Sexy Red Lips
Tampilkan postingan dengan label #BecocokTanam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #BecocokTanam. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 7)

 

Bab 7: Mengungkapkan

"Jadi ... kamu suka pedas? Kenapa tidak bilang?" Seketika Citra keceplosan dan langsung membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.

"Ohhh jadi kamu berniat mengerjaiku tadi? Ohhh kini aku tau, tapi meskipun begitu terimakasih sudah memperhatikanku."

Kali ini Citra tidak marah atau kesal kepada Chandra, yang ada dia terpukau karena melihat sisi baik Chandra yang tidak dingin itu, malahan Chandra tak marah padanya yang sudah mengerjainya, dia malah berterimakasih dan tersenyum. Membuat Citra berdesir nyeri di hatinya.

'Ehhhh kenapa hatiku ini? Apa aku gila? Atau aku sedang ... ehhhh tidak mungkin, pokoknya jangan! Aku kan mau memprotes Papa dengan kebutaan dia, masak tidak jadi, huh pokoknya jangan! Lagian aku ingin sedikit mengerjainya, kenapa jadi seperti ini sihhh, lalu aku harus apa dong sekarang? Malunya aku karena ketahuan hmmmm. Ya sudah aku sekarang menjadi orang pendiam saja apa yaaa, mana bisa. Aaaaa aku bingung!' Batin Citra yang kini sudah memegangi gelasnya karena takut terlihat salah tingkah, kalau seperti itu pastinya tidak akan terlihat kalau tubuhnya sedikit gemetaran.

"Tumben kamu diam, Citra? Apa sudah selesai? Kalau sudah aku mau pulang, bye!" ucap Chandra yang sudah bangkit dari duduknya dan akan berjalan meninggalkan Citra.

Citra pun menoleh ke arah Chandra dan berteriak. "Heeeey jadi? Kita lanjut atau?" Tapi ucapan Citra tak dibalas oleh Chandra, malahan Chandra semakin

mempercepat langkahnya dengan memeganginya tongkatnya.

"Hais! Dasar somboooong. Aaaaaaa, menyebalkan terus!"

Citra masih menatapi Chandra yang sudah pergi menjauh darinya. Dia galau, pikirannya kalut. Antara menerima perjodohan ini atau tidak. Memang Citra mengakui kalau Chandra tampan, tetapi kalau buta seperti ini ketampanan sudah tak menjadi nomer 1 lagi. Meskipun tampan, tapi buta rasanya sia-sia. Citra kini hanya bisa berfikir ulang dan benar-benar meyakinkan hatinya terlebih dahulu. Memikirkan bagaimana nanti kalau sudah menikah dengannya. Jelasnya akan sangat ribet dan harus mandiri untuk mengatasi kebutaannya, apalagi kalau dia hamil dan lain sebagainya, seperti tidak mempunyai suami dong, begitulah pikir Citra sekarang.

Namun, di sela-sela pemikirannya, dia teringat ucapan papanya yang harus menikah dengannya, itu yang membuat Citra tak akan bisa berbuat apa-apa. Rasanya untuk menghampiri papanya yang sekarang berada di dalam mobil. Citra menjadi malas, ia hanya bisa tersenyum kecut dan sesekali menggeram. Ponsel Citra pun bergetar dengan sangat lantang, yang membuat Citra kini mau tidak mau harus mengangkatnya. Ia lalu merogoh ponselnya yang ada di dalam tasnya. Ternyata yang meneleponnya adalah papanya.

Dengan malas Citra menggeser tombol hijaunya. "Ya, Pa, ada apa? Mengganggu kencan butaku saja!" oceh Citra yang berpura-pura mengomeli papanya itu. Karena memang Citra ingin sendiri sekarang, tapi papanya yang melihat seorang pemuda keluar dan melewatinya menjadi penasaran, kalau itu Chandra dan putri si mata wayangnya sudah usai menemuinya, makanya dia menelepon Citra. "Mengganggu? Bukankah kamu sudah usai? Memang mau pulang jam berapa? Apa kamu mau menginap? Kalau iya, ya sudah Papa pulang dulu saja kalau begitu," balas Cirul dengan menahan tawanya. Mencoba menggoda Citra. "Ciiih, kalau tau lama kenapa masih menunggu tadi, Pa? Kenapa enggak langsung pulang saja tadi, menyebalkan! Dan Papa tau? Papa benar-benar orang tua yang buruk," protes Citra yang tak terima dengan kebutaan Chandra itu. Citra menjadi semakin lancang kepada papanya, bahkan suaranya terdengar sedikit meninggi.

"Apa maksudmu, Citra? Jaga ucapanmu kepada, Papa! Apa kamu mulai berani sekarang kepada, Papa? Hah! Ayo cepat keluar sekarang! Papa mau berbicara kepadamu! Papa tau kalau kamu sudah usai kencannya, karena sepertinya yang Papa lihat barusan di luar ini adalah Chandra," perintah Cirul dengan sedikit mengotot juga, mengimbangi Citra yang sedikit meninggikan suaranya, jadi seimbang sekarang, karena terbawa arus emosi juga.

"Baiklah, baiklah, iya memang dia adalah menantu Papa, si buta dari gua hantu!"

Tut, tut, tut... Citra langsung saja mematikan teleponnya. Sementara Cirul yang masih di dalam mobil dan melihat teleponnya dimatikan. Dia menjadi geram dan mencoba mencerna ucapan anaknya itu. Tentang si buta dari gua hantu. Sampai- sampai Cirul berceloteh sendiri gara-gara ucapan Citra.

"Apa maksud Citra? Si buta dari gua hantu? Hmmm benar-benar tidak masuk akal."

Memang Cirul tidak tau kalau Chandra itu buta. Dia saja hanya mengenal papanya saja, bahkan wajah Chandra saja Cirul tidak tau, makanya dia kebingungan sekarang dengan ucapan Citra. Pastinya nanti Cirul akan meminta anaknya menjelaskan semuanya. Ia benar-benar penasaran, karena Citra berucap dengan sangat tegas. Tak ada candaan lagi, jadi itu berarti ucapan Citra benar- benar serius.

Cirul langsung membukakan pintu mobilnya. Ketika melihat Citra sudah mendekat ke arahnya. Terlihat wajah murung Citra dengan kekesalan yang luar biasa.

"Masuk!" perintah Cirul saat Citra sudah di luar pintu mobil yang sudah dibuka itu. Karena Citra benar-benar lemot. Tak kunjung masuk juga, makanya Cirul langsung memaksa saja biar cepat.

"Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu, Putriku? Apa Chandra menolakmu? Atau dia tak membayar tagihan makanannya?"

Citra hanya bisa menggeleng. Mendengar ocehan papanya yang membuatnya semakin kesal itu. Juga dia mencoba membuyarkan pemikiran yang sungguh menyesakkan dadanya. Dengan nafas yang sudah usai dihembuskan kasar, akhirnya Citra mengeluarkan semua unek-uneknya. Dia tak perduli meskipun papanya mengamuk, atau membunuhnya sekalipun. Bagi Citra yang penting dia lega bisa mengeluarkan isi hati dan pemikirannya, dari pada menumpuk dan membuat dia sakit dikemudian hari nanti.

Namun, Citra hanya bisa menatap ke sembarang arah. Tak menatapi papanya, kalau dia menatapi papanya, bisa-bisa Citra tak akan bisa berbicara lagi karena takut. Jadi cara tak menatapi papanya itu adalah solusi yang terbaik.

"Pa, kenapa Papa begitu tega kepada, Citra? Apa salah Citra? Kenapa Papa sungguh kejam kepada, Citra? Apa Citra bukan anak kandung, Papa, jadi bisa disiksa seperti ini?" Lagi-lagi Citra memprotes papanya. Itu semakin membuat Cirul darahnya mendidih. Untungnya dia bisa menahan emosinya. Jadi hanya bisa mengepal dan menyergah anaknya itu.

"Apa maksudmu? Papa tega? Papa kejam? Dilihat dari segi mana itu semua? Apa karena perjodohan ini? Bukankah ini yang terbaik untukmu? Dia kaya dan sudah mapan, jadi apa menurutmu kurang? Bagi Papa itu sudah sangat sempurna, dan ini semua Papa lakukan untuk masa depanmu, karena Papa menyayangimu dan perduli padamu, jadi apa itu yang disebut tega dan kejam? Bukannya kamu sudah sepakat kepada, Papa untuk menerimanya? Lantas? Kenapa berubah pikiran sekarang?" jelas Cirul yang semakin kebingungan dengan sikap putrinya yang menurut dia sungguh plin-plan.

Aslinya Citra sungguh takut dengan sikap papanya yang kini suaranya sudah berubah tak seperti tadi. Tapi dia terus mengungkapkan apa yang menjadi kegundahan di hatinya. "Ini semua tidak akan merubah pemikiranku, kalau misal Chandra tak buta, Pa. Kalau tau Chandra buta kenapa masih menjodohkan dengan, Citra, apa itu yang dinamakan perduli dan menyayangiku?"




Sabtu, 12 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 6)

Bab 6: Mencoba Mengerjainya

"Saya mau pesan jus avocado 2 dengan coklat creamy yang banyak sama kentang goreng porsi besar. Sudah itu saja, jangan lama-lama ya, Mbak," balas Citra tanpa melihati buku menu, karena dia sudah hafal betul menu cafe yang ada di samping kampusnya itu. Lagian Citra jarang nongkrong di situ dan memesan yang aneh- aneh, paling-paling yang dia lakukan hanya di perpustakaan saja, belajar dan belajar. Kalau ke cafe itu pastinya hanya dibungkus dan dinikmati di dalam kelas saja. Jadi semua lelaki tidak semudah itu untuk mendekati Citra.

Pelayan wanita itu pun mengangguk mengerti dan pergi untuk memenuhi pesanan Citra. Citra mengangguk dengan seringai liciknya, dia nantinya akan mengerjai Chandra supaya kapok, lagian salah sendiri Chandra sok kecakepan baginya. Sudah buta, sok pula, padahal dia tak menyadari kalau dirinya juga sok kecakepan ketika lelaki datang mendekat, dia biasanya dengan sigap langsung menolaknya, mungkin sekarang inilah balasan buat Citra atas sikapnya selama ini. Jadinya sekarang dia mendapatkan jodoh yang dingin bagaikan kulkas 2 pintu itu.

"Jadi? Kamu menyetujui perjodohan ini?" tanya Citra yang mendahului berbicara, dia sedikit berbasa-basi karena tak terbiasa diam, kalau bukan Citra yang mendahului. Tidak akan mungkin Chandra yang dingin itu mendahului pembicaraannya.

"Iya terpaksa."

Balasan dari Chandra itu membuat Citra seketika darahnya mendidih, karena balasannya sungguh selalu singkat, lalu Citra tak mau kalah dari Chandra. Malahan balasan Citra semakin panjang dibuatnya supaya Chandra semakin kesal kepadanya.

"Ohhhh terpaksa? Iya sama, aku juga sangat terpaksa, lagian aku juga masih muda, masih mau menyelesaikan study, kalau kamu kan sudah tua, jadi kita ini tidak cocok, bagaikan bulan dan matahari yang tidak akan pernah bisa bersatu, kecuali kalau dunia ini sudah runtuh."

"Ohhh ya sudah, berarti klop, tinggal nanti bilang ke papa kita masing-masing, beres deh," balas Chandra yang baru kali ini dia mau membalas ucapan Citra dengan panjang lebar itu.

Tapi tetap saja terdengar kesal ucapannya itu di telinga Citra, karena tak ada suara lemah lembutnya, yang ada Chandra terus dingin dan kasar saja. Jadinya membuat Citra malas terus kepadanya. Citra hanya bisa menganggukkan kepalanya saja dengan sesekali berdehem dan menunggui pesanannya.

Ketika pesanan sudah datang. Citra tersenyum ke arah pelayan wanita itu seraya mengibaskan satu tangannya. Dia pun mulai menjahili Chandra dengan ide nakalnya. Dengan menaruh saos cabai dengan ukuran banyak di kentang itu. Tepat berada di hadapan Chandra nanti.

Menurut Citra supaya Chandra memakan kentang goreng itu dan menyengir karena kepedasan. Lalu sekarang yang Citra lakukan pertama-tama Citra berdehem terlebih dahulu, sehabis itu dia meminum jusnya dalam beberapa tegukan. Lalu menarik lengan baju Chandra supaya tangannya itu bisa memegangi jusnya. Akhirnya Chandra yang tidak tahu apa-apa itu menerimanya saja dengan sesekali menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Minumlah jus ini! Maaf aku tak bermaksud lancang, toh lagian kita gak saling bersentuhan tangan, aku tau kamu itu sok sekali, sepertinya kamu panuan makanya tidak mau bersentuhan kulit denganku, iya pokoknya aku tidak akan menyentuh kulit kamu. Tenang saja!"

Ocehan Citra membuat Chandra membelalakkan matanya, bahkan dia ingin menyergahnya, tapi selalu disergah duluan oleh Citra. "Ehhh tapi, aku.... "Kamu mau aku berterimakasih kepadamu? Iya deh pokoknya aku sangat berterimakasih karena kamu telah memperhatikan aku dengan tak boleh menyentuhmu, tenang saja aku tak akan bilang orang-orang kalau kamu panuan, cukup kita berdua yang tau, lagian panu juga hilang dengan obat salep, coba saja beli di apotek, pasti ada." Citra terus mengoceh tidak jelas dengan sesekali menahan tawanya. Dia selalu mempunyai cara untuk menghibur dirinya dari dinginnya Chandra, makanya mengarang cerita seperti itu.

Citra pun membatin. 'Rasakan kamu, tak bisa menyergah atau mengeles kepadaku, aku tau kalau kamu ingin menjelaskan kalau kamu tidak panuan, emang aku sengaja mengoceh seperti itu, biar kamu bertambah kesal kepadaku, lagian salah sendiri sok dingin, pastinya aku akan membuat kamu menjadi bawel juga seperti ku suatu saat nanti, karena meskipun kita menolak perjodohan ini, atau bahkan merengek sekalipun, pastinya kita akan tetap dijodohkan.'

Sambil membatin. Citra menyesap jus avokadnya dan menatapi Chandra, bahkan dia juga memainkan sedotan yang ada di dalam gelas itu. Terlihat jelas kalau Chandra juga sedang berfikir, pastinya dia juga membatin dengan sempurna, jadinya Citra membiarkan saja.

Dan Chandra benar-benar membatin. 'Dia apa-apaan sih? Aku panuan? Mana mungkin? Dia mengarang sekali, kenapa tidak menjadi dukun saja kalau pintar mengarang seperti ini, biasanya dukun kan tukang bohong, sama seperti dia yang suka mengarang dan berbohong tidak jelas ini. Rasanya dia tidak akan cocok denganku nanti, pastinya kehidupan seperti apa nanti yang akan kita jalani ketika sudah menikah kelak. Hmmmm. Nasib, nasib. Semua wanita di seluruh dunia ini ternyata gila. Haaaaa!

Chandra pun menyesap jusnya juga. Rasanya dia benar-benar mendidih, makanya butuh yang segar-segar. Sekarang dia meraih kentang yang ada di hadapannya itu, tanpa menaruh curiga terhadap Citra sedikitpun, dia meraih kentang itu dengan kehati-hatian lalu mencicipinya dengan nikmat.

"Bagaimana rasanya? Apa enak?" tanya Citra dengan menyengir karena tau kalau kentang itu sangat pedas karena ulah dan tingkahnya.

Chandra mengangguk saja dengan memperlihatkan jari jempolnya, setelah itu meminum jusnya kembali dan berucap. "Kentangnya sungguh enak, pedas dan nikmat, benar-benar seleraku."

Citra yang tak habis pikir karena Chandra bisa melahap kentang yang sangat pedas itu dalam jumlah banyak, ia pun geleng-geleng kepala dan membalasnya. "Bagaimana bisa kamu melahap banyak kentang itu? Bukankah kentang itu?" Untung saja Citra menghentikan ucapannya, makanya tidak sampai terdengar oleh Chandra, dia yang sungguh penasaran langsung meraih kentang itu dan memakannya. Namun, hanya satu irisan kentang saja menyentuh lidahnya, dia pun berteriak dan meneguk jusnya sampai habis.

"Aaaa pedasnyaaaaa. Makanan apaan iniii, seperti ini kamu bilang enaaaak. Hmmm kamu benar-benar aneh haaaaa," oceh Citra yang sesekali masih melirik ke arah Chandra dan sibuk melihati di sekitarnya.

Citra yang sudah tak tahan lagi dengan pedasnya, tanpa berbasa-basi. Langsung saja meraih jus Chandra dan meneguknya pula sampai habis. Dia membungkam bibirnya ketika sudah tersadar kalau jus itu adalah milik Chandra. "Astagaaaa berarti secara tidak langsung kita— kita ciuman." Tapi kata ciuman tak terdengar oleh Chandra karena Citra sungguh lirih ketika mengucapkan itu.

"Kita? Kita apa? Kenapa dengan kentangnya memangnya? Bukankah kamu yang memesan? Tapi kamu benar-benar pintar, karena aku memang menyukai pedas, good pokoknya kamu."

Ternyata Citra salah sasaran, dia mengira Chandra tak suka pedas seperti dirinya, karena dari yang ia tau tentang orang buta di sekitarannya, memang sangat

jarang yang suka pedas, tapi Chandra berbeda dari yang lainnya, makanya Citra sungguh sangat heran dan tak menyangka.

Kamis, 10 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaku Buta (Bab 5)

 

Bab 5: Menyemburkan Larva

Hanya beberapa menit lamanya, sampailah Citra dan papanya di depan cafe itu. Papa Cirul langsung saja mendorong tubuh Citra sesekali, supaya Citra segera keluar dari mobilnya, karena dia terlihat ragu untuk keluar.

"Cepat keluar sana, Nak! Ditunggu Chandra itu!"

"Ayo, Pa!" ajak Citra yang tak ingin sendirian jadinya mengajak papanya. Bahkan tangan papanya itu sudah dipegangi olehnya.

"Heeeey enak saja! Mana bisa? Ya kamu sendiri dong. Citra sayangkuuuu, kan kamu yang mau kencan. Memangnya Papa yang kencan apa, yang benar saja kamu huhu, kalau kamu misalnya kencan mengajak orang lain itu bukan kencan namanya, tapi ajang perebutan," oceh Cirul yang membuat Citra semakin tak mengerti. Dia sekarang mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba mencerna ucapan papanya, tapi ternyata papanya semakin mendorong tubuhnya untuk keluar. Sehingga Citra sekarang berada di luar mobilnya, setelah Cirul menutup mobil itu rapat-rapat.

"Ehhh Papa, Papaaaa, Citra belum paham tau ... maksud ucapan, Papa, Paaa jelaskan dulu dong, Paaaa," rengek Citra dengan terus mengetuk kaca mobilnya. Malahan papa Cirul membuka jendelanya sedikit dan menjulurkan lidahnya. Supaya bisa memberitahu Citra sedikit.

"Nanti saja, Papa kasih tau. Papa hanya bercanda tadi, ya sudah. Good luck, Sayang. Jangan lupa kamu harus memberi kabar buat Papa dan Mama nanti. Oke!" Cirul menutup rapat jendela mobilnya kembali, setelah itu dia sudah tak merespon Citra lagi. Meskipun Citra masih mengetuk jendelanya tak terima. Citra yang sudah capek dengan ulahnya menjahili papanya itu, dia pun terus mengkomat-kamitkan bibirnya, mengomel dengan sangat jelas. Kalau dia sedang tak ikhlas melakukan ini semua. "Dasar, Papa. Huh, menyebalkan!"

Mau tidak mau, akhirnya Citra berjalan dengan langkah yang dipercepat, menurutnya bukan karena ia takut, melainkan agar segera sampai saja ke arah Chandra dan cepat pulang. Karena dia memang rasanya tidak betah berada lama- lama dalam kencan butanya itu.

Dia kebingungan untuk mencari keberadaan Chandra karena memang belum mengenalnya, tapi dia sangat ingat jelas ketika papa Cirul memberitahunya ketika di jalan tadi, kalau lelaki itu memakai jaket kulit buaya yang mengkilat, berwarna hijau dengan celana jeans hitamnya, rasanya sedari tadi Citra bulu kuduknya berdiri ketika membayangkan seperti apa sang pemakai jaket kulit buaya itu. Bayangan Citra sepertinya dia sangat seram melebihi apapun.

Matanya yang sedari tadi bergerak kian ke mari, akhirnya terhenti ke seseorang yang dituju dan yang dimaksud ayahnya itu. "Apakah benar dia? Sepertinya iya, aku harus menyapanya, gak apa-apa juga sih ... ini juga terpaksa, yang penting dia tidak GR saja nantinya," seru Citra yang semakin berjalan ke arah Chandra yang sudah menjadi sasaran matanya.

Kini Citra pun menepuk bahu Chandra dengan kasar. Namun, Chandra hanya menghembuskan nafas dengan kasar, tanpa menoleh atau bahkan menyapa Citra, membuat Citra pun kesal dibuatnya.

'Aduhhh dia sombong sekali sihhh. Bahkan tak mau menoleh ke arahku sama sekali, iya aku tau kalau kita hanya sebatas dijodohkan, aku juga dipaksa kali menikah denganmu, tapi gak sok juga seperti kamu, meskipun begitu aku menghargaimu menjadi seorang teman. Hmmm ya sudah terserah kamu saja lah.' Batin Citra dengan sangat gemas.

Dia lalu berjalan ke arah depan Chandra yang sudah duduk di kursi itu, lalu Citra juga langsung duduk di kursi saja tanpa persetujuan oleh Chandra terlebih dahulu. Citra hanya bisa sedikit menganga saat melihat Chandra terlihat sangat tampan, dengan memakai kaca mata besar pula, jadinya itu telihat kaca mata modern saja, buat gaya-gayaan, bukan kaca mata untuk mata yang terkena min ataupun plus.

Tangan Citra pun diulurkannya spontan, berusaha berkenalan dengan Chandra karena dia ingin sedikit akrab dengannya supaya tidak kaku dan malu bertemu dengannya.

"Chandra ya? Kenalkan saya Citra." Tapi ternyata tangan Citra tak dibalas olehnya, malahan Chandra hanya mengangguk saja. Melengos ke arah lain, menatap kosong ke sembarang arah.

Citra yang sudah tidak tahan lagi dengan keangkuhannya, dia semakin kesal, menurutnya orang yang seperti itu wajib ditegur supaya tidak sewenang-wenang lagi nantinya, mau dia anak konglomerat atau tampan sekalipun Citra tak perduli, yang penting dia lega bisa memakinya. Sungguh Citra menyesal karena tadi sempat mengagumi ketampanannya, dengan begitu dia tidak akan mengagumi ketampanannya lagi.

Usai Citra menurunkan tangannya, dia pun langsung menyemburkan larvanya. "Heeeeei kauuu! Sombong sekali sih kamu ini! Tidak menjabat tanganku atau membalas ucapanku, sok kecakepan sekali kamu ini! Huh! Menyesal aku menerima perjodohan ini dan kencan buta ini!"

Chandra hanya berdecak kesal, dia pun lalu membuka kaca matanya. Menatapi Citra seketika dengan mata yang tak menetap menatapinya karena mata itu memang tidak berfungsi dan buta, makanya pandangan itu tidak lurus dan hanya mengedipkan matanya sesekali.

"Kamu? Ka-Kamu buta?" tunjuk Citra tepat di depan mata Chandra. Dia menjadi sangat tegang dan benar-benar tak percaya dengan yang ia lihat saat ini.

"Dengan begini kamu tau, jadi tidak usah saya jelaskan lagi!" balas Chandra dengan sangat dinginnya. Ia memakai kaca matanya kembali dengan cepat, tanpa berucap apapun lagi.

Sementara Citra yang sungguh masih tak percaya, dia menggerutukkan giginya, dengan tangan yang dikepalkan dan sudah siap menjotos wajah Chandra, dia mengkomat-kamitkan bibirnya, menghina Chandra dengan bibir yang dimonyongkan, sungguh dia sangat kesal dengan Chandra, bahkan ingin rasanya menendang kakinya. Lagian Chandra tidak bisa melihat, jadi meskipun Citra menghinanya dia tak akan tahu. Bahkan sesekali Citra terkikik geli karena ulahnya itu. Benar-benar dia puas bisa menghina Chandra.

Chandra pun membatin ketika mendengar suara Citra yang sedikit tertawa seperti itu, dia tau kalau Citra sedang mengejeknya. 'Kenapa cewek itu? Dia agak gesrek kali yaaaa, hmmm apa benar dia yang dijodohkan olehku itu, kalau iya Papa benar-benar keterlaluan, nanti pokoknya aku harus memprotes Papa apapun yang terjadi, kenapa tidak Papa saja yang menikahinya, benar-benar menyebalkan!'

"Kamu sudah memesan makanan? Kok sedari tadi meja ini kosong, mana minuman atau makanannya?" tanya Citra yang seketika membuyarkan lamunan Chandra yang sedari tadi membatin itu. Dia tidak buru-buru pergi karena ingin tau seberapa dinginnya Chandra, apa benar dia sangat dingin seperti yang ia lihat. Karena biasanya tidak ada lelaki yang akan bisa dingin kepada Citra, karena kecantikannya itu, tapi mungkin sekarang berbeda karena Chandra tidak bisa melihat.

"Kamu pesan saja! Aku tidak haus atau tidak lapar, setelah itu to the poin saja!" Bahkan sekarang, sekali Chandra berucap selalu Citra menggerakkan bibir imutnya itu, menghina Chandra karena memang dia tidak suka dengan sifat dingin Chandra. Tangannya dinaikkan ke udara, tanda memanggil pelayan.

Pelayan yang melihat tangan Citra seperti itu langsung mendekatinya. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak? Mau pesan apa?" tanya pelayan perempuan dengan membawa buku catatan serta bolpoin. Bersiap untuk mencatat pesanan Citra.

Selasa, 08 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaku Buta (Bab 4)

 

Bab 4: Bersiap dan Berangkat

Sementara Citra yang ternyata dia sudah terlelap di dalam kamarnya, terjingkat ketika papanya mengetuk pintunya dengan keras. Dia mengerang kesal dan berteriak dengan suara lemahnya, merasa terganggu karena tertidur baru 10 menit lamanya.

"Citraaaaa. Citraaaaa. Buka pintunya!"

"Aihhh apaan sih, Paaaaa! Hais mengganggu saja! Citra tidur iniiii! Benar-benar deh, Papa ini!" Sambil masih mengumpulkan nyawanya dan terpaksa bangkit saja, Citra berjalan sembari mengucek-ucek kedua bola matanya. Dia pun membuka pintunya dengan bibir yang dimanyunkan dengan sesekali menutup matanya.

Papanya yang sudah berada di depannya, langsung saja menyentil keningnya supaya segera mengerjap, akhirnya karena ulah papanya itu Citra pun benar- benar terbuka matanya. "Aduh sakit tau, Paaa hmmm, apaan sihh ... bukankah Citra sudah selalu patuh kepada, Papa? Terus kenapa lagi?"

Ucapan Citra benar-benar terdengar tidak ikhlas, memang benar dia tidak ikhlas karena dipaksa menikah seperti itu oleh papanya, tapi dia bisa apa, bahkan papanya saja tak perduli kepada perasaannya, yang penting bagi papanya bisnisnya terus maju dan bagi papanya itu yang terbaik buat anaknya, pastinya Citra putri si mata wayangnya akan bahagia kalau mendapatkan suami yang kaya dan terpandang, begitu menurut papanya.

"Ini gawat dan darurat, cepat kamu berangkat ke cafe itu sekarang juga! Barusan Papa di telepon oleh teman Papa itu kalau anaknya sudah berangkat ke cafe barusan, jadi kamu harus segera bersiap dan segera berangkat, oke Putri Papa sayang, Papa tunggu! Papa yang antar kamu ke sana sekarang juga!" balas papanya dengan sangat bersemangat.

Citra hanya bisa membuka lebar mulutnya, ketika papanya memberikan perintah seperti itu, sekaligus dia sangat kesal dengan pasangan kencan butanya itu, yang sungguh plin-plan, katanya menyetujui waktu dalam satu jam lagi, tapi kenapa sekarang dipercepat, emang dia sungguh seenaknya saja, seperti dirinya saja yang sangat sibuk, padahal Citra juga sama sibuknya, untung saja mata kuliah sudah tidak ada jadi sedikit longgar sekarang.

Citra pun hanya bisa membatin. Kalau dia mengeluh dan sedikit molor pastinya papanya marah dan tak mau berbicara dengan dia lagi, makanya Citra hanya bisa membatin saja. 'Sekarang? Dia benar-benar gila! Seenak jidatnya saja! Awas saja nanti! Kalau sudah bertemu dengannya pastinya aku akan mengerjainya, aku injak dirinya hingga hancur, tunggu dan lihat saja kamu pastinya tidak akan menyukaiku dan menggagalkan perjodohan ini haha!

Cirul yang melihat putrinya masih terbengong dan tak beranjak juga untuk bersiap-siap, beliau pun langsung berdehem dengan keras. Seketika Citra terkekeh dan berhamburan cepat. Cirul yang sudah berpengalaman dan tau anak zaman sekarang bagaimana, dia pun berceloteh dengan keras.

"Citraaaa. Jangan kamu mencoba menggagalkan perjodohan ini! Kalau perjodohan batal berarti ini ulahmu! Dan Papa tak akan tinggal diam! Oke, Nak, kamu harus benar-benar membanggakan buat, Papa! Jangan sampai mengecewakan."

Citra yang mendengar ucapan papanya itu, dia menjadi melemas karena papanya itu benar-benar tau akal bulusnya, jadinya ya sudah Citra hanya bisa pasrah dengan keadaan, menerima semua perjodohan ini dengan lapang, dalam hatinya mungkin ini adalah takdir dari sang Maha Kuasa.

"Iya, Paaa, baiklaaaah, Papa keluar sana! Nanti kalau Papa masih di sini dan ribut saja! Malah mengganggu Citra untuk bersiap-siap, dan akan semakin lama Citra untuk menemuinya, Papa mau?" usir Citra dengan sedikit ancaman, dia sekarang berada di ruang ganti, setelah usai mondar-mandir dari kamar mandi. Tanpa memandangi papanya sedikitpun.

Papanya yang mengerti, beliau pun pergi dengan senyumannya, merasa senang karena putrinya itu sungguh sangat patuh selalu kepadanya.

Kini Citra yang sudah usai ganti baju, dia pun berada di depan cermin dan memakai make up senatural mungkin, dengan bibir yang dimonyongkan, siap untuk diberikan lipstik berwarna pink di bibirnya itu. Tak lupa memakai parfum dengan jumlah banyak seraya Citra sedikit menggoyangkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri di depan cermin itu dengan bernyanyi-nyanyi kecil.

"Aku si Citra, yang cantik jelita, memakai baju pink, memakai celana jeans hitam, rambut se-punggung berwarna pirang digerai saja, tak lupa memakai jepit love- love kesukaanku, parfum juga banyak, pastinya lelaki akan takluk di hadapanku hohoho hahaha."

Citra terus menyanyi seperti itu, lagu sangat lucu yang dibuat sendiri dengan alunan musik india, jadi membuat dia tertawa terbahak-bahak sendiri karena tingkah konyolnya. Karena memang faktanya banyak lelaki yang menyukainya, hanya saja Citra menolaknya karena merasa studinya belum usai dan tak memikirkan berpacaran atau semua itu.

Malahan sekarang takdirnya ditulis oleh papanya seperti ini, jadi menurut Citra sia-sia dia dulu alim menolak cowok siapapun itu, tapi sekarang dengan mudahnya dijodohkan oleh papanya, iya kalau cowok yang dijodohkan masih single dan muda, kalau sudah tua dan jelek, rugi dong? Begitu pikir Citra dengan menatapi cermin terus sekarang. Menyesal kenapa dulu tak mencoba berpacaran, jelasnya yang dijodohkannya juga pernah mencicipi pacaran dan sudah tidak original lagi bibirnya, jelas banyak tempelan bibir perempuan di bibirnya itu dengan varian lipstik yang berbeda-beda. Pasti itu.

Dia masih berada di depan cermin dengan terus memantaskan dirinya, sampai mamanya mendatanginya dengan melipat kedua tangannya di dada dan geleng- geleng kepala di depan pintunya.

"Haha astagaaa lama sekali dandannya putri Mama ini, ayo Sayang sudah ditunggu papa! Tenang saja kamu sudah sangat cantik, pastinya nanti Chandra akan sangat terpikat olehmu."

"Chandra? Siapa dia? Ehhh apa nama dia Chandra, Ma?" Mama Citra yang bernama Cassandra mengangguk pelan dengan senyumannya, memang mamanya sungguh ramah, tapi beliau juga jarang di rumah karena wanita karir, beliau juga tak bisa melawan keputusan suaminya itu, makanya Citra juga tak bisa meminta bantuan kepada mamanya, jadi dia tak akan curhat kepada mamanya, bagi Citra sia-sia saja.

"Ohhh ya sudah deh, Citra sudah siap, Citra berangkat dulu, Ma, assalamu'alaikum," pamit Citra dengan meraih tangan mamanya dan mencium punggung tangannya, mamanya pun membalas salam anaknya dan setelah itu beliau menatapi Citra yang berhamburan menuruni anak tangga. Cassandra pun mengikuti Citra juga dan melihat Citra menepuk punggung papanya yang membelakanginya itu.

Cirul menoleh dan menatapi anaknya dengan memicingkan matanya, terpukau rasanya. "Kamu benar-benar cantik, Sayang, apakah sudah siap?" Citra mengangguk tanpa merasa senang dengan pujian papanya itu.

"Baiklah, ayo kita berangkat! Semoga sukses, Sayangku, semangat!"

"Ma, Papa berangkat dulu ya antar, Citra," pamit Cirul ketika melihat istrinya berdiri tepat di depan matanya.

"Iya, Pa, hati-hati! Jaga Citra baik-baik," balas Cassandra dengan melambaikan tangannya, Cassandra hanya bisa menatapi keduanya yang sudah pergi menjauh lalu pergi ke arah kamarnya kembali.

Bagi Citra ucapan papanya itu sungguh lebay, seperti Citra lagi ujian kuliah saja sampai segitunya, padahal bertemu kencan butanya saja seheboh ini melebihi ujiannya, dulu sewaktu Citra kuliah saja papanya tak pernah menyemangatinya, baru sekarang ini begini, benar-benar keterlaluan pokoknya papanya itu.

Citra pun masuk ke dalam mobil bersama dengan papanya, lalu papanya pun mengendarai dengan cepat, supaya tidak terlalu lama sampai ke cafe itu.




Senin, 07 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 3)

Bab 3: Tak Sabar

Hancur, marah, kecewa ada di dalam benak Chandra saat ini. Bagaimana tidak? Wanita yang amat dia cintai tega melakukan itu kepadanya, sekarang dia berdiri mematung di dalam kamarnya, tepat berada di depan cermin dengan senyuman menyeringai. Tangan satunya mengepal, sementara tangan yang lain mengetuk- ketuk cerminnya dengan kasar, menyalurkan emosi yang ada di dalam hatinya, sampai-sampai cerminnya itu retak dan kepalan tangannya sedikit berdarah, tapi dia tak memperdulikan itu, baginya luka itu tak sebanding dengan sakitnya luka di hatinya.

Setelah lega dengan menyiksa diri sebentar, Chandra lalu bergegas untuk menuju ke arah cafe tempat kencan butanya sekarang juga. Tak sabar menunggu satu jam lagi. Karena kalau dia menunggu lebih lama pastinya akan semakin kesal karena kesepian di dalam rumahnya dan hatinya tidak stabil sekarang, jadi ingin mencari ketenangan terlebih dahulu. Barangkali di cafe dia bisa mengobati sedikit rasa sakit hatinya ketika mendengar alunan musik di sana dan keramaian yang menurutnya bisa menghiburnya.

Chandra pun berjalan ke arah di mana gantungan bajunya berada. Meskipun dia tak bisa melihat tapi dia sudah hafal betul tata letak kamarnya, hanya saja kadang dia sesekali masih tersandung karena kamarnya sering berantakan gara- gara kecerobohannya yang menaruh sembarangan itu, dia meraih jaket kulit buayanya yang menggantung di gantungan yang sudah ada di depannya saat ini, lalu memakainya dengan kasar.

Setelah itu dia ke arah luar kamarnya dengan mencari-cari tongkatnya. Saat ia frustasi dan tak menemukan tongkatnya. Chandra pun berteriak dengan sangat kencang, hingga otot di lehernya sangat kentara. "Bik, Bibiiiiiik. Cepat carikan tongkatkuuuuu!"

Salah satu bibik yang mendengarnya pun memenuhi panggilannya dengan berhamburan, menaiki anak tangga satu persatu dengan secepatnya, tak mau kelamaan dan membuat Chandra marah karena menunggu terlalu lama, lagian baru kali ini bibik mendengar nada suara Chandra yang sungguh menyeramkan seperti itu, jadinya bibik tau kalau Chandra sedang kesal sekarang, makanya bibik tidak mau kelamaan bergegas ke arahnya.

"Iya Tuan mudaaa, siap laksanakan perintah, Tuan," balas bibik yang kini sudah berada di depan Chandra dengan nafas yang terengah-engah. Sekali-kali bibik yang bernama Mira itu mengatur pernafasannya dengan menghembuskan nafasnya Kasar, supaya selanjutnya dia bisa menjawab semua ucapan Chandra dengan lancar.

"Cepat carikan tongkat ku, Biiik, cepaaaat sekarang juga! Aku lupa

melemparkannya ke mana tadi!" perintah Chandra dengan nada yang tetap kesal. Dia pun duduk di atas kursi yang berada di belakangnya, menunggu bik Mira mencarikan tongkatnya.

Akhirnya dalam waktu beberapa menit saja bik Mira pun menemukannya, bik Mira berjalan ke arah Chandra dan menyerahkan tongkatnya, tepat di tangannya. Chandra yang merasakan tongkatnya sudah berada di depan tangannya, dia pun mengambil tongkat itu, tersenyum tipis dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Oke, terimakasih, Bik, kalau begitu saya pergi dulu! Sampaikan kepada Papa saya pergi dulu! Dan juga bilang ke Papa, dia jangan boleh datang lama-lama, harus secepatnya," pesan Chandra yang membuat bik Mira bingung.

Bik Mira ingin tau siapa dia yang dimaksud oleh tuan mudanya itu, tapi bik Mira tidak seberani itu untuk bertanya kepada Chandra karena semua itu sangatlah lancang, jadinya dipendam saja di dalam hatinya keingintahuannya itu, lalu bik Mira hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil menghafalkan semua pesan Chandra, dia suka lupa karena penyakit pikunnya sering kambuh. Mungkin karena faktor umur, sudah lama bik Mira kerja di rumah ini puluhan tahun, makanya sudah terpercaya dari umurnya 25 tahun sampai 45 tahun sekarang, Jadinya berkali-kali bik Mira berkomat-kamit supaya mengingatnya. "Bik, apa Bibik mendengarkan ku? Bibik ingat kan pesanku? Awas ya kalau lupa, jangan sampai pikun! Bye!" lanjut Chandra lagi, mencoba mengingatkan bik Mira tentang itu, karena Chandra sungguh tau kalau bik Mira orang yang sangat pikun. Tapi bik Mira sangat terpercaya dan sesepuh di rumah ini.

Bik Mira tersipu malu mendengar ucapan Chandra itu, dia mengangguk mengerti. Terus menghafal betul pesan itu, sampai-sampai karena dia takut lupa,

dia pun berjalan ke arah kamar papa Chandra. Memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu, karena katanya keadaan sedang darurat, takut dia

melupakannya.

Tok, tok, tok!

"Tuan...

... Tuan ... ini, Bibik, mohon Bibik diizinkan untuk menyampaikan pesaaaan."

"Yaaaa ada apa, Biiiiik, cepat katakaaaan. Hmmm mengganggu saja, Bibik ini. Aku lagi beromantisan dengan istriku iniiii huh!" keluh Cito yang mendengar teriakan bibik dari luar, suara Cito memang terdengar sangat merdu dan menggelikan karena dia lagi beradegan dengan istrinya, jadi tak membuka pintunya karena tak mau menghentikan adegannya itu.

Cito juga memaklumi bik Mira karena kepikunannya, lagian bik Mira juga sudah sangat berjasa sejak Chandra kecil, makanya sudah dianggap keluarga sendiri di rumah ini, jadi meskipun bik Mira pikun atau kadang lalai, mereka semua tidak akan pernah memecatnya.

"Maafkan, Bibik yang mengganggu ini, Bibik hanya mau bilang kalau Tuan muda sudah berangkat ke cafe, katanya bilang sama dia kalau tidak boleh lama-lama datang, begitu, Tuan," balas bik Mira yang gemetaran ketika menyampaikan itu, takutnya Cito marah dan akan memarahi Chandra, karena selalu bibik lah yang tak tega kalau Cito memarahi Chandra, bagi bibik Chandra seperti anaknya sendiri dan bibik selalu menenangkannya ketika Chandra bersedih.

"Apa, Bibik bilang? Chandra pergi sekarang juga? Hahaha, anak itu ternyata sangat bersemangat dan tak tahan juga untuk menemui Citra, berarti perjodohan ku pastinya akan sukses betul, benar-benar keren. Ini berita sangat menyenangkan, haha, baiklah, Bibik boleh pergi!"

Bik Mira merasa senang ketika mendengar majikannya itu senang dan tak akan memarahi Chandra, beliau pun pergi dengan senyuman yang merekah di bibirnya. Sambil berceloteh. "Syukurlah Tuan muda dan Tuan besar tidak berselisih lagi, aku sungguh takut kalau mereka berselisih pastinya rumah dan seisinya ini akan menjadi korbannya.

Memang seperti itu ketika Cito dan Chandra berselisih waktu itu, gara-gara kesalahan sedikit saja membuat keributan yang sungguh luar biasa. Dulu Chandra pernah tak sengaja melukai mamanya, lalu Cito yang mengira Chandra sengaja akhirnya berselisih dan memaki Chandra habis-habisan, jadi Chandra benar-benar tidak suka dengan mamanya itu, karena gara-gara mamanya itu selalu membuat dia dan papanya sering berantem, karena mamanya itu adalah mama tiri, jadi sering ada kesalahpahaman yang tercipta pada mereka, juga semenjak Chandra berumur 5 tahun sudah diurus oleh bik Mira setelah mamanya sendiri meninggal karena penyakit yang tiba-tiba menyerangnya, lalu papanya itu menikah lagi saat Chandra berusia 10 tahun. Semenjak saat itulah Chandra menjadi seorang yang tak suka bicara kepada papa atau mama tirinya karena malas apabila dipersalahkan lagi.




Minggu, 06 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (BAB 2)

 

Bab 2: Sunggu Hancur

Setelah mendengar jawaban dari papanya siapa Citra, kini Chandra tau kalau yang ia dengar waktu itu adalah nyata, awalnya dia mengira yang didengarnya di kantor hanya gosip semata, tapi sekarang benar-benar nyata, jadi tak bisa dianggap remeh lagi, yang penting dia nanti harus menemui Citra dan melaksanakan kencan buta seperti apa yang diucapkan papanya.

"Jam berapa emangnya, Pa, bertemu dengan dia? Dan hmmm siapa tadi namanya?" tanya Chandra yang melupakan nama gadis itu karena sungguh sangat tak penting bagi dirinya, jadi tak mau diingat olehnya.

"Namanya Citra, jangan lupa Citra. Kamu pergi ke cafe kampus indah yang mewah itu, nah didekatnya itu ada cafe, Nak. Nanti biar anak buah, Papa yang mengantarmu," balas Cito dengan sangat bersemangat. Sedari tadi dia terus menepuk pundak anaknya karena sungguh sangat bangganya dengan putranya yang benar-benar selalu patuh kepada dirinya.

Sementara Chandra yang sebenarnya tak rela, dia hanya bisa membatin. 'Sampai segitunya, Papa, mengatur kencan butaku, bahkan dia memerintahkan anak buahnya untuk mengawalku, apa dia sangat tidak percaya kepadaku kalau aku akan menemuinya, tidak mungkin sekali kan aku kabur, heran aku kepada, Papa hmmm, ahhh sudahlah. Terserah Papa saja. Yang jelas nanti aku akan membuat jengkel gadis itu supaya menolak perjodohan ini'

"Ya sudah, kalau begitu, Papa mau mandi dulu! Kebetulan tadi klien yang ingin bertemu, Papa hanya sedikit jadi jam segini sudah pulang, tidak ada lembur untuk hari ini, pastinya mama kamu akan senang karena Papa menemaninya, jangan lupa ya satu jam lagi kamu akan ke cafe itu," pamit Cito dengan menepuk Chandra sekali lagi. Kali ini dia menepuk bahu Chandra, bukan pundak lagi dan setelah itu pergi begitu saja tanpa menoleh kepada Chandra. Padahal Chandra rasanya ingin berbicara sesuatu lagi kepada papanya, tapi diurungkannya karena papanya sudah menjauh dari dirinya.

Chandra pun kini berjalan mondar-mandir dengan memainkan tongkatnya. Dia benar-benar mengeluh karena papanya benar-benar seenaknya sendiri dari dulu, bahkan tak pernah memberikan kesempatan buat Chandra untuk berbicara, apakah Chandra menolak atau bagaimana, bagi Chandra papanya itu benar- benar egois. Karena semua pastinya akan terus disetir dan diatur olehnya.

"Papa benar-benar keterlaluan, selalu begitu hmmm, aku benar-benar tak habis pikir dan sudah muak kepadanya, kali ini aku tak akan tinggal diam dan membiarkannya begitu saja, pastinya aku akan memainkan permainan yang keren, baiklah aku ikuti permainan, Papa dan aku akan mempercantiknya, tunggu dan lihat saja, Pa" Chandra tersenyum menyeringai sembari menaikturunkan alisnya.

Dia lalu merogoh kantong sakunya untuk mengeluarkan ponselnya. Merasa rindu kepada gadisnya. Ditekannya ponsel itu atas nama Cery sang pacarnya, ia dengan cepat menekan tombol hijaunya. Lama Chandra menunggu balasan dari Cery, tapi dengan kesabaran Chandra, ia pun terus mencoba menelepon Cery berulang-ulang, hingga panggilan yang ke 5 kali barulah Cery mengangkat teleponnya.

Di ujung teleponnya terdengar Cery sedang tertawa senang, sepertinya dia sangat senang hari ini. Chandra turut senang ketika mendengar pacarnya senang, sudah berhari-hari dia tak menghubunginya gara-gara kecelakaan ini. Makanya Chandra mencoba menjelaskan kepadanya.

"Haloooo, Sayangkuuuu," panggil Chandra dengan gemasnya, panggilan Chandra itu dikeraskan karena sepertinya di rumah Cery lagi berpesta, jadinya terdengar suara kebisingan musik yang berdentum keras, kalau Chandra tidak mengeraskan suaranya, pastinya Cery tidak akan mendengarnya.

"Ya, siapa ini? Aku sungguh tak mengenalmuuu," balas Cery dengan mengeraskan suaranya pula. Agar sang penelepon yaitu Chandra bisa mendengarnya pula.

"Maksud kamu siapa? Ini aku Chandra, Sayaaaang, bukankah kamu Cery

kekasihku? Kita sudah pacaran selama 4 tahun Ihoooo." Chandra membalas lagi, mencoba meyakinkan Cery.

Takutnya Cery sedang mengigau atau berada didekat orang tuanya, jadinya Chandra mencoba memahaminya, karena Cery dulu pernah seperti itu berpura- pura tak mengenal Chandra, ketika berada didekat orang tuanya, makanya Chandra tidak terdengar syok. Hanya saja dia sedang merindukan pacarnya itu makanya meneleponnya dan suaranya dibuat seromantis mungkin, lagian dia belum berani mendekati kedua orang tua Cery dikarenakan katanya memang belum saatnya, Chandra memang berniat akan datang ke rumah Cery untuk menemui kedua orang tuanya kalau Cery sudah menyelesaikan studinya nanti. Karena Cery tak membalas ucapannya, Chandra pun berucap kembali. "Haloooo, apa kamu bersama kedua orang tuamu? Maafkan aku kalau menganggumu, Sayang, tapi biasanya kamu bisa berbicara sedikit kepadaku dengan berbisik meskipun ada kedua orang tuamu, ayo balaslah ucapanku ini, Sayang." Kali ini Chandra berbicara dengan berbisik, takutnya saat ini keadaan Cery benar-benar gawat, makanya biar dia saja yang mengalah, asalkan Cery baik-baik saja.

"Maaf ya, kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, mulai sekarang kita putus saja! Anggap saja kita tidak pernah mengenal dulu, lagian kamu sudah buta, apa yang bisa diharapkan dari orang buta sepertimu, sekarang aku sudah mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik darimu, dia sungguh sangat kaya juga tak kalah tampannya denganmu, selamat tinggal, byeeee."

"Haha ayo, Sayang, kita belah duren lagi yuuuk, tambah lagi doooong, ya, ya, enak tauuuu."

Chandra yang mendengar itu semua mulutnya menganga bahkan hatinya sungguh hancur, tongkat yang sedari tadi dipegangnya tiba-tiba terlolos dari tangannya dan tergeletak di lantai. Dengan tangan satunya yang meremas ponselnya erat, bahkan dia sungguh tak terima dengan apa yang dikata Cery. Chandra juga tak menyangka tanpa menjelaskan tentang apa yang terjadi kepadanya, yang ternyata Cery sudah tau tentang dirinya yang buta, tapi benar- benar dirinya sungguh tega tak mengunjunginya sama sekali.

Ternyata Cery tak sebaik yang Chandra kira, benar-benar tidak tulus, bahkan dia berani terang-terangan memamerkan pacarnya, juga terdengar menggelikan ketika ada suara cowok yang ternyata sudah mengambil keperawanannya dan dia dengan mudahnya menyukainya, karena sungguh suara Cery terdengar bahagia, dulu sewaktu bersama Chandra tak pernah dia sebahagia ini. Bahkan Chandra sering sibuk mengurus perusahaannya, tapi tak pernah dia mengabaikan permintaan Cery. Meskipun dia matre dan meminta apapun dari Chandra, pastinya akan terus dikabulkannya, karena memang Chandra benar-benar mencintainya. Jadi sekarang sungguh Chandra tak menerimanya.

Lalu dengan tanpa berucap apapun lagi dan tanpa mematikan teleponnya. Akhirnya Chandra langsung beralih dan berjalan ke arah kamarnya yang dekat dari dia berpijak saat ini. Berjalan tanpa membawa tongkatnya, dengan sesekali menabrak apapun yang ada di sekitaran sana, bahkan dia menabrak dinding besar yang membuatnya mendesis nyeri karena kesakitan. Dia pun langsung melemparkan ponselnya dengan geramnya. Lalu berteriak.

"Kauuu wanita murahaaaaan! Aku sungguh membencimuuuu, ternyata selama ini cintamu palsu! Ketulusanku tiada artinya, haaaah!" Namun, sungguh sayang, ucapan Chandra tak didengar oleh Cery karena ponsel Chandra tiba-tiba mati dengan sendirinya, mungkin karena kerasnya Chandra membanting ponselnya itu. Makanya seperti itu dan ponsel itu juga terlihat retak sedikit.

"Ternyata dan pastinya semua wanita samaaaa! Haaaaa. Tak ada wanita yang bisa menerima apa adanya, kalaupun nanti ada aku berjanji akan memberikan dia semua yang kumiliki. Haaaa aku berjanji!"




Sabtu, 05 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta

 Bab 1: Sebuah Keputusan

"Apa! Aku harus menikahi anak teman, Papa? Bagaimana bisa, Pa! Aku tidak mengenalnya dan mencintainya! Pokoknya aku tidak mau! Papa sendiri sana yang menikahinya, kenapa Papa menyetujuinya tanpa sepengetahuanku, emangnya nikah itu main-main apa, huh! Menyebalkan! Lagian ini adalah keputusanku jadi jangan memaksa!" pekik Citra dengan nada yang sedikit meninggi. Matanya sedikit berkaca-kaca, menahan air mata yang hampir menetes. Dia benar-benar kesal kepada papanya yang tiba-tiba memaksakan kehendak seperti itu. Bahkan sekarang Citra sudah melengos dari papanya dengan sedikit membalikkan badannya. Tak lupa tangannya disedekapkan. Cirul yang mendengar dan melihat tindakan Citra itu, dia menjadi geram. Kedua tangannya diayunkan dan langsung meraih pundak anaknya. Seketika Citra pun dibalikkan olehnya. Namun, Citra yang begitu kekeh masih menahan pembalikan dari papanya. Tapi dia tetap berbalik karena kekarnya tangan papanya yang membuat dia tidak bisa melawan lagi.

"Citra Marissa Antoni?" panggil Cirul ketika Citra malas menatapinya. Rasanya Citra bergidik ngeri ketika mendengar suara papanya yang menggelegar itu, beliau sebelumnya hanya cuek, kerja dan kerja saja, tapi sekarang datang kepadanya dengan nada suara yang sedikit meninggi, bagaimana tak membuat Citra takut? Jelas saja Citra ketakutan karena biasanya papanya tak pernah ikut campur dalam kehidupannya.

Cirul melototkan kedua matanya ke arah putri si mata wayangnya itu. Bibirnya hampir digerakkan lagi, untuk memberikan sebuah pertanyaan dan keyakinan untuk anaknya. Namun, diurungkannya ketika melihat anaknya itu mengangguk cepat dan pasrah.

Cirul pun tersenyum tipis dan langsung bertanya dengan semangatnya. "Jadi ... kamu mau menikahinya? Benarkah?" Citra mengangguk sekali lagi supaya papanya puas dan seketika Cirul menarik tubuh Citra dan memeluknya erat. "Kamu sungguh anak yang berbakti, anak kesayangan Papa, benar-benar anak keluarga Cirul Antoni, yang patuh dan sangat menyenangkan. Terimakasih pokoknya, Nak. Terimakasih. Tenang saja cinta akan tumbuh dengan sendirinya, lagian kamu tidak punya pacar kan?"

Cirul tau kalau anaknya itu tidak punya pacar karena yang ada dipikiran Citra hanyalah kuliah dan kuliah, dia sangat ingin menjadi dosen, papanya juga terserah dia saja apapun keputusan cita-citanya itu, tapi kalau masalah menikah itu tidak bisa diganggu gugat dan Cirul lah yang memutuskannya.

Awalnya Citra kesal dengan keputusan papanya itu, tapi kekesalannya itu berubah menjadi kebahagiaan ketika mendengar ucapan papanya yang seperti itu tadi. Ucapan terimakasih yang begitu bangga kepadanya. Karena baru kali ini Citra bisa sedekat ini dengan papanya, biasanya mana pernah, semua orang di dalam rumah keluarga Antoni ini sibuk sendiri-sendiri, berkarir masing-masing, hanya Citra yang sendirian masih menyelesaikan study-nya. Sesekali hanya ditemani oleh bibik yang mengurusinya sejak bayi saja.

"Kalau begitu Citra ke kamar dulu, Pa, capek, mau mandi," celoteh Citra yang meminta izin kepada papanya, dia pulang dari kuliahnya, jadi belum sampai Citra pergi ke kamarnya, tapi sudah dihalangi oleh papanya, tepat di ruang tamu, jadi bagaimana tidak syok si Citra, karena baru pulang saja langsung disuguhi dengan ucapan pernikahan dan paksaan seperti itu. Jadi rasanya dia benar-benar tak terima dan dalam hatinya masih sangat tak rela. Namun, ketakutannya lebih besar dari pada tak relanya, makanya Citra mencoba mengalah.

"Eits tunggu dulu dong, Sayangkuuuu!" Cirul menghalangi putrinya lagi dengan mencekal erat tangan kanannya, sehingga Citra yang akan berjalan itu diurungkan lagi.

"Hmmm ada apa lagi, Pa? Bukannya Citra sudah menerima keputusan, Papa? Jadi ... Citra mau ke atas, Pa, rasanya Citra sungguh capek, Pa, capek hati, capek pikiran dan segalanya," balas Citra dengan mengungkit itu. Dia begitu supaya papanya itu sadar dan barangkali berubah pikiran untuk tidak menjodohkannya lagi. Tapi ternyata Citra salah, Cirul tetap teguh dengan pendiriannya.

"Jangan pergi dulu! Papa mau menghubungi teman, Papa. Si Cito, kalau kamu setuju dengan perjodohan ini dan biar diputuskan bagaimana selanjutnya. Kamu harus mendengarkan pembicaraan, Papa. Papa akan mengeraskan volume ponsel Papa ini, supaya kamu bisa mendengarnya, Nak."

Citra hanya mengernyitkan dahinya. Dia pun membatin. 'Lalu? Apa hubungannya dengan adanya aku? Bukannya aku tidak penting di sini, lagian aku juga pasti akan patuh dan tak bisa membantah lagi. Ini apa-apaan Papa ini. Benar-benar gila harta, gara-gara bisnis aku dipaksa menikah. Aku bagaikan dijual saja hmmmm.'

Tapi Citra hanya patuh saja. Malahan dia sekarang sangat dekat dengan papanya, berada tepat di sampingnya, karena Cirul masih terus mencekali tangannya, tak mau melepaskannya. Cirul pun mengotak-atik ponselnya dengan tangan lain yang tak mencekal tangan putrinya. Mencari kontak Cito, akhirnya dia menekan tombol hijaunya ketika sudah menemukan kontak Cito itu.

Dengan suara yang sangat bersemangat Cirul langsung mengeluarkan suaranya, ketika mendengar nada bip dari panggilannya. "Halo, sahabatku Cito?"

"Ohhh iya halo Cirul, ada apa? Apa ada kabar baik? Putrimu mau dijodohkan dengan anakku? Kalau iya nanti kita atur kencan mereka, kalau belum ya kamu harus bisa meyakinkannya, tenang saja dia tidak akan kekurangan kemewahan sedikitpun, keluarga ini akan memenuhi kebutuhannya," balas Cito di seberang sana. Dia juga sama semangatnya, seperti sangat tidak mau menunda lagi hari pernikahan anaknya.

"Iya putriku menerimanya, kamu tenang saja! Kamu bilang sama putramu sana! Nanti sore jam 4 bisa lah dipertemukan antara putriku dan putramu, di cafe saja! Yang dekat dengan kampus mewah anakku itu, di sana cafe-nya sungguh sangat bagus, cafe kencana namanya." Cirul berucap lagi.

Kali ini dia sudah terlebih dulu merencanakan pertemuan anaknya, jadi Citra sangat tidak habis pikir kepada papanya itu, masak selaku wali dari dirinya mendahului dan mengajak, dia sebagai putrinya merasa malu. Tapi bagi Cito itu malah bagus, karena memang dia sudah berencana menawari itu tadi. Sayangnya sudha terlanjur didahului Cito jadi, aman-aman saja. Tanpa berfikiran negatif apapun.

"Baiklah, aku sepakat! Nanti aku bilang putraku, kalau begitu ya sudah, aku tutup bye!" Setelah mengucapkan itu. Cito bergegas untuk menemui putranya.

Dia mencoba mencari putranya. Namun, belum sampai dia masuk ke dalam kamar putranya itu. Ternyata dia melihat putranya sedang duduk termenung dengan memegangi tongkatnya. Lelaki itu tersenyum ketika mendengar langkah kaki papanya yang kian mendekat. Lalu dia menyapa papanya dengan keceriaannya.

"Papa? Tumben Papa menghampiriku? Biasanya sangat jarang, apa ada sesuatu?" Lelaki itu aslinya sudah tau rencana papanya, karena dulu dia pernah mendengar rencana itu sewaktu di kantor, jadi dia tidak heran. Namun, berpura-pura tidak tau saja. Lagian kalau melawan papanya juga tidak mungkin juga, jadi menurutnya dia akan mencoba saja, dia yang cacat sudah berfikiran duluan kalau cewek yang akan dijodohkan dengannya gak akan mau untuk menerimanya. Apalagi dia juga sudah mempunyai pacar yang sangat ia cintai dam sayangi.

Cito pun menepuk pundak anaknya dan berkata. "Iya, Nak, Papa ke sini untuk menyuruhmu menikahi Citra, nanti kamu bertemulah dengannya di cafe dekat kampus mewah itu, namanya cafe kencana."

"Apa, Pa! Aku harus menikahi Citra? Si-siapa dia!"