Sexy Red Lips
Tampilkan postingan dengan label #Ranjang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #Ranjang. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 19 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 12)

   

Bab 12: Ocehan dan Umpatan

Sudah agak lama Chandra tertidur di pangkuan bibik. Pastinya bibik sudah sangat letih menemaninya sedari tadi. Dia akhirnya terbangun, mengerjapkan kedua bola matanya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Tertawa

cengengesan karena sudah merepotkan sang bibik. Tangan Chandra melambai- lambai, mencoba mencari tongkatnya kembali. Berniat untuk kembali ke kamarnya saja.

"Ehhh kamu sudah bangun, Nak? Lantas kenapa kamu cengengesan seperti itu, Nak, dan juga kamu mau ke mana? Apa kamu mencari tongkatmu?" tanya bik Mira. Bik Mira memang selalu tau apa yang diinginkan Chandra. Secara Chandra sudah dibesarkannya sejak bayi. Juga bibik lah yang sudah menyingkirkan tongkat Chandra tadi. Niatnya agar Chandra tak kecapekan memeganginya.

"Iya, Bik, Chandra mencari tongkat, apa Bibik melihatnya?" balas Chandra dengan bertanya kembali.

Bik Mira pun langsung saja mengambil tongkat Chandra yang didirikan di sampingnya. Lalu memberikan kepada Chandra dengan tangan Chandra yang dielusnya ketika Chandra sudah memegangi tongkatnya.

"Terimakasih, Bik, kalau begitu Chandra pamit dulu, mau ke kamar, banyak hal yang harus diurus, mulai dari masalah kantor dan semuanya. Sekali lagi terimakasih karena Bibik sudah menemani Chandra selama ini," ucap Chandra dengan tulus. Dia sudah berdiri dari duduknya. Bik Mira pun tersenyum, mengangguk dan memeluk Chandra lagi.

"Enggak usah berterimakasih, karena Bibik akan selalu berada di sampingmu, Nak. Jadi santai saja sama Bibik. Oke." Kali ini bik Mira sudah mengelus punggung Chandra dengan sangat lembut.

"Baiklah, oke Bik. Bibik juga istirahat yaaa. Bye Bibik," pamit Chandra yang sudah melepaskan pelukannya. Ia pun masuk ke dalam kamarnya yang tak jauh dari tempat bibiknya. Sementara bibik juga menuruni tangga. Kembali ke tempatnya juga.

Chandra pun tersenyum ketika dia berada di depan cermin. Mengelus-elus cermin itu, seperti sedang mengelus-elus bayangannya. "Apakah aku masih tampan? Jelasnya masih ya kan? Karena aku memang sudah tampan sejak bayi hoho." Begitulah Chandra ketika sedang menghibur dirinya sendiri. Bangga terhadap dirinya sendiri baginya sangatlah penting. Jadi akan menciptakan percaya diri yang sungguh luar biasa.

Ia lalu membaringkan dirinya di atas ranjangnya. Membayangkan kehidupannya kelak seperti apa bersama Citra. 'Citra? Bagus sihh namanya, tapi entah kenapa aku kurang srek dengannya, mungkin karena dia wanita yang sangat berisik dan seperti mercon mulutnya itu. Jadi sangat tak nyaman, coba saja si Citra pendiam, pastinya dia penurut. Aku memang dari dulu benci wanita yang berisik dan type ku adalah wanita yang pendiam seperti ... Batin Chandra. Perbatinannya terputus karena tak mau memikirkan mantan pacarnya lagi. Baginya memang mantan pacarnya itu pendiam, tapi bukankah dia adalah munafik? Jadi Chandra sudah tak menyukai wanita apapun, baginya semua itu sampah dan wajib dibakar saja. "Persetan dengan semua wanita, persetaaaan! Dengan aku buta saja dia sudah meninggalkanku, ternyata dia tak menerimaku apa adanya, apalagi kalau misalnya aku adalah anak gembel, pastinya tidak akan dilirik sama sekali. Haaaaaah," celoteh Chandra di tengah kegalauannya. Hatinya masih benar-benar hancur, jadinya menerima perjodohan yang diberikan papanya. Coba kalau mantan pacarnya tidak seperti itu, pastinya Chandra akan mempertahankannya dan tidak mau dijodohkan. Tapi kalau sudah begini yang pasti Chandra hanya bisa pasrah saja.

"Kita lihat saja nanti! Apakah si Citra itu akan betah terhadapku! Yang pasti aku akan memberikan kehidupan yang dingin dan datar, supaya dia pergi dari hidupku haha. Tunggu dan lihat saja Citra! Sekuat apa kamu!" tambah Chandra yang masih mengoceh di atas ranjangnya. Menggeliatkan badannya ke kanan dan ke kiri. Melupakan niatnya untuk mengecek laporan keuangan kantornya.

***

Sementara di rumah Citra. Rumahnya sudah dipenuhi barang-barang belanjaan online yang diorderkan oleh mamanya. Mamanya sangat perduli dengan pernikahan Citra, jadi beliau mengorder semuanya, mumpung dia pulang cepat tadi dari kantornya.

Papa Citra juga ikut ribut mengurus pernikahan pernikahan putrinya itu, karena bagi mereka itu adalah kewajiban dan pernikahannya harus semeriah mungkin, tidak boleh diabaikan sama sekali.

"Mamaaaa, Papaaaa. Kenapa ribut sekali siiiih, jangan berisik tau? Citra sedang belajar iniiii," teriak Citra di dalam kamarnya, karena memang dia sedang belajar. Citra yang tidak tahan lagi dengan ulah kedua orang tuanya, dia pun keluar dari kamar dan melihati dari atas, ada apa di bawah sana yang sungguh ribut itu, lagian percuma Citra berteriak, karena tak akan terdengar oleh kedua orangnya yang hanya sibuk memperhatikan barang-barang belanjaannya.

Citra pun terbelalak, ketika melihat semua itu. Kepalanya digelengkan pelan seraya menepuk jidatnya. Menunjuk ke semua barang itu dengan gemasnya. "Pa, Ma, apa itu semua? Kenapa rumah kita berserakan kayak kapal pecah begitu? Barang-barang apa itu? Dan dapat dari mana?" tanya Citra yang sudah mulai menuruni tangga. Sedikit penasaran dengan yang dilakukan kedua orang tuanya. Dia sungguh melupakan pernikahannya, pernikahan yang memang tidak diharapkannya, jadi tidak patut diingat.

"Ehhh Sayangku sudah turun, ke marilah!" sapa mama Cassandra dengan melambaikan tangannya, supaya Citra segera mendekat ke arahnya. Citra pun akhirnya mendekat dan memeluk mamanya. Mencium pipi kanan mamanya dengan sangat lama.

"Papa mana nih ciumannya?" canda Cirul agar tak tercipta kecanggungan dengan putrinya, tapi yang ada Citra hanya melirik saja dan tak memberikan ciuman kepada papanya. Malahan Citra langsung bersuara saja.

"Kalian sedang apa, Ma, Pa? Apa mau Citra bantu?" tawar Citra dengan sangat bersemangat. Itu membuat orang tuanya tersenyum senang, karena menurut mereka Citra sudah menerima semua ini. Terlihat dari wajahnya yang sungguh sumringah dan mau membantu mereka.

Kedua orang tua Citra pun serempak membalas dengan semangat juga. "Ini semua barang buat pernikahanmu, Nak, nanti tinggal kamu vooting baju saja oke!"

Sontak balasan kedua orang tuanya membuat Citra langsung syok dan yang semula Citra memegangi barangku itu, seketika langsung diloloskan dari tangannya. "Apa! Pernikahanku? Secepat inikah? Aku kan belum lulus, Pa, Ma, apa harus secepat ini? Aaaa benar-benar yaaa kalian semua sangat terburu-buru, seperti kalian saja yang mau menikah!"

"Lah memang harus seperti ini, kan satu minggu lagi, Nak," balas Cirul dengan sangat lembut supaya emosi Citra tidak semakin memuncak.

Citra yang tak perduli dan tak mau dengar lagi. Dia pun lalu kembali ke kamarnya kembali, dengan berlarian menaiki tangganya. Berteriak-teriak sejadinya. "Terserah, terserah kalian semuaaaa!"

Air mata Citra menetes dengan sendirinya, dia sudah tak bersemangat lagi seperti tadi, gara-gara menikah secepat itu dan menikah muda, mendahului teman-temannya. Kini Citra sudah sampai di depan kamarnya, membuka pintunya dengan kasar dan menutupnya dengan kasar pula. Citra pun mengumpat dan mengeluh dengan ganasnya.

"Haaaa aku sungguh stres rasanya, haaaa. Apa aku kabur saja? Tapi bagaimana dengan kuliahku? Uang dari mana aku? Aaaaa. Apa memang sudah harus seperti ini? Yang jelas aku akan terus melihat muka Chandra yang sungguh selalu bikin aku kesal itu. Hais!"




Kamis, 17 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 11)

  

Bab 11: Keluh Kesah

Chandra sekarang sudah sampai di depan rumahnya. Dia berjalan perlahan tapi pasti untuk masuk ke dalam rumah. Badannya terasa sangat lelah padahal hanya melakukan kencan buta saja, mungkin karena batinnya tersiksa makanya menjadikan dia capek seperti itu. Malahan sekarang dia bertemu dengan papanya yang berada di ruang tamu, jelas si Cito tidak akan tinggal diam dan bertanya tentang perkembangan kencan anaknya. Apalagi papanya di ruang tamu itu bersama dengan istri barunya, membuat Chandra semakin risih dan tidak senang.

"Halo anak Papa yang ganteng? Bagaimana? Apa berjalan dengan mulus kencannya tadi? Kamu setuju kan dengan keputusan, Papa?" tanya Cito yang benar-benar membuat Chandra malas. Chandra hanya bisa menggeram, tak mau membalas pertanyaan papanya. Ia sejenak terhenti lalu pergi begitu saja ketika ocehan papanya yang didengar tak penting sama sekali baginya, tapi langsung dilempari bantal oleh Cito dengan keras, tepat mengenai punggung Chandra. "Chandra! Tidak sopan! Jangan asal pergi! Jawab pertanyaan, Papa terlebih dulu! Atau akan Papa coret kamu dari daftar nama keluarga!" tambah Cito dengan berteriak seraya mengeluarkan ancaman yang dingin dan tak terbantahkan. Membuat Chandra menoleh, menghembuskan nafasnya kasar karena selalu begitu ancaman papanya. Tidak pernah diganti dengan ancaman lainnya, tapi meskipun begitu, ancaman itu selalu membuat Chandra takut karena dia belum siap untuk hidup menggembel di jalanan.

"Ya terserah, Papa saja! Atur saja semuanya!" jawab Chandra lantang, setelah itu dia berjalan menaiki tangga ke arah kamarnya.

Cito hanya bisa memainkan nafasnya sesekali, menatapi punggung Chandra yang semakin menjauh darinya. Meskipun dia tau kalau anaknya tak ikhlas menerima semua itu, tapi bagi Cito yang penting Chandra sudah setuju dan dia merasa senang sekarang. Dengan begitu perusahaannya akan semakin maju karena bersanding dan bekerja sama dengan perusahaan Cirul yang sama besarnya. Sehingga akan tercipta perusahaan nomor 1, yang tiada tandingannya.

"Huh anak itu, Pa, selalu begitu tidak sopan. Bagaimana sih kamu mendidiknya dulu, tapi meskipun begitu kamu harus sabar jangan sampai jantungan karenanya, kamu kan belum mempunyai anak dariku, jadi harus hidup lama denganku, ya Pa," seru mama tiri Chandra yang suaranya sungguh genit. Sampai- sampai Chandra yang masih bisa mendengarnya merinding dan tersenyum kecut. Malas meladeni papa maupun mama tirinya itu.

Malahan Cito selalu suka memanjakan istri barunya itu dan kini dia memeluknya erat. "Tenang saja meskipun dia begitu tetap tak bisa melawanku, maklumi mungkin karena sudah ditinggal lama oleh mamanya, juga jantungku sangat kuat, Sayang, lagian kapan sih kamu hamil? Apa perlu kita bekerja lebih giat lagi? Kalau iya, ayo sekarang ke kamar dan kita proses lagi agar kamu segera hamil." Belum sempat mama tiri Chandra membalas ucapan Cito. Namun Cito langsung mengajaknya berdiri. Menggendongnya terlebih dahulu. Diajaknya mama tiri Chandra yang bernama Cisilia itu ke arah kamarnya.

Tapi sebelum masuk ke dalam kamar dan Cito yang masih melihati Chandra berada di luar kamarnya. Duduk bersantai sambil menikmati ketenangan dan kesendirian. Cito pun mengeluarkan suaranya kembali. Karena memang kamar Cito juga berada di lantai atas tak jauh dari kamar anaknya.

"Chandra? Bagaimana kalau kamu menikah satu minggu lagi? Apa kamu siap?" "Apa, Pa! Sa satu minggu lagi? Apa Papa tidak salah bicara? Satu minggu itu waktu yang sangat singkat, Papa gila apa! Kenapa Papa yang ngebet sekali dengan kata menikah dari pada aku, apa Papa mau menikah lagi? Hmmmm," protes Chandra dengan alih-alih mengejek papanya. Bagi Chandra memang papanya benar-benar sangat keterlaluan dan seenak jidatnya saja.

"Lho bukankah lebih cepat lebih baik? Jelasnya Cirul juga pasti akan menyetujuinya. Pokoknya siap tidak siap kamu harus siap, ya sudah kamu istirahat sana! Papa mau bercinta dulu, bye, bye! Dan jangan sembarangan berucap, menikah apa! Sudah cukup Cisilia yang menjadi, Mama kamu, saat ini dan selamanya." Usai mengucapkan itu.

Cito langsung masuk ke dalam kamarnya dengan Cisilia yang masih ada di gendongannya ala bridal style. Keduanya bercanda tawa menikmati ciuman panasnya tanpa rasa malu. Karena bagi mereka Chandra buta saja jadi bebas melakukan apapun.

Chandra hanya bisa menelan salivanya dengan kasar. Jijik rasanya mendengar keromantisan mereka. Setiap kali kalau papanya seperti itu bersama mama tirinya. Hatinya sangat teriris teringat mamanya yang amat ia rindukan. Rasanya seperti mamanya dihianati oleh papanya. Karena memang Chandra sewaktu papanya mau menikah lagi dia sungguh sangat menentang. Bagi Chandra seharusnya papanya bisa setia selamanya dengan mamanya dan tak menikah lagi. Tapi ternyata Chandra tak kuasa dan tak bisa menentang papanya itu. Jadi dia hanya bisa pasrah saja.

Dulu sewaktu Chandra masih kecil sungguh ingin kabur karena muak dengan kehidupannya. Namun, bik Mira yang merawat dia sejak kecil itu terus menerus berada di sampingnya. Menegur Chandra dan mendidiknya dengan baik. Maka dari itu Chandra mengurungkan niatnya dan patuh kepada bik Mira. Bagi dia kini bibiklah yang membuatnya merasa kalau mamanya masih berada di sampingnya karena bik Mira sama persis sifatnya dengan mamanya. Bahkan bik Mira adalah tempat keluh kesah Chandra setelah Tuhannya. Selalu bik Mira berada di samping Chandra ketika membutuhkannya.

Sekarang pun bik Mira berada tepat di depan Chandra, usai Cito dan Cisilia masuk ke dalam kamar. Bik Mira sedari tadi sudah berada di tangga dan berdiri saja mendengarkan semua itu. Makanya bik Mira merasakan apa yang diderita Chandra sekarang. Tangannya pun langsung meraih tangan Chandra tanpa ragu- ragu. Dalam hatinya selalu berjanji akan menjaga Chandra sampai hembusan nafas terakhirnya, seperti janjinya dulu kepada mama Chandra.

"Tuan muda, jangan terus memendam rasa sakit di hatimu, kalau mau menangis, menangislah! Bibik siap menemani, keluarkanlah keluh kesahmu, maaf Bibik tak bisa membantu apapun karena tak kuasa, misalnya kalau Tuan muda sungguh tak mau menerima perjodohan ini, Tuan muda bisa melakukan apa yang menurut hatimu baik, pokoknya Bibik akan selalu mendukungmu dan membelamu, jangan takut! Ada Bibik, dengarkanlah saja hati kecilmu." 

Mendengar penuturan dari bik Mira. Chandra akhirnya menangis. Rasa sakit di hatinya tidak bisa dibendung lagi. Bahkan kini bik Mira sudah memeluknya erat. Tidak ada kata lancang antara bik Mira dan Chandra. Keduanya sudah seperti ibu dan anak yang sangat saling menyayangi dan saling berkorban satu sama lain.

"Aku sudah tak kuat, Bik, tapi bagaimana lagi? Aku tak bisa melawan kehendak, Papa. Bukankah dari dulu Papa selalu seperti itu? Kalau aku melawan bisa-bisa aku diusir dari rumah ini, dulu memang aku sangat ingin keluar dari rumah ini, Bik. Karena memang sifatku dulu masih labil masih kecil, tapi sekarang aku memikirkan masa depan, kalau aku diusir disamping tidak bertemu Bibik, juga belum siap Bik, jadi ya sudah aku menerimanya saja," terang Chandra dengan memelas pasrah.

Bik Mira terus mengangguk dan mendengar keluh kesahnya. Sampai-sampai Chandra tertidur dengan sendirinya di pelukannya. Selalu usai curhat pastinya tertidur di pelukan bibik. Karena memang sudah sangat nyaman.




Rabu, 16 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 10)

 

Bab 10: Kualitas Super

"Oh iya, maafkan supir ku yang teledor ini."

Ucapan Chandra selalu membuat Citra kesal. Karena selalu singkat, padat dan jelas. Meskipun jelas, tapi bagi Citra itu membosankan karena datar seperti dinding luar yang kehujanan juga kepanasan akibat tak teduh. Makanya Citra mengibaratkan berbicara dan akan menikah dengan dinding atau kulkas 2 pintu

itu.

Sekarang Chandra sudah merogoh kantongnya. Mengeluarkan Beberapa lembaran dari sakunya dan menyodorkan uang itu kepada Citra. Dia tidak berbicara apa-apa, tapi langsung seperti itu. Makanya Citra langsung menginjak kakinya karena dia semakin kesal. Membuat Chandra mendesis karena

kesakitan. Lalu keduanya menghentikan adegan ramai itu ketika seorang lelaki paruh baya tiba-tiba mendekat.

"Ehhh ada apa, Nak? Kenapa kamu kesetanan seperti ini? Tumben. Apa dia menyakitimu? Iya memang Papa juga kesal karena mobilnya berhenti mendadak, tapi Papa keluar hanya ingin menasehatinya. Tapi ya sudah terwakilkan olehmu. Tadinya Papa keluar hanya penasaran dan khawatir saja dengan kamu yang langsung menghampirinya," sela Cirul yang sudah mendekat ke arah anaknya. Mencoba menenangkan putrinya, karena Cirul tidak mau kalau Citra membuat kegaduhan di tempat umum seperti ini. Malu dong dia sebagai pengusaha sukses, tapi anaknya seperti perempuan tak bermoral dan tak anggun sama sekali. Cirul pun menatapi anaknya, lalu menatapi Chandra dengan mengernyitkan dahinya ketika melihat kaca mata hitamnya yang menyilaukan itu. Bahkan tongkatnya juga terlihat bersih mengkilat dan pastinya harganya tentu sangatlah mahal. Cirul sudah bisa menebak kalau lelaki itu buta. Tapi belum menerka kalau dia adalah Chandra.

"Memang siapa dia?" tambah Cirul yang akhirnya penasaran ketika sudah puas menatapi lelaki yang ada di depannya itu. Menunjuknya dengan jari telunjuk. "Papa tidak mengenal dia? Dia adalah menantu kesayangan Papa itu. Dia si Chandra. Menantu yang kualitas super. Limited edition. Huh pokoknya benar- benar tidak jelas juga, Papa ini. Masak menantu originalnya bukan KW tak dikenalinya, menyebalkan dong, bagaimana. Papa ini!" protes Citra dengan mengejek papanya. Memang Citra seperti itu mencoba menyadarkan papanya terus dan terus kalau dia benar-benar tak menyukai Chandra ini.

Namun, malahan Cirul tersenyum bangga ketika melihat calon menantunya yang tiba-tiba berada di hadapannya saat ini. "Kamu? Chandra? Benarkah? Haha senang bertemu denganmu, Nak."

Cirul yang sungguh sangat senang. Bertemu dengan menantunya, dia pun langsung meraih tangan Cirul dan menggenggam tangannya erat. Menaikturunkan tangannya itu seolah-olah menjabatnya. Padahal dia seperti itu adalah ungkapan rasa senang dan sok akrabnya. Dengan begitu tak akan menciptakan kecanggungan.

Sedangkan Chandra, dia hanya tersenyum penuh keraguan. Merasa tak suka dengan sikap sok akrabnya lelaki paruh baya yang ada dihadapannya sekarang. Tapi dia anak yang sopan santun, jadi bisa menahan rasa itu. Walaupun tak nyaman, tapi tetap dia tersenyum. Meskipun senyumannya penuh kemunafikan. Citra yang melihat gelagat tak enak dengan raut muka Chandra, dia pun meraih tangan papanya dan menariknya cepat. Membuat tangan papanya akhirnya terlepas dari Chandra. Cirul menoleh ke arah Citra dan melototinya. Citra pun spontan menunduk dan tak melihati papanya lagi. Takut juga kalau Cirul sudah garang seperti itu.

"Hehe maafkan anak, Papa yang agak galak ini. Tapi sebetulnya dia sangat baik kok, mungkin karena kalian belum saling mengenal lebih dalam saja, Nak. Pastinya nanti kalian akan terbiasa." Cirul sekarang beralih menepuk pundak Chandra dengan senyuman penuh kemenangan. Beliau terus mencoba mengakrabkan diri kepada Chandra. Terus dan terus.

Chandra yang tak enak sedari tadi diam dan menurutnya tidak sopan. Dia pun merespon Cirul dengan berdehem terlebih dahulu. "Hmmm maafkan saya, Om. Tidak bermaksud menghentikan mobil, Om. Entah kenapa supir saya berhenti mendadak, saya tidak tau karena saya buta. Sekali lagi maaf dan saya mau permisi karena banyak kesibukan yang harus diurus."

Kepamitan Chandra yang tiba-tiba itu. Langsung menjadikan Citra menaikkan kepalanya. Ia yang sedari tadi tak memandangi Chandra pun menatapinya dengan muka masam. Karena Chandra selalu sangat sok sekali meskipun terhadap papanya. Padahal dia mencoba mengerti kalau Chandra sok kepada dirinya tak apa. Tapi ini kepada papanya. Makanya Citra ingin rasanya menguliti dia. Kakinya sudah bersiap untuk menginjak kaki Chandra lagi. Namun, Cirul yang tau maksud putri si mata wayangnya itu langsung mencekal tangannya dan menggeleng cepat. Jadinya diurungkan sudah niat Citra itu.

"Baiklah, Nak Chandraaaa. Hati-hati yaaaa. Maafkan, Papa, yang tadinya tak mengenalimu. Salam ya buat Cito. Oke!" teriak Cirul ketika melihat Chandra sudah berjalan masuk ke dalam mobilnya lagi. Dia hanya mengangguk dan pergi begitu saja. Tanpa menoleh lagi ke arah Citra dan papanya.

Dengan secepat kilat, Citra melepaskan cekalan papanya itu dengan kesal dan meninggalkan papanya yang masih berdiri mematung melihati Chandra. Citra tak perduli dengan papanya, mau masuk ke dalam mobil atau tidak, yang jelas dia sudah muak atas sikap Chandra maupun papanya. Jadinya dia langsung masuk saja ke dalam mobilnya.

Dan ketika papanya lama. Tak masuk juga ke dalam mobilnya. Citra pun mengklakson papanya dengan sangat keras. Akibat dari itu, Cirul pun terjingkat seraya mengelus dadanya dengan cepat. Ia pun sesekali mengumpat karena spontan itu.

"Citraaaaaa. Kamu iniiii. Haaaaisss. Anak Papa ini benar-benar nakal yaaaa. Haaaaaa."

Tanpa menunggu lama lagi dan sudah tak menatapi mobil Chandra yang sudah semakin menjauh. Cirul pun sekarang berjalan ke arah pintu mobilnya dan seketika masuk ke dalamnya.

Beliau menatapi Citra dengan geleng-geleng kepala. Merasa heran dengan anaknya yang bagaikan preman itu. Bisa-bisanya Citra seperti itu, biasanya dia selalu bersikap anggun. Entah kenapa sekarang berulah seperti ini. Maka dari itu Cirul langsung memprotesnya sekarang.

"Kamu kenapa sih, Nak? Biasanya kamu tidak seperti ini? Kenapa kamu jadi brutal seperti ini? Apa kamu sekarang benar-benar memperlihatkan sisi burukmu? Apa memang kamu sudah punya sifat ini? Hanya saja Papa baru melihatnya sekarang?"

"Sudahlah, Pa, jangan terus bertanya tentang yang tak semestinya. Intinya deal Citra sudah menerima perjodohan ini, jadi mau gimanapun Citra Papa harus menerimanya, yang penting Citra menerimanya kan? Mau Citra sama dia gak akur juga gak apa-apa kan? Orang dia yang memulai, pokoknya Citra menerimanya, sudah itu saja titik," respon Citra dengan sedemikian rupa. Sudah penjelasan dengan sangat detail itu. Dengan sangat mengototnya. Bahkan dia tak mau dengar lagi protesan dari papanya. Dan sekarang Citra langsung

memejamkan matanya saja. Melengos, tak mau dengar apa yang diucapkan papanya lagi.

"Tapi, Naaaak, kamu harusnya bersikap baik kepadanya, meskipun dia belum baik, siramilah dia dengan cinta, pastinya dia nanti akan baik sendiri, dia ..." Cirul awalnya tak mengerti kalau Citra sudah terpejam dan tertidur pulas, jadi berucap hal panjang lebar, tapi ternyata setelah dia menoleh dia pun tersenyum titpis dan membatin sembari menatapi putrinya itu.

'Ya sudah deh, terserah saja! Yang penting kamu mau menerima perjodohan ini, Nak. Maafkan Papa yang terlalu memaksa, kamu jangan khawatir, pokoknya Chandra akan bertekuk lutut padamu dan akan bisa melihat kembali. Papa janji.'




Selasa, 15 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 9)

 

Bab 9: Bercakap - cakap

Awalnya Citra ragu untuk menerima telepon dari papanya. Tapi karena papanya terus memberikan ponselnya kepada Citra. Akhirnya Citra menerima telepon itu dengan sesekali berdehem terlebih dahulu. Supaya hilang kecanggungannya.

"Halo, Citra? Assalamu'alaikum," sapa Cito dengan sangat lembutnya. Dan itu membuat hati Citra sedikit bedesir atas sikap kelembutan Cito itu.

"Ehhh iya om. Wa'alaikumsalam, apa kabar?" balas Citra yang sedikit berbasa- basi kepada Cito. Meskipun begitu tetap saja Citra canggung dan menyengir kuda. Sesekali menatapi papanya dengan menarik-narik baju papanya. Cirul tersenyum dan berbisik.

"Jangan tegang, santai saja, Nak. Malah nanti sangat terdengar suara kamu yang kaku itu haha." Citra yang mendengar bisikan papanya itu, dia hanya mendelik sebal. Karena papanya mengejeknya dengan tawaan. Meskipun awalnya memberikan solusi, tapi tetap saja Citra kesal karena keputusan yang mendadak dan pemaksaan terhadapnya ini. Makanya bisa disebut ia dipaksa menikahi lelaki buta.

"Citra? Bagaimana sikap anak, Om, tadi? Apa tidak baik? Kalau tidak baik, bilang saja kepada, Om, pastinya Om akan menegurnya. Biar Om marahin dia," seru Cito yang tidak main-main itu. Namun, terdengar menggelikan di pikiran Citra. Memangnya Chandra anak-anak sampai dimarahin, mana perduli dia dengan kemarahan papanya. Begitu pikir Citra. Padahal dia tidak tau kalau Chandra benar-benar patuh kepada papanya. Bukan karena takut, tapi Chandra tidak suka dengan ocehan. Makanya menghindari hal semacam itu.

Citra pun membalas singkat saja. Tak mau mengadu yang macam-macam. Karena dia tak suka mengadu semacam itu. Dia sungguh dewasa, tak seperti perempuan lainnya, yang suka merengek kepada papanya. Dia memang sejak kecil dididik papanya dengan baik dan mandiri. Makanya dia menjadi cewek yang tegar dan tak mudah goyah terhadap apapun.

"Chandra? Dia? Ya begitulah, Om. Pm pasti tau sendiri sifat anak, Om bagaimana, intinya Om tanya kepada dia saja. Citra tidak mau berucap yang macam-macam, Citra bukan cewek cengeng seperti itu."

Balasan Citra membuat Cito senang dan tertawa, karena dia menemukan menantu yang tepat. Yakni menantu yang tangguh dan tidak cengeng, jadi dia suka dengan Citra. Dia benar-benar menantu tepat. Idamannya.

"Begitukah? Ya sudah kalau begitu, nanti bisa diatur, intinya jangan batalkan perjodohan ini, oke, Citra. Masalah apapun yang kamu inginkan pastinya akan terkabulkan, tenang saja! Ya sudah Om mau berolahraga kemesraan lagi. Oke! Bye-bye wassalamu'alaikum. Salam buat Papamu aku sudahi."

"Baiklah. Om. Wa'alaikumsalam."

Tut, tut, tut! Kini sudah usai saling bercakap-cakap. Sekarang Citra dihadapkan dengan papanya. Dia hanya diam, tak ada yang ingin disampaikan apapun itu. "Bagaimana, Nak, menurutmu?"

Sekali lagi Cirul bertanya kepada anaknya. Meskipun bagi Citra pertanyaan itu tiada guna. Karena walaupun dia tidak menginginkan perjodohannya, pastinya papanya itu akan tetap terus memaksakan kehendaknya. Jadi muak rasanya Citra mendengar pertanyaan seperti itu terus dan terus.

"Iya terserah, Papa saja. Sekarang kita pulang saja! Citra masih banyak tugas yang harus diselesaikan," ajak Citra dengan nada yang tak bersemangat. Memang papa Chandra terdengar tadi orangnya baik bagi Citra. Tapi tak bisa dipungkiri kalau Citra belum bisa menerima semuanya. Rasanya belum siap ia untuk menikah, karena dia tak pernah membayangkan kalau menikah secepat ini.

"Jadi kamu menyetujui ya, Nak? Baiklah, jangan berfikiran lagi kalau Papa memaksamu ya ... ya sudah kita pulang kalau begitu," balas Cirul yang diangguki oleh Citra.

Cirul pun akhirnya mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia sesekali melirik ke arah putri si mata wayangnya yang hanya diam dan sesekali melengos. Ia tau kalau Citra masih mencerna semuanya, berusaha untuk menerima dengan ikhlas. Meskipun Cirul enggan dan tak perduli. Intinya Cirul akan memberi waktu kepada anaknya itu. Lambat laun Citra pasti akan mencintai Chandra nanti.

Dan di dalam perjalanannya. Cirul terjingkat dengan langsung mengerem mendadak mobilnya. Dia mengumpat dan berteriak. Gara-gara mobil di depannya itu membuatnya harus terhenti tidak tepat seperti ini. "Ssssst sialan! Kenapa dia berhenti mendadak seperti ini sih? Tuh kan mobilku menjadi lecet karenanya. Dasar menyebalkan!"

Citra yang awalnya sudah memejamkan matanya dan hampir tertidur. Dia juga terjingkat akibat ucapan papanya yang menyentak itu, sontak langsung membuka kedua bola matanya. Menoleh ke arah papanya dan memandanginya. Bertanya sembari memprotesnya. "Ada apa sih, Pa? Sungguh Citra kaget tau? Bukan kaget karena mobil terhenti, tapi kaget karena suara Papa yang menggelegar itu."

Cirul yang sudah kesal, dia tak membalas pertanyaan anaknya. Hanya menunjuk ke arah depan saja. Memberikan isyarat kepada Citra dengan mengangkat dagunya ke arah mobil itu. Akhirnya Citra menoleh kembali dan memandangi mobil itu. Dahinya berkerut sampai alisnya menyatu ketika melihat mobil yang ada di depannya itu. Merasa tidak asing dengan mobil dan pemiliknya yang masih ada di dalam. Pikirannya sudah tidak enak. Pastinya sangat pemilik masih berhubungan dengannya.

Dan benar. Ketika sang pemilik mobil keluar dari mobilnya. Dengan memakai kaca mata glamour dan elegant. Tak lupa baju branded yang menambah ketampanannya, semua dari atas sampai bawah branded super bukan kw dan murahan. Maka tak bisa dipungkiri dia sungguh tampan bak pangeran. Tak lupa dengan tongkat besi saktinya yang menyilaukan. Bagaimana tidak sakti? Untuk memukul seseorang pastinya tingkat kesakitannya sungguh luar biasa. Babak belur ya pasti. Dan sebut dia Chanda. Si buta dari gua hantu menurut Citra.

Citra hanya bisa melotot dan berkacak pinggang ketika melihatnya. Sudah bersiap untuk memaki Chandra. Dia menunjuk ke arah Chandra dan keluar mendahului papanya. Cirul yang merasa aneh terhadap anaknya. Kenapa dia lebih bersemangat dari pada dirinya untuk keluar. Makanya Cirul pun bertanya-tanya di dalam hatinya, karena memang dia belum tau kalau itu adalah calon menantunya.

"Heyyy kau! Sembarangan saja untuk menghentikan mobilmu! Apa ini jalanan nenek moyang kamu apa! Heran aku sedari tadi selalu membuatku emosi!" oceh Citra dengan nada tinggi. Tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Lagian Citra kadang lupa kalau Chandra buta, jadi sering mengoceh dengan menunjuk-nunjuk mukanya agar Chandra tau. Kadang Citra yang sudah teringat suka sekali melakukan adegan menggemaskan. Yakni seperti memperagakan akan memukul Chandra dengan menggerutukkan giginya. Untuk melampiaskan kekesalannya yang ada. Kan Chandra tidak tau saja. Begitulah Citra yang terus berulah tanpa malu-malu.

Chandra yang merasa tak asing dengan suara Citra. Ia pun membatin. 'Ehhh suara ini? Ini bukankah suara gadis gesrek itu? Iya tidak salah lagi ini dia. Dia benar-benar gesrek beneran, kenapa lagi-lagi aku bertemu dengannya, apa ini yang dinamakan jodoh, masak sih? Hmmm. Rasanya aku malas mendengar ocehannya. Dam siapa namanya? Aku sungguh lupa. Ci, Ci, siapa gitu. Apa Cici ya? Atau Cicak sekalian. Haha biarkan saja! Sungguh tak penting bagiku.

Memang awalnya Chandra memakai taksi saat berangkat ke cafe. Tapi setelah itu. Supir menjemputnya yang berjalan ke arah jalanan untuk menunggui taksi yang tak kunjung datang. Supir datang tepat waktu usai Cito ditelepon oleh Cirul, dia langsung memerintahkan anak buahnya untuk menjemput putranya. Sedangkan Citra pulang ke arah rumahnya dengan arah yang berlawanan dari Chandra. Jadi dia tidak tau kalau Chandra menunggui taksi di jalanan tadi. Dan entah mengapa malah sekarang bertemu Chandra walaupun arah berlawanan. Mungkin Chandra ada urusan lain makanya sekarang jadi searah dengan Citra.




Senin, 14 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Biasa (Bab 8)

 

Bab 8: Sedikit Tak Terima

Penjelasan Citra saat ini. Sontak membuat Cirul terbelalak dan spontan mulutnya menganga lebar. Bahkan dia juga tak percaya dengan apa yang ia dengar. Karena dulu yang ia dengar dari Cito kalau anaknya itu sangat sempurna melebihi apapun, bahkan semua rekan kerja Cito juga mengakui itu. Banyak yang antri kepada Chandra, tapi kenapa ucapan anaknya berkata lain?

Kini Cirul yang sedikit tak terima, sedikit memicingkan matanya, merasa tak percaya kepada Citra. Siapa tau Citra membohonginya. "Buta? Bagaimana bisa? Jangan bohong kamu Nak. Karena Cito teman Papa itu dulu berbicara kalau anaknya itu sangat perfect, jadi kamu jangan mengada-ngada deh."

"Jadi ... Papa tak mempercayaiku? Kalau Papa tidak percaya kenapa tidak bertanya kepada teman, Papa itu, tentang kebenarannya, lagian apa untungnya Citra berbohong kepada, Papa. Bukankah selama ini Citra bagaikan boneka pada, Papa? Jadi terserah Papa sajalah!"

Rasa emosi ada pada diri Cirul semakin mengepul. Akhirnya dia membentak Citra dan menamparnya. Plak! "Diam!"

Citra seketika menangis dan Cirul pun tersadar dengan apa yang dilakukannya. Dia langsung saja menarik Citra. Mencoba untuk memeluknya. Meskipun Citra berkali-kali menolaknya, tapi akhirnya dia bisa dipeluk juga oleh papanya. "Maafkan, Papa, Nak, maafkan, Papa. Papa tak sengaja, maafkan, Papa. Papa hanya ingin kamu mengerti, semua ini Papa lakukan karena Papa benar-benar menyayangimu, Papa harap kamu tenang dulu. Pastinya kamu nanti tau dampak akhirnya. Papa pasti akan bertanya kepada Cito nanti."

Citra mengira, kalau papanya akan luluh dan tak menjodohkannya lagi. Tapi ternyata tetap teguh dalam pendiriannya, bahkan papanya itu terus mencoba merayunya. Maka dari itu. Citra tak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia hanya bisa membatin, meratapi kesedihannya.

'Ternyata Papa hatinya benar-benar sekeras baja. Meskipun aku memberontak sekalipun dan berkali-kali membujuknya, apapun yang terjadi. Papa pastinya tetap saja memilih lanjut dengan perjodohan ini. Mungkin ini sudah takdir yang tak bisa aku rubah. Bahkan karena pemberontakan aku malah membuat Papa khilaf dan menamparku. Tuhaaan semoga saja ini yang terbaik nanti untukku!

Cirul yang masih memeluk Citra saat ini. Tangan satunya lalu disibukkan dengan merogoh ponsel yang ada di sakunya. Berniat untuk menelepon Cirul, sahabat sekaligus calon besan itu. Ingin mencari tau kebenarannya. Meskipun itu tetap tidak akan mungkin merubah niatnya dalam perjodohan ini, tapi dia ingin tau saja penjelasan yang sebenarnya dari Cito.

Menurutnya kenapa Cito tak berterus terang saja kepadanya. Padahal kalau Cito berterus terang pastinya Cirul akan memakluminya karena arti persahabatan mereka sejak dulu dan juga bermaksud saling menguntungkan perusahaan itu. Apa Cito memang bermaksud ingin membohonginya? Ataukah memang karena malu untuk mengungkapkannya? Itulah yang ada di benak Cirul saat ini.

Jari-jemari Cirul pun lincah untuk terus menekan tombol hijaunya. Sedikit kesal juga karena Cito tak kunjung mengangkat teleponnya. Dan Cirul terus mencoba menghubunginya hingga berulangkali. Akhirnya dalam beberapa kali mencoba. Cito mengangkat teleponnya.

"Halo, Cirul? Ada apa? Kamu ini mengganggu kesenanganku saja! Aku lagi bersama istriku tau? Lagi beradegan bermacam-macam haha. Cepat katakan! Apa ada sesuatu yang penting? Kalau tidak jangan menelepon ku lagi. Ayo cepat katakan! Aku lagi mencapai puncak sekarang dan kalau kamu tak segera pastinya hasratku hilang haha," sapa Cito di seberang sana dengan ocehan dan pameran kemesraan.

Bagi Cirul ucapan Cito rasanya benar-benar menggelikan. Bagaimana bisa dia blak-blakan seperti ini sekarang. Padahal dulu dia sangat tertutup kalau masalah intim. Tapi kini sungguh sangat berbeda. Mungkin karena sudah akan menjadi keluarga jadi dia berubah seperti ini. Tapi itu tak membuat Cirul mengurungkan niatnya untuk bertanya kepadanya.

"Cito? Apakah putramu itu buta? Kenapa kamu menutupi hal sebesar ini kepadaku? Lalu apakah dulu ucapanmu tentang kesempurnaan putramu itu bohong? Apakah kamu masih berniat menjodohkannya dengan putriku? Apakah kebutaannya itu permanen dan tidak dapat disembuhkan?" balas Cirul yang tak berbasa-basi lagi. Dia bertanya panjang lebar seperti itu. Gara-gara Citra menangis karena ditamparnya secara tidak sengaja tadi, pikirannya sedikit kacau sekarang. Mencoba sedikit berbicara baik-baik kepada Cito. Barangkali ada keringanan sedikit atau solusi yang membawa kebahagiaan satu sama lain.

Bahkan Citra yang mendengar turut tersenyum. Tenyata benar papanya masih mempunyai sedikit rasa belas kasihan kepadanya. Meskipun hanya sedikit, tapi membuat Citra bahagia. Dia pun langsung melepaskan pelukannya dan menatapi papanya dengan seksama. Sedangkan Cirul yang sibuk dengan teleponnya. Dia tak sadar kalau Citra sudah sibuk menatapinya.

Citra sedikit tersentak ketika terdengar suara tawa dari dalam telepon papanya. Itu artinya teman papanya itu memang sungguh suka tertawa dan membalas semuanya dengan candaan. Berbeda dengan papanya yang terus datar dan serius saja di dalam hidupnya. Citra pun membatin. 'Anaknya aneh, mertuaku agak gesrek gitu, tertawa melulu, lalu bagaimana aku kelak? Hmmmm. Sungguh tak bisa difikirkan sekarang!

"Ehhh kenapa kamu malah tertawa?" tanya Cirul yang sungguh ingin tau betul jawaban itu. Dia sungguh tak sabaran. Malahan mendengar Cito tertawa makanya sedikit frustasi rasanya.

"Hmmm kamu ini! Sabar dong, Sobat. Kamu tau? Memang anakku sangat sempurna, siapa juga yang membohongimu, itu buta hanya sementara, dia baru saja buta karena suatu kecelakaan mobil beberapa hari yang lalu, kata dokter dia bisa disembuhkan nanti kalau rajin terapi. Makanya aku tak berbicara kepadamu, sebab ini tak penting. Jadi tenang saja kamu, Sobat. Gak usah panik. Tetap lanjut dong perjodohan ini. Kalau kamu tak keberatan, lagian aku pastinya akan menjamin kebahagiaan anakmu itu. Mau apapun pastinya akan aku kasih. Bahkan perusahaan kita akan semakin maju karena saling digabungkan. Benar bukan? Jadi kamu jangan berfikiran macam-macam lagi. Oke!" terang Cito panjang lebar yang membuat Cirul mengerti dan sedikit lega sekarang.

Cirul pun melirik ke arah anaknya itu. Dia tersenyum dan mengangguk, seraya menunjuk ke arah teleponnya dengan ekor matanya. Citra yang sudah mendengar itu semua. Ia hanya mengangguk pasrah saja. Tak mau berdebat kepada papanya lagi. Letih rasanya dirinya kalau harus berdebat kepada papanya, jadi terserah sajalah sekarang. Yang penting papa dan mamanya bahagia, itu sudah membuat bahagia.

Lalu Cirul membalas ucapan Cito, sesudah Citra mengangguk itu. "Jadi begitu? Ya sudah, yang penting. Citra bahagia. Kamu harus menjamin Chandra akan bisa membahagian Putriku ini. Oke. Dia tadi syok ketika melihat fisik Chandra seperti itu. Sampai-sampai dia terdiam sekarang. Chandra juga sudah pulang tadi."

"Jadi? Chandra sudah pulang? Apakah dia bersikap tidak baik kepada, Citra? Coba ponselmu kasihkan kepada Citra. Aku ingin bertanya kepadanya," suruh Cito. Sekedar ingin mengakrabkan diri kepada menantunya. Lagian dia tidak mau menantunya tertekan dengan perjodohan itu, makanya dia mencoba merefleksikan diri kepada Citra dengan sedikit berbasa-basi kepadanya. Mungkin dengan begitu Citra akan nyaman dan bisa semakin yakin dengan perjodohan ini. Jadi Cito akan berusaha menjadi mertua sebaik mungkin.




Minggu, 13 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 7)

 

Bab 7: Mengungkapkan

"Jadi ... kamu suka pedas? Kenapa tidak bilang?" Seketika Citra keceplosan dan langsung membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.

"Ohhh jadi kamu berniat mengerjaiku tadi? Ohhh kini aku tau, tapi meskipun begitu terimakasih sudah memperhatikanku."

Kali ini Citra tidak marah atau kesal kepada Chandra, yang ada dia terpukau karena melihat sisi baik Chandra yang tidak dingin itu, malahan Chandra tak marah padanya yang sudah mengerjainya, dia malah berterimakasih dan tersenyum. Membuat Citra berdesir nyeri di hatinya.

'Ehhhh kenapa hatiku ini? Apa aku gila? Atau aku sedang ... ehhhh tidak mungkin, pokoknya jangan! Aku kan mau memprotes Papa dengan kebutaan dia, masak tidak jadi, huh pokoknya jangan! Lagian aku ingin sedikit mengerjainya, kenapa jadi seperti ini sihhh, lalu aku harus apa dong sekarang? Malunya aku karena ketahuan hmmmm. Ya sudah aku sekarang menjadi orang pendiam saja apa yaaa, mana bisa. Aaaaa aku bingung!' Batin Citra yang kini sudah memegangi gelasnya karena takut terlihat salah tingkah, kalau seperti itu pastinya tidak akan terlihat kalau tubuhnya sedikit gemetaran.

"Tumben kamu diam, Citra? Apa sudah selesai? Kalau sudah aku mau pulang, bye!" ucap Chandra yang sudah bangkit dari duduknya dan akan berjalan meninggalkan Citra.

Citra pun menoleh ke arah Chandra dan berteriak. "Heeeey jadi? Kita lanjut atau?" Tapi ucapan Citra tak dibalas oleh Chandra, malahan Chandra semakin

mempercepat langkahnya dengan memeganginya tongkatnya.

"Hais! Dasar somboooong. Aaaaaaa, menyebalkan terus!"

Citra masih menatapi Chandra yang sudah pergi menjauh darinya. Dia galau, pikirannya kalut. Antara menerima perjodohan ini atau tidak. Memang Citra mengakui kalau Chandra tampan, tetapi kalau buta seperti ini ketampanan sudah tak menjadi nomer 1 lagi. Meskipun tampan, tapi buta rasanya sia-sia. Citra kini hanya bisa berfikir ulang dan benar-benar meyakinkan hatinya terlebih dahulu. Memikirkan bagaimana nanti kalau sudah menikah dengannya. Jelasnya akan sangat ribet dan harus mandiri untuk mengatasi kebutaannya, apalagi kalau dia hamil dan lain sebagainya, seperti tidak mempunyai suami dong, begitulah pikir Citra sekarang.

Namun, di sela-sela pemikirannya, dia teringat ucapan papanya yang harus menikah dengannya, itu yang membuat Citra tak akan bisa berbuat apa-apa. Rasanya untuk menghampiri papanya yang sekarang berada di dalam mobil. Citra menjadi malas, ia hanya bisa tersenyum kecut dan sesekali menggeram. Ponsel Citra pun bergetar dengan sangat lantang, yang membuat Citra kini mau tidak mau harus mengangkatnya. Ia lalu merogoh ponselnya yang ada di dalam tasnya. Ternyata yang meneleponnya adalah papanya.

Dengan malas Citra menggeser tombol hijaunya. "Ya, Pa, ada apa? Mengganggu kencan butaku saja!" oceh Citra yang berpura-pura mengomeli papanya itu. Karena memang Citra ingin sendiri sekarang, tapi papanya yang melihat seorang pemuda keluar dan melewatinya menjadi penasaran, kalau itu Chandra dan putri si mata wayangnya sudah usai menemuinya, makanya dia menelepon Citra. "Mengganggu? Bukankah kamu sudah usai? Memang mau pulang jam berapa? Apa kamu mau menginap? Kalau iya, ya sudah Papa pulang dulu saja kalau begitu," balas Cirul dengan menahan tawanya. Mencoba menggoda Citra. "Ciiih, kalau tau lama kenapa masih menunggu tadi, Pa? Kenapa enggak langsung pulang saja tadi, menyebalkan! Dan Papa tau? Papa benar-benar orang tua yang buruk," protes Citra yang tak terima dengan kebutaan Chandra itu. Citra menjadi semakin lancang kepada papanya, bahkan suaranya terdengar sedikit meninggi.

"Apa maksudmu, Citra? Jaga ucapanmu kepada, Papa! Apa kamu mulai berani sekarang kepada, Papa? Hah! Ayo cepat keluar sekarang! Papa mau berbicara kepadamu! Papa tau kalau kamu sudah usai kencannya, karena sepertinya yang Papa lihat barusan di luar ini adalah Chandra," perintah Cirul dengan sedikit mengotot juga, mengimbangi Citra yang sedikit meninggikan suaranya, jadi seimbang sekarang, karena terbawa arus emosi juga.

"Baiklah, baiklah, iya memang dia adalah menantu Papa, si buta dari gua hantu!"

Tut, tut, tut... Citra langsung saja mematikan teleponnya. Sementara Cirul yang masih di dalam mobil dan melihat teleponnya dimatikan. Dia menjadi geram dan mencoba mencerna ucapan anaknya itu. Tentang si buta dari gua hantu. Sampai- sampai Cirul berceloteh sendiri gara-gara ucapan Citra.

"Apa maksud Citra? Si buta dari gua hantu? Hmmm benar-benar tidak masuk akal."

Memang Cirul tidak tau kalau Chandra itu buta. Dia saja hanya mengenal papanya saja, bahkan wajah Chandra saja Cirul tidak tau, makanya dia kebingungan sekarang dengan ucapan Citra. Pastinya nanti Cirul akan meminta anaknya menjelaskan semuanya. Ia benar-benar penasaran, karena Citra berucap dengan sangat tegas. Tak ada candaan lagi, jadi itu berarti ucapan Citra benar- benar serius.

Cirul langsung membukakan pintu mobilnya. Ketika melihat Citra sudah mendekat ke arahnya. Terlihat wajah murung Citra dengan kekesalan yang luar biasa.

"Masuk!" perintah Cirul saat Citra sudah di luar pintu mobil yang sudah dibuka itu. Karena Citra benar-benar lemot. Tak kunjung masuk juga, makanya Cirul langsung memaksa saja biar cepat.

"Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu, Putriku? Apa Chandra menolakmu? Atau dia tak membayar tagihan makanannya?"

Citra hanya bisa menggeleng. Mendengar ocehan papanya yang membuatnya semakin kesal itu. Juga dia mencoba membuyarkan pemikiran yang sungguh menyesakkan dadanya. Dengan nafas yang sudah usai dihembuskan kasar, akhirnya Citra mengeluarkan semua unek-uneknya. Dia tak perduli meskipun papanya mengamuk, atau membunuhnya sekalipun. Bagi Citra yang penting dia lega bisa mengeluarkan isi hati dan pemikirannya, dari pada menumpuk dan membuat dia sakit dikemudian hari nanti.

Namun, Citra hanya bisa menatap ke sembarang arah. Tak menatapi papanya, kalau dia menatapi papanya, bisa-bisa Citra tak akan bisa berbicara lagi karena takut. Jadi cara tak menatapi papanya itu adalah solusi yang terbaik.

"Pa, kenapa Papa begitu tega kepada, Citra? Apa salah Citra? Kenapa Papa sungguh kejam kepada, Citra? Apa Citra bukan anak kandung, Papa, jadi bisa disiksa seperti ini?" Lagi-lagi Citra memprotes papanya. Itu semakin membuat Cirul darahnya mendidih. Untungnya dia bisa menahan emosinya. Jadi hanya bisa mengepal dan menyergah anaknya itu.

"Apa maksudmu? Papa tega? Papa kejam? Dilihat dari segi mana itu semua? Apa karena perjodohan ini? Bukankah ini yang terbaik untukmu? Dia kaya dan sudah mapan, jadi apa menurutmu kurang? Bagi Papa itu sudah sangat sempurna, dan ini semua Papa lakukan untuk masa depanmu, karena Papa menyayangimu dan perduli padamu, jadi apa itu yang disebut tega dan kejam? Bukannya kamu sudah sepakat kepada, Papa untuk menerimanya? Lantas? Kenapa berubah pikiran sekarang?" jelas Cirul yang semakin kebingungan dengan sikap putrinya yang menurut dia sungguh plin-plan.

Aslinya Citra sungguh takut dengan sikap papanya yang kini suaranya sudah berubah tak seperti tadi. Tapi dia terus mengungkapkan apa yang menjadi kegundahan di hatinya. "Ini semua tidak akan merubah pemikiranku, kalau misal Chandra tak buta, Pa. Kalau tau Chandra buta kenapa masih menjodohkan dengan, Citra, apa itu yang dinamakan perduli dan menyayangiku?"




Sabtu, 12 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 6)

Bab 6: Mencoba Mengerjainya

"Saya mau pesan jus avocado 2 dengan coklat creamy yang banyak sama kentang goreng porsi besar. Sudah itu saja, jangan lama-lama ya, Mbak," balas Citra tanpa melihati buku menu, karena dia sudah hafal betul menu cafe yang ada di samping kampusnya itu. Lagian Citra jarang nongkrong di situ dan memesan yang aneh- aneh, paling-paling yang dia lakukan hanya di perpustakaan saja, belajar dan belajar. Kalau ke cafe itu pastinya hanya dibungkus dan dinikmati di dalam kelas saja. Jadi semua lelaki tidak semudah itu untuk mendekati Citra.

Pelayan wanita itu pun mengangguk mengerti dan pergi untuk memenuhi pesanan Citra. Citra mengangguk dengan seringai liciknya, dia nantinya akan mengerjai Chandra supaya kapok, lagian salah sendiri Chandra sok kecakepan baginya. Sudah buta, sok pula, padahal dia tak menyadari kalau dirinya juga sok kecakepan ketika lelaki datang mendekat, dia biasanya dengan sigap langsung menolaknya, mungkin sekarang inilah balasan buat Citra atas sikapnya selama ini. Jadinya sekarang dia mendapatkan jodoh yang dingin bagaikan kulkas 2 pintu itu.

"Jadi? Kamu menyetujui perjodohan ini?" tanya Citra yang mendahului berbicara, dia sedikit berbasa-basi karena tak terbiasa diam, kalau bukan Citra yang mendahului. Tidak akan mungkin Chandra yang dingin itu mendahului pembicaraannya.

"Iya terpaksa."

Balasan dari Chandra itu membuat Citra seketika darahnya mendidih, karena balasannya sungguh selalu singkat, lalu Citra tak mau kalah dari Chandra. Malahan balasan Citra semakin panjang dibuatnya supaya Chandra semakin kesal kepadanya.

"Ohhhh terpaksa? Iya sama, aku juga sangat terpaksa, lagian aku juga masih muda, masih mau menyelesaikan study, kalau kamu kan sudah tua, jadi kita ini tidak cocok, bagaikan bulan dan matahari yang tidak akan pernah bisa bersatu, kecuali kalau dunia ini sudah runtuh."

"Ohhh ya sudah, berarti klop, tinggal nanti bilang ke papa kita masing-masing, beres deh," balas Chandra yang baru kali ini dia mau membalas ucapan Citra dengan panjang lebar itu.

Tapi tetap saja terdengar kesal ucapannya itu di telinga Citra, karena tak ada suara lemah lembutnya, yang ada Chandra terus dingin dan kasar saja. Jadinya membuat Citra malas terus kepadanya. Citra hanya bisa menganggukkan kepalanya saja dengan sesekali berdehem dan menunggui pesanannya.

Ketika pesanan sudah datang. Citra tersenyum ke arah pelayan wanita itu seraya mengibaskan satu tangannya. Dia pun mulai menjahili Chandra dengan ide nakalnya. Dengan menaruh saos cabai dengan ukuran banyak di kentang itu. Tepat berada di hadapan Chandra nanti.

Menurut Citra supaya Chandra memakan kentang goreng itu dan menyengir karena kepedasan. Lalu sekarang yang Citra lakukan pertama-tama Citra berdehem terlebih dahulu, sehabis itu dia meminum jusnya dalam beberapa tegukan. Lalu menarik lengan baju Chandra supaya tangannya itu bisa memegangi jusnya. Akhirnya Chandra yang tidak tahu apa-apa itu menerimanya saja dengan sesekali menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Minumlah jus ini! Maaf aku tak bermaksud lancang, toh lagian kita gak saling bersentuhan tangan, aku tau kamu itu sok sekali, sepertinya kamu panuan makanya tidak mau bersentuhan kulit denganku, iya pokoknya aku tidak akan menyentuh kulit kamu. Tenang saja!"

Ocehan Citra membuat Chandra membelalakkan matanya, bahkan dia ingin menyergahnya, tapi selalu disergah duluan oleh Citra. "Ehhh tapi, aku.... "Kamu mau aku berterimakasih kepadamu? Iya deh pokoknya aku sangat berterimakasih karena kamu telah memperhatikan aku dengan tak boleh menyentuhmu, tenang saja aku tak akan bilang orang-orang kalau kamu panuan, cukup kita berdua yang tau, lagian panu juga hilang dengan obat salep, coba saja beli di apotek, pasti ada." Citra terus mengoceh tidak jelas dengan sesekali menahan tawanya. Dia selalu mempunyai cara untuk menghibur dirinya dari dinginnya Chandra, makanya mengarang cerita seperti itu.

Citra pun membatin. 'Rasakan kamu, tak bisa menyergah atau mengeles kepadaku, aku tau kalau kamu ingin menjelaskan kalau kamu tidak panuan, emang aku sengaja mengoceh seperti itu, biar kamu bertambah kesal kepadaku, lagian salah sendiri sok dingin, pastinya aku akan membuat kamu menjadi bawel juga seperti ku suatu saat nanti, karena meskipun kita menolak perjodohan ini, atau bahkan merengek sekalipun, pastinya kita akan tetap dijodohkan.'

Sambil membatin. Citra menyesap jus avokadnya dan menatapi Chandra, bahkan dia juga memainkan sedotan yang ada di dalam gelas itu. Terlihat jelas kalau Chandra juga sedang berfikir, pastinya dia juga membatin dengan sempurna, jadinya Citra membiarkan saja.

Dan Chandra benar-benar membatin. 'Dia apa-apaan sih? Aku panuan? Mana mungkin? Dia mengarang sekali, kenapa tidak menjadi dukun saja kalau pintar mengarang seperti ini, biasanya dukun kan tukang bohong, sama seperti dia yang suka mengarang dan berbohong tidak jelas ini. Rasanya dia tidak akan cocok denganku nanti, pastinya kehidupan seperti apa nanti yang akan kita jalani ketika sudah menikah kelak. Hmmmm. Nasib, nasib. Semua wanita di seluruh dunia ini ternyata gila. Haaaaa!

Chandra pun menyesap jusnya juga. Rasanya dia benar-benar mendidih, makanya butuh yang segar-segar. Sekarang dia meraih kentang yang ada di hadapannya itu, tanpa menaruh curiga terhadap Citra sedikitpun, dia meraih kentang itu dengan kehati-hatian lalu mencicipinya dengan nikmat.

"Bagaimana rasanya? Apa enak?" tanya Citra dengan menyengir karena tau kalau kentang itu sangat pedas karena ulah dan tingkahnya.

Chandra mengangguk saja dengan memperlihatkan jari jempolnya, setelah itu meminum jusnya kembali dan berucap. "Kentangnya sungguh enak, pedas dan nikmat, benar-benar seleraku."

Citra yang tak habis pikir karena Chandra bisa melahap kentang yang sangat pedas itu dalam jumlah banyak, ia pun geleng-geleng kepala dan membalasnya. "Bagaimana bisa kamu melahap banyak kentang itu? Bukankah kentang itu?" Untung saja Citra menghentikan ucapannya, makanya tidak sampai terdengar oleh Chandra, dia yang sungguh penasaran langsung meraih kentang itu dan memakannya. Namun, hanya satu irisan kentang saja menyentuh lidahnya, dia pun berteriak dan meneguk jusnya sampai habis.

"Aaaa pedasnyaaaaa. Makanan apaan iniii, seperti ini kamu bilang enaaaak. Hmmm kamu benar-benar aneh haaaaa," oceh Citra yang sesekali masih melirik ke arah Chandra dan sibuk melihati di sekitarnya.

Citra yang sudah tak tahan lagi dengan pedasnya, tanpa berbasa-basi. Langsung saja meraih jus Chandra dan meneguknya pula sampai habis. Dia membungkam bibirnya ketika sudah tersadar kalau jus itu adalah milik Chandra. "Astagaaaa berarti secara tidak langsung kita— kita ciuman." Tapi kata ciuman tak terdengar oleh Chandra karena Citra sungguh lirih ketika mengucapkan itu.

"Kita? Kita apa? Kenapa dengan kentangnya memangnya? Bukankah kamu yang memesan? Tapi kamu benar-benar pintar, karena aku memang menyukai pedas, good pokoknya kamu."

Ternyata Citra salah sasaran, dia mengira Chandra tak suka pedas seperti dirinya, karena dari yang ia tau tentang orang buta di sekitarannya, memang sangat

jarang yang suka pedas, tapi Chandra berbeda dari yang lainnya, makanya Citra sungguh sangat heran dan tak menyangka.