terdengar oleh kedua orangnya yang hanya sibuk memperhatikan barang-barang belanjaannya.

Citra pun terbelalak, ketika melihat semua itu. Kepalanya digelengkan pelan seraya menepuk jidatnya. Menunjuk ke semua barang itu dengan gemasnya. "Pa, Ma, apa itu semua? Kenapa rumah kita berserakan kayak kapal pecah begitu? Barang-barang apa itu? Dan dapat dari mana?" tanya Citra yang sudah mulai menuruni tangga. Sedikit penasaran dengan yang dilakukan kedua orang tuanya. Dia sungguh melupakan pernikahannya, pernikahan yang memang tidak diharapkannya, jadi tidak patut diingat.

"Ehhh Sayangku sudah turun, ke marilah!" sapa mama Cassandra dengan melambaikan tangannya, supaya Citra segera mendekat ke arahnya. Citra pun akhirnya mendekat dan memeluk mamanya. Mencium pipi kanan mamanya dengan sangat lama.

"Papa mana nih ciumannya?" canda Cirul agar tak tercipta kecanggungan dengan putrinya, tapi yang ada Citra hanya melirik saja dan tak memberikan ciuman kepada papanya. Malahan Citra langsung bersuara saja.

"Kalian sedang apa, Ma, Pa? Apa mau Citra bantu?" tawar Citra dengan sangat bersemangat. Itu membuat orang tuanya tersenyum senang, karena menurut mereka Citra sudah menerima semua ini. Terlihat dari wajahnya yang sungguh sumringah dan mau membantu mereka.

Kedua orang tua Citra pun serempak membalas dengan semangat juga. "Ini semua barang buat pernikahanmu, Nak, nanti tinggal kamu vooting baju saja oke!"

Sontak balasan kedua orang tuanya membuat Citra langsung syok dan yang semula Citra memegangi barangku itu, seketika langsung diloloskan dari tangannya. "Apa! Pernikahanku? Secepat inikah? Aku kan belum lulus, Pa, Ma, apa harus secepat ini? Aaaa benar-benar yaaa kalian semua sangat terburu-buru, seperti kalian saja yang mau menikah!"

"Lah memang harus seperti ini, kan satu minggu lagi, Nak," balas Cirul dengan sangat lembut supaya emosi Citra tidak semakin memuncak.

Citra yang tak perduli dan tak mau dengar lagi. Dia pun lalu kembali ke kamarnya kembali, dengan berlarian menaiki tangganya. Berteriak-teriak sejadinya. "Terserah, terserah kalian semuaaaa!"

Air mata Citra menetes dengan sendirinya, dia sudah tak bersemangat lagi seperti tadi, gara-gara menikah secepat itu dan menikah muda, mendahului teman-temannya. Kini Citra sudah sampai di depan kamarnya, membuka pintunya dengan kasar dan menutupnya dengan kasar pula. Citra pun mengumpat dan mengeluh dengan ganasnya.

"Haaaa aku sungguh stres rasanya, haaaa. Apa aku kabur saja? Tapi bagaimana dengan kuliahku? Uang dari mana aku? Aaaaa. Apa memang sudah harus seperti ini? Yang jelas aku akan terus melihat muka Chandra yang sungguh selalu bikin aku kesal itu. Hais!"




Kamis, 17 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 11)

  

Bab 11: Keluh Kesah

Chandra sekarang sudah sampai di depan rumahnya. Dia berjalan perlahan tapi pasti untuk masuk ke dalam rumah. Badannya terasa sangat lelah padahal hanya melakukan kencan buta saja, mungkin karena batinnya tersiksa makanya menjadikan dia capek seperti itu. Malahan sekarang dia bertemu dengan papanya yang berada di ruang tamu, jelas si Cito tidak akan tinggal diam dan bertanya tentang perkembangan kencan anaknya. Apalagi papanya di ruang tamu itu bersama dengan istri barunya, membuat Chandra semakin risih dan tidak senang.

"Halo anak Papa yang ganteng? Bagaimana? Apa berjalan dengan mulus kencannya tadi? Kamu setuju kan dengan keputusan, Papa?" tanya Cito yang benar-benar membuat Chandra malas. Chandra hanya bisa menggeram, tak mau membalas pertanyaan papanya. Ia sejenak terhenti lalu pergi begitu saja ketika ocehan papanya yang didengar tak penting sama sekali baginya, tapi langsung dilempari bantal oleh Cito dengan keras, tepat mengenai punggung Chandra. "Chandra! Tidak sopan! Jangan asal pergi! Jawab pertanyaan, Papa terlebih dulu! Atau akan Papa coret kamu dari daftar nama keluarga!" tambah Cito dengan berteriak seraya mengeluarkan ancaman yang dingin dan tak terbantahkan. Membuat Chandra menoleh, menghembuskan nafasnya kasar karena selalu begitu ancaman papanya. Tidak pernah diganti dengan ancaman lainnya, tapi meskipun begitu, ancaman itu selalu membuat Chandra takut karena dia belum siap untuk hidup menggembel di jalanan.

"Ya terserah, Papa saja! Atur saja semuanya!" jawab Chandra lantang, setelah itu dia berjalan menaiki tangga ke arah kamarnya.

Cito hanya bisa memainkan nafasnya sesekali, menatapi punggung Chandra yang semakin menjauh darinya. Meskipun dia tau kalau anaknya tak ikhlas menerima semua itu, tapi bagi Cito yang penting Chandra sudah setuju dan dia merasa senang sekarang. Dengan begitu perusahaannya akan semakin maju karena bersanding dan bekerja sama dengan perusahaan Cirul yang sama besarnya. Sehingga akan tercipta perusahaan nomor 1, yang tiada tandingannya.

"Huh anak itu, Pa, selalu begitu tidak sopan. Bagaimana sih kamu mendidiknya dulu, tapi meskipun begitu kamu harus sabar jangan sampai jantungan karenanya, kamu kan belum mempunyai anak dariku, jadi harus hidup lama denganku, ya Pa," seru mama tiri Chandra yang suaranya sungguh genit. Sampai- sampai Chandra yang masih bisa mendengarnya merinding dan tersenyum kecut. Malas meladeni papa maupun mama tirinya itu.

Malahan Cito selalu suka memanjakan istri barunya itu dan kini dia memeluknya erat. "Tenang saja meskipun dia begitu tetap tak bisa melawanku, maklumi mungkin karena sudah ditinggal lama oleh mamanya, juga jantungku sangat kuat, Sayang, lagian kapan sih kamu hamil? Apa perlu kita bekerja lebih giat lagi? Kalau iya, ayo sekarang ke kamar dan kita proses lagi agar kamu segera hamil." Belum sempat mama tiri Chandra membalas ucapan Cito. Namun Cito langsung mengajaknya berdiri. Menggendongnya terlebih dahulu. Diajaknya mama tiri Chandra yang bernama Cisilia itu ke arah kamarnya.

Tapi sebelum masuk ke dalam kamar dan Cito yang masih melihati Chandra berada di luar kamarnya. Duduk bersantai sambil menikmati ketenangan dan kesendirian. Cito pun mengeluarkan suaranya kembali. Karena memang kamar Cito juga berada di lantai atas tak jauh dari kamar anaknya.

"Chandra? Bagaimana kalau kamu menikah satu minggu lagi? Apa kamu siap?" "Apa, Pa! Sa satu minggu lagi? Apa Papa tidak salah bicara? Satu minggu itu waktu yang sangat singkat, Papa gila apa! Kenapa Papa yang ngebet sekali dengan kata menikah dari pada aku, apa Papa mau menikah lagi? Hmmmm," protes Chandra dengan alih-alih mengejek papanya. Bagi Chandra memang papanya benar-benar sangat keterlaluan dan seenak jidatnya saja.

"Lho bukankah lebih cepat lebih baik? Jelasnya Cirul juga pasti akan menyetujuinya. Pokoknya siap tidak siap kamu harus siap, ya sudah kamu istirahat sana! Papa mau bercinta dulu, bye, bye! Dan jangan sembarangan berucap, menikah apa! Sudah cukup Cisilia yang menjadi, Mama kamu, saat ini dan selamanya." Usai mengucapkan itu.

Cito langsung masuk ke dalam kamarnya dengan Cisilia yang masih ada di gendongannya ala bridal style. Keduanya bercanda tawa menikmati ciuman panasnya tanpa rasa malu. Karena bagi mereka Chandra buta saja jadi bebas melakukan apapun.

Chandra hanya bisa menelan salivanya dengan kasar. Jijik rasanya mendengar keromantisan mereka. Setiap kali kalau papanya seperti itu bersama mama tirinya. Hatinya sangat teriris teringat mamanya yang amat ia rindukan. Rasanya seperti mamanya dihianati oleh papanya. Karena memang Chandra sewaktu papanya mau menikah lagi dia sungguh sangat menentang. Bagi Chandra seharusnya papanya bisa setia selamanya dengan mamanya dan tak menikah lagi. Tapi ternyata Chandra tak kuasa dan tak bisa menentang papanya itu. Jadi dia hanya bisa pasrah saja.

Dulu sewaktu Chandra masih kecil sungguh ingin kabur karena muak dengan kehidupannya. Namun, bik Mira yang merawat dia sejak kecil itu terus menerus berada di sampingnya. Menegur Chandra dan mendidiknya dengan baik. Maka dari itu Chandra mengurungkan niatnya dan patuh kepada bik Mira. Bagi dia kini bibiklah yang membuatnya merasa kalau mamanya masih berada di sampingnya karena bik Mira sama persis sifatnya dengan mamanya. Bahkan bik Mira adalah tempat keluh kesah Chandra setelah Tuhannya. Selalu bik Mira berada di samping Chandra ketika membutuhkannya.

Sekarang pun bik Mira berada tepat di depan Chandra, usai Cito dan Cisilia masuk ke dalam kamar. Bik Mira sedari tadi sudah berada di tangga dan berdiri saja mendengarkan semua itu. Makanya bik Mira merasakan apa yang diderita Chandra sekarang. Tangannya pun langsung meraih tangan Chandra tanpa ragu- ragu. Dalam hatinya selalu berjanji akan menjaga Chandra sampai hembusan nafas terakhirnya, seperti janjinya dulu kepada mama Chandra.

"Tuan muda, jangan terus memendam rasa sakit di hatimu, kalau mau menangis, menangislah! Bibik siap menemani, keluarkanlah keluh kesahmu, maaf Bibik tak bisa membantu apapun karena tak kuasa, misalnya kalau Tuan muda sungguh tak mau menerima perjodohan ini, Tuan muda bisa melakukan apa yang menurut hatimu baik, pokoknya Bibik akan selalu mendukungmu dan membelamu, jangan takut! Ada Bibik, dengarkanlah saja hati kecilmu." 

Mendengar penuturan dari bik Mira. Chandra akhirnya menangis. Rasa sakit di hatinya tidak bisa dibendung lagi. Bahkan kini bik Mira sudah memeluknya erat. Tidak ada kata lancang antara bik Mira dan Chandra. Keduanya sudah seperti ibu dan anak yang sangat saling menyayangi dan saling berkorban satu sama lain.

"Aku sudah tak kuat, Bik, tapi bagaimana lagi? Aku tak bisa melawan kehendak, Papa. Bukankah dari dulu Papa selalu seperti itu? Kalau aku melawan bisa-bisa aku diusir dari rumah ini, dulu memang aku sangat ingin keluar dari rumah ini, Bik. Karena memang sifatku dulu masih labil masih kecil, tapi sekarang aku memikirkan masa depan, kalau aku diusir disamping tidak bertemu Bibik, juga belum siap Bik, jadi ya sudah aku menerimanya saja," terang Chandra dengan memelas pasrah.

Bik Mira terus mengangguk dan mendengar keluh kesahnya. Sampai-sampai Chandra tertidur dengan sendirinya di pelukannya. Selalu usai curhat pastinya tertidur di pelukan bibik. Karena memang sudah sangat nyaman.




Rabu, 16 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 10)

 

Bab 10: Kualitas Super

"Oh iya, maafkan supir ku yang teledor ini."

Ucapan Chandra selalu membuat Citra kesal. Karena selalu singkat, padat dan jelas. Meskipun jelas, tapi bagi Citra itu membosankan karena datar seperti dinding luar yang kehujanan juga kepanasan akibat tak teduh. Makanya Citra mengibaratkan berbicara dan akan menikah dengan dinding atau kulkas 2 pintu

itu.

Sekarang Chandra sudah merogoh kantongnya. Mengeluarkan Beberapa lembaran dari sakunya dan menyodorkan uang itu kepada Citra. Dia tidak berbicara apa-apa, tapi langsung seperti itu. Makanya Citra langsung menginjak kakinya karena dia semakin kesal. Membuat Chandra mendesis karena

kesakitan. Lalu keduanya menghentikan adegan ramai itu ketika seorang lelaki paruh baya tiba-tiba mendekat.

"Ehhh ada apa, Nak? Kenapa kamu kesetanan seperti ini? Tumben. Apa dia menyakitimu? Iya memang Papa juga kesal karena mobilnya berhenti mendadak, tapi Papa keluar hanya ingin menasehatinya. Tapi ya sudah terwakilkan olehmu. Tadinya Papa keluar hanya penasaran dan khawatir saja dengan kamu yang langsung menghampirinya," sela Cirul yang sudah mendekat ke arah anaknya. Mencoba menenangkan putrinya, karena Cirul tidak mau kalau Citra membuat kegaduhan di tempat umum seperti ini. Malu dong dia sebagai pengusaha sukses, tapi anaknya seperti perempuan tak bermoral dan tak anggun sama sekali. Cirul pun menatapi anaknya, lalu menatapi Chandra dengan mengernyitkan dahinya ketika melihat kaca mata hitamnya yang menyilaukan itu. Bahkan tongkatnya juga terlihat bersih mengkilat dan pastinya harganya tentu sangatlah mahal. Cirul sudah bisa menebak kalau lelaki itu buta. Tapi belum menerka kalau dia adalah Chandra.

"Memang siapa dia?" tambah Cirul yang akhirnya penasaran ketika sudah puas menatapi lelaki yang ada di depannya itu. Menunjuknya dengan jari telunjuk. "Papa tidak mengenal dia? Dia adalah menantu kesayangan Papa itu. Dia si Chandra. Menantu yang kualitas super. Limited edition. Huh pokoknya benar- benar tidak jelas juga, Papa ini. Masak menantu originalnya bukan KW tak dikenalinya, menyebalkan dong, bagaimana. Papa ini!" protes Citra dengan mengejek papanya. Memang Citra seperti itu mencoba menyadarkan papanya terus dan terus kalau dia benar-benar tak menyukai Chandra ini.

Namun, malahan Cirul tersenyum bangga ketika melihat calon menantunya yang tiba-tiba berada di hadapannya saat ini. "Kamu? Chandra? Benarkah? Haha senang bertemu denganmu, Nak."

Cirul yang sungguh sangat senang. Bertemu dengan menantunya, dia pun langsung meraih tangan Cirul dan menggenggam tangannya erat. Menaikturunkan tangannya itu seolah-olah menjabatnya. Padahal dia seperti itu adalah ungkapan rasa senang dan sok akrabnya. Dengan begitu tak akan menciptakan kecanggungan.

Sedangkan Chandra, dia hanya tersenyum penuh keraguan. Merasa tak suka dengan sikap sok akrabnya lelaki paruh baya yang ada dihadapannya sekarang. Tapi dia anak yang sopan santun, jadi bisa menahan rasa itu. Walaupun tak nyaman, tapi tetap dia tersenyum. Meskipun senyumannya penuh kemunafikan. Citra yang melihat gelagat tak enak dengan raut muka Chandra, dia pun meraih tangan papanya dan menariknya cepat. Membuat tangan papanya akhirnya terlepas dari Chandra. Cirul menoleh ke arah Citra dan melototinya. Citra pun spontan menunduk dan tak melihati papanya lagi. Takut juga kalau Cirul sudah garang seperti itu.

"Hehe maafkan anak, Papa yang agak galak ini. Tapi sebetulnya dia sangat baik kok, mungkin karena kalian belum saling mengenal lebih dalam saja, Nak. Pastinya nanti kalian akan terbiasa." Cirul sekarang beralih menepuk pundak Chandra dengan senyuman penuh kemenangan. Beliau terus mencoba mengakrabkan diri kepada Chandra. Terus dan terus.

Chandra yang tak enak sedari tadi diam dan menurutnya tidak sopan. Dia pun merespon Cirul dengan berdehem terlebih dahulu. "Hmmm maafkan saya, Om. Tidak bermaksud menghentikan mobil, Om. Entah kenapa supir saya berhenti mendadak, saya tidak tau karena saya buta. Sekali lagi maaf dan saya mau permisi karena banyak kesibukan yang harus diurus."

Kepamitan Chandra yang tiba-tiba itu. Langsung menjadikan Citra menaikkan kepalanya. Ia yang sedari tadi tak memandangi Chandra pun menatapinya dengan muka masam. Karena Chandra selalu sangat sok sekali meskipun terhadap papanya. Padahal dia mencoba mengerti kalau Chandra sok kepada dirinya tak apa. Tapi ini kepada papanya. Makanya Citra ingin rasanya menguliti dia. Kakinya sudah bersiap untuk menginjak kaki Chandra lagi. Namun, Cirul yang tau maksud putri si mata wayangnya itu langsung mencekal tangannya dan menggeleng cepat. Jadinya diurungkan sudah niat Citra itu.

"Baiklah, Nak Chandraaaa. Hati-hati yaaaa. Maafkan, Papa, yang tadinya tak mengenalimu. Salam ya buat Cito. Oke!" teriak Cirul ketika melihat Chandra sudah berjalan masuk ke dalam mobilnya lagi. Dia hanya mengangguk dan pergi begitu saja. Tanpa menoleh lagi ke arah Citra dan papanya.

Dengan secepat kilat, Citra melepaskan cekalan papanya itu dengan kesal dan meninggalkan papanya yang masih berdiri mematung melihati Chandra. Citra tak perduli dengan papanya, mau masuk ke dalam mobil atau tidak, yang jelas dia sudah muak atas sikap Chandra maupun papanya. Jadinya dia langsung masuk saja ke dalam mobilnya.

Dan ketika papanya lama. Tak masuk juga ke dalam mobilnya. Citra pun mengklakson papanya dengan sangat keras. Akibat dari itu, Cirul pun terjingkat seraya mengelus dadanya dengan cepat. Ia pun sesekali mengumpat karena spontan itu.

"Citraaaaaa. Kamu iniiii. Haaaaisss. Anak Papa ini benar-benar nakal yaaaa. Haaaaaa."

Tanpa menunggu lama lagi dan sudah tak menatapi mobil Chandra yang sudah semakin menjauh. Cirul pun sekarang berjalan ke arah pintu mobilnya dan seketika masuk ke dalamnya.

Beliau menatapi Citra dengan geleng-geleng kepala. Merasa heran dengan anaknya yang bagaikan preman itu. Bisa-bisanya Citra seperti itu, biasanya dia selalu bersikap anggun. Entah kenapa sekarang berulah seperti ini. Maka dari itu Cirul langsung memprotesnya sekarang.

"Kamu kenapa sih, Nak? Biasanya kamu tidak seperti ini? Kenapa kamu jadi brutal seperti ini? Apa kamu sekarang benar-benar memperlihatkan sisi burukmu? Apa memang kamu sudah punya sifat ini? Hanya saja Papa baru melihatnya sekarang?"

"Sudahlah, Pa, jangan terus bertanya tentang yang tak semestinya. Intinya deal Citra sudah menerima perjodohan ini, jadi mau gimanapun Citra Papa harus menerimanya, yang penting Citra menerimanya kan? Mau Citra sama dia gak akur juga gak apa-apa kan? Orang dia yang memulai, pokoknya Citra menerimanya, sudah itu saja titik," respon Citra dengan sedemikian rupa. Sudah penjelasan dengan sangat detail itu. Dengan sangat mengototnya. Bahkan dia tak mau dengar lagi protesan dari papanya. Dan sekarang Citra langsung

memejamkan matanya saja. Melengos, tak mau dengar apa yang diucapkan papanya lagi.

"Tapi, Naaaak, kamu harusnya bersikap baik kepadanya, meskipun dia belum baik, siramilah dia dengan cinta, pastinya dia nanti akan baik sendiri, dia ..." Cirul awalnya tak mengerti kalau Citra sudah terpejam dan tertidur pulas, jadi berucap hal panjang lebar, tapi ternyata setelah dia menoleh dia pun tersenyum titpis dan membatin sembari menatapi putrinya itu.

'Ya sudah deh, terserah saja! Yang penting kamu mau menerima perjodohan ini, Nak. Maafkan Papa yang terlalu memaksa, kamu jangan khawatir, pokoknya Chandra akan bertekuk lutut padamu dan akan bisa melihat kembali. Papa janji.'




Selasa, 15 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 9)

 

Bab 9: Bercakap - cakap

Awalnya Citra ragu untuk menerima telepon dari papanya. Tapi karena papanya terus memberikan ponselnya kepada Citra. Akhirnya Citra menerima telepon itu dengan sesekali berdehem terlebih dahulu. Supaya hilang kecanggungannya.

"Halo, Citra? Assalamu'alaikum," sapa Cito dengan sangat lembutnya. Dan itu membuat hati Citra sedikit bedesir atas sikap kelembutan Cito itu.

"Ehhh iya om. Wa'alaikumsalam, apa kabar?" balas Citra yang sedikit berbasa- basi kepada Cito. Meskipun begitu tetap saja Citra canggung dan menyengir kuda. Sesekali menatapi papanya dengan menarik-narik baju papanya. Cirul tersenyum dan berbisik.

"Jangan tegang, santai saja, Nak. Malah nanti sangat terdengar suara kamu yang kaku itu haha." Citra yang mendengar bisikan papanya itu, dia hanya mendelik sebal. Karena papanya mengejeknya dengan tawaan. Meskipun awalnya memberikan solusi, tapi tetap saja Citra kesal karena keputusan yang mendadak dan pemaksaan terhadapnya ini. Makanya bisa disebut ia dipaksa menikahi lelaki buta.

"Citra? Bagaimana sikap anak, Om, tadi? Apa tidak baik? Kalau tidak baik, bilang saja kepada, Om, pastinya Om akan menegurnya. Biar Om marahin dia," seru Cito yang tidak main-main itu. Namun, terdengar menggelikan di pikiran Citra. Memangnya Chandra anak-anak sampai dimarahin, mana perduli dia dengan kemarahan papanya. Begitu pikir Citra. Padahal dia tidak tau kalau Chandra benar-benar patuh kepada papanya. Bukan karena takut, tapi Chandra tidak suka dengan ocehan. Makanya menghindari hal semacam itu.

Citra pun membalas singkat saja. Tak mau mengadu yang macam-macam. Karena dia tak suka mengadu semacam itu. Dia sungguh dewasa, tak seperti perempuan lainnya, yang suka merengek kepada papanya. Dia memang sejak kecil dididik papanya dengan baik dan mandiri. Makanya dia menjadi cewek yang tegar dan tak mudah goyah terhadap apapun.

"Chandra? Dia? Ya begitulah, Om. Pm pasti tau sendiri sifat anak, Om bagaimana, intinya Om tanya kepada dia saja. Citra tidak mau berucap yang macam-macam, Citra bukan cewek cengeng seperti itu."

Balasan Citra membuat Cito senang dan tertawa, karena dia menemukan menantu yang tepat. Yakni menantu yang tangguh dan tidak cengeng, jadi dia suka dengan Citra. Dia benar-benar menantu tepat. Idamannya.

"Begitukah? Ya sudah kalau begitu, nanti bisa diatur, intinya jangan batalkan perjodohan ini, oke, Citra. Masalah apapun yang kamu inginkan pastinya akan terkabulkan, tenang saja! Ya sudah Om mau berolahraga kemesraan lagi. Oke! Bye-bye wassalamu'alaikum. Salam buat Papamu aku sudahi."

"Baiklah. Om. Wa'alaikumsalam."

Tut, tut, tut! Kini sudah usai saling bercakap-cakap. Sekarang Citra dihadapkan dengan papanya. Dia hanya diam, tak ada yang ingin disampaikan apapun itu. "Bagaimana, Nak, menurutmu?"

Sekali lagi Cirul bertanya kepada anaknya. Meskipun bagi Citra pertanyaan itu tiada guna. Karena walaupun dia tidak menginginkan perjodohannya, pastinya papanya itu akan tetap terus memaksakan kehendaknya. Jadi muak rasanya Citra mendengar pertanyaan seperti itu terus dan terus.

"Iya terserah, Papa saja. Sekarang kita pulang saja! Citra masih banyak tugas yang harus diselesaikan," ajak Citra dengan nada yang tak bersemangat. Memang papa Chandra terdengar tadi orangnya baik bagi Citra. Tapi tak bisa dipungkiri kalau Citra belum bisa menerima semuanya. Rasanya belum siap ia untuk menikah, karena dia tak pernah membayangkan kalau menikah secepat ini.

"Jadi kamu menyetujui ya, Nak? Baiklah, jangan berfikiran lagi kalau Papa memaksamu ya ... ya sudah kita pulang kalau begitu," balas Cirul yang diangguki oleh Citra.

Cirul pun akhirnya mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia sesekali melirik ke arah putri si mata wayangnya yang hanya diam dan sesekali melengos. Ia tau kalau Citra masih mencerna semuanya, berusaha untuk menerima dengan ikhlas. Meskipun Cirul enggan dan tak perduli. Intinya Cirul akan memberi waktu kepada anaknya itu. Lambat laun Citra pasti akan mencintai Chandra nanti.

Dan di dalam perjalanannya. Cirul terjingkat dengan langsung mengerem mendadak mobilnya. Dia mengumpat dan berteriak. Gara-gara mobil di depannya itu membuatnya harus terhenti tidak tepat seperti ini. "Ssssst sialan! Kenapa dia berhenti mendadak seperti ini sih? Tuh kan mobilku menjadi lecet karenanya. Dasar menyebalkan!"

Citra yang awalnya sudah memejamkan matanya dan hampir tertidur. Dia juga terjingkat akibat ucapan papanya yang menyentak itu, sontak langsung membuka kedua bola matanya. Menoleh ke arah papanya dan memandanginya. Bertanya sembari memprotesnya. "Ada apa sih, Pa? Sungguh Citra kaget tau? Bukan kaget karena mobil terhenti, tapi kaget karena suara Papa yang menggelegar itu."

Cirul yang sudah kesal, dia tak membalas pertanyaan anaknya. Hanya menunjuk ke arah depan saja. Memberikan isyarat kepada Citra dengan mengangkat dagunya ke arah mobil itu. Akhirnya Citra menoleh kembali dan memandangi mobil itu. Dahinya berkerut sampai alisnya menyatu ketika melihat mobil yang ada di depannya itu. Merasa tidak asing dengan mobil dan pemiliknya yang masih ada di dalam. Pikirannya sudah tidak enak. Pastinya sangat pemilik masih berhubungan dengannya.

Dan benar. Ketika sang pemilik mobil keluar dari mobilnya. Dengan memakai kaca mata glamour dan elegant. Tak lupa baju branded yang menambah ketampanannya, semua dari atas sampai bawah branded super bukan kw dan murahan. Maka tak bisa dipungkiri dia sungguh tampan bak pangeran. Tak lupa dengan tongkat besi saktinya yang menyilaukan. Bagaimana tidak sakti? Untuk memukul seseorang pastinya tingkat kesakitannya sungguh luar biasa. Babak belur ya pasti. Dan sebut dia Chanda. Si buta dari gua hantu menurut Citra.

Citra hanya bisa melotot dan berkacak pinggang ketika melihatnya. Sudah bersiap untuk memaki Chandra. Dia menunjuk ke arah Chandra dan keluar mendahului papanya. Cirul yang merasa aneh terhadap anaknya. Kenapa dia lebih bersemangat dari pada dirinya untuk keluar. Makanya Cirul pun bertanya-tanya di dalam hatinya, karena memang dia belum tau kalau itu adalah calon menantunya.

"Heyyy kau! Sembarangan saja untuk menghentikan mobilmu! Apa ini jalanan nenek moyang kamu apa! Heran aku sedari tadi selalu membuatku emosi!" oceh Citra dengan nada tinggi. Tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Lagian Citra kadang lupa kalau Chandra buta, jadi sering mengoceh dengan menunjuk-nunjuk mukanya agar Chandra tau. Kadang Citra yang sudah teringat suka sekali melakukan adegan menggemaskan. Yakni seperti memperagakan akan memukul Chandra dengan menggerutukkan giginya. Untuk melampiaskan kekesalannya yang ada. Kan Chandra tidak tau saja. Begitulah Citra yang terus berulah tanpa malu-malu.

Chandra yang merasa tak asing dengan suara Citra. Ia pun membatin. 'Ehhh suara ini? Ini bukankah suara gadis gesrek itu? Iya tidak salah lagi ini dia. Dia benar-benar gesrek beneran, kenapa lagi-lagi aku bertemu dengannya, apa ini yang dinamakan jodoh, masak sih? Hmmm. Rasanya aku malas mendengar ocehannya. Dam siapa namanya? Aku sungguh lupa. Ci, Ci, siapa gitu. Apa Cici ya? Atau Cicak sekalian. Haha biarkan saja! Sungguh tak penting bagiku.

Memang awalnya Chandra memakai taksi saat berangkat ke cafe. Tapi setelah itu. Supir menjemputnya yang berjalan ke arah jalanan untuk menunggui taksi yang tak kunjung datang. Supir datang tepat waktu usai Cito ditelepon oleh Cirul, dia langsung memerintahkan anak buahnya untuk menjemput putranya. Sedangkan Citra pulang ke arah rumahnya dengan arah yang berlawanan dari Chandra. Jadi dia tidak tau kalau Chandra menunggui taksi di jalanan tadi. Dan entah mengapa malah sekarang bertemu Chandra walaupun arah berlawanan. Mungkin Chandra ada urusan lain makanya sekarang jadi searah dengan Citra.