Sexy Red Lips

Minggu, 06 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (BAB 2)

 

Bab 2: Sunggu Hancur

Setelah mendengar jawaban dari papanya siapa Citra, kini Chandra tau kalau yang ia dengar waktu itu adalah nyata, awalnya dia mengira yang didengarnya di kantor hanya gosip semata, tapi sekarang benar-benar nyata, jadi tak bisa dianggap remeh lagi, yang penting dia nanti harus menemui Citra dan melaksanakan kencan buta seperti apa yang diucapkan papanya.

"Jam berapa emangnya, Pa, bertemu dengan dia? Dan hmmm siapa tadi namanya?" tanya Chandra yang melupakan nama gadis itu karena sungguh sangat tak penting bagi dirinya, jadi tak mau diingat olehnya.

"Namanya Citra, jangan lupa Citra. Kamu pergi ke cafe kampus indah yang mewah itu, nah didekatnya itu ada cafe, Nak. Nanti biar anak buah, Papa yang mengantarmu," balas Cito dengan sangat bersemangat. Sedari tadi dia terus menepuk pundak anaknya karena sungguh sangat bangganya dengan putranya yang benar-benar selalu patuh kepada dirinya.

Sementara Chandra yang sebenarnya tak rela, dia hanya bisa membatin. 'Sampai segitunya, Papa, mengatur kencan butaku, bahkan dia memerintahkan anak buahnya untuk mengawalku, apa dia sangat tidak percaya kepadaku kalau aku akan menemuinya, tidak mungkin sekali kan aku kabur, heran aku kepada, Papa hmmm, ahhh sudahlah. Terserah Papa saja. Yang jelas nanti aku akan membuat jengkel gadis itu supaya menolak perjodohan ini'

"Ya sudah, kalau begitu, Papa mau mandi dulu! Kebetulan tadi klien yang ingin bertemu, Papa hanya sedikit jadi jam segini sudah pulang, tidak ada lembur untuk hari ini, pastinya mama kamu akan senang karena Papa menemaninya, jangan lupa ya satu jam lagi kamu akan ke cafe itu," pamit Cito dengan menepuk Chandra sekali lagi. Kali ini dia menepuk bahu Chandra, bukan pundak lagi dan setelah itu pergi begitu saja tanpa menoleh kepada Chandra. Padahal Chandra rasanya ingin berbicara sesuatu lagi kepada papanya, tapi diurungkannya karena papanya sudah menjauh dari dirinya.

Chandra pun kini berjalan mondar-mandir dengan memainkan tongkatnya. Dia benar-benar mengeluh karena papanya benar-benar seenaknya sendiri dari dulu, bahkan tak pernah memberikan kesempatan buat Chandra untuk berbicara, apakah Chandra menolak atau bagaimana, bagi Chandra papanya itu benar- benar egois. Karena semua pastinya akan terus disetir dan diatur olehnya.

"Papa benar-benar keterlaluan, selalu begitu hmmm, aku benar-benar tak habis pikir dan sudah muak kepadanya, kali ini aku tak akan tinggal diam dan membiarkannya begitu saja, pastinya aku akan memainkan permainan yang keren, baiklah aku ikuti permainan, Papa dan aku akan mempercantiknya, tunggu dan lihat saja, Pa" Chandra tersenyum menyeringai sembari menaikturunkan alisnya.

Dia lalu merogoh kantong sakunya untuk mengeluarkan ponselnya. Merasa rindu kepada gadisnya. Ditekannya ponsel itu atas nama Cery sang pacarnya, ia dengan cepat menekan tombol hijaunya. Lama Chandra menunggu balasan dari Cery, tapi dengan kesabaran Chandra, ia pun terus mencoba menelepon Cery berulang-ulang, hingga panggilan yang ke 5 kali barulah Cery mengangkat teleponnya.

Di ujung teleponnya terdengar Cery sedang tertawa senang, sepertinya dia sangat senang hari ini. Chandra turut senang ketika mendengar pacarnya senang, sudah berhari-hari dia tak menghubunginya gara-gara kecelakaan ini. Makanya Chandra mencoba menjelaskan kepadanya.

"Haloooo, Sayangkuuuu," panggil Chandra dengan gemasnya, panggilan Chandra itu dikeraskan karena sepertinya di rumah Cery lagi berpesta, jadinya terdengar suara kebisingan musik yang berdentum keras, kalau Chandra tidak mengeraskan suaranya, pastinya Cery tidak akan mendengarnya.

"Ya, siapa ini? Aku sungguh tak mengenalmuuu," balas Cery dengan mengeraskan suaranya pula. Agar sang penelepon yaitu Chandra bisa mendengarnya pula.

"Maksud kamu siapa? Ini aku Chandra, Sayaaaang, bukankah kamu Cery

kekasihku? Kita sudah pacaran selama 4 tahun Ihoooo." Chandra membalas lagi, mencoba meyakinkan Cery.

Takutnya Cery sedang mengigau atau berada didekat orang tuanya, jadinya Chandra mencoba memahaminya, karena Cery dulu pernah seperti itu berpura- pura tak mengenal Chandra, ketika berada didekat orang tuanya, makanya Chandra tidak terdengar syok. Hanya saja dia sedang merindukan pacarnya itu makanya meneleponnya dan suaranya dibuat seromantis mungkin, lagian dia belum berani mendekati kedua orang tua Cery dikarenakan katanya memang belum saatnya, Chandra memang berniat akan datang ke rumah Cery untuk menemui kedua orang tuanya kalau Cery sudah menyelesaikan studinya nanti. Karena Cery tak membalas ucapannya, Chandra pun berucap kembali. "Haloooo, apa kamu bersama kedua orang tuamu? Maafkan aku kalau menganggumu, Sayang, tapi biasanya kamu bisa berbicara sedikit kepadaku dengan berbisik meskipun ada kedua orang tuamu, ayo balaslah ucapanku ini, Sayang." Kali ini Chandra berbicara dengan berbisik, takutnya saat ini keadaan Cery benar-benar gawat, makanya biar dia saja yang mengalah, asalkan Cery baik-baik saja.

"Maaf ya, kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, mulai sekarang kita putus saja! Anggap saja kita tidak pernah mengenal dulu, lagian kamu sudah buta, apa yang bisa diharapkan dari orang buta sepertimu, sekarang aku sudah mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik darimu, dia sungguh sangat kaya juga tak kalah tampannya denganmu, selamat tinggal, byeeee."

"Haha ayo, Sayang, kita belah duren lagi yuuuk, tambah lagi doooong, ya, ya, enak tauuuu."

Chandra yang mendengar itu semua mulutnya menganga bahkan hatinya sungguh hancur, tongkat yang sedari tadi dipegangnya tiba-tiba terlolos dari tangannya dan tergeletak di lantai. Dengan tangan satunya yang meremas ponselnya erat, bahkan dia sungguh tak terima dengan apa yang dikata Cery. Chandra juga tak menyangka tanpa menjelaskan tentang apa yang terjadi kepadanya, yang ternyata Cery sudah tau tentang dirinya yang buta, tapi benar- benar dirinya sungguh tega tak mengunjunginya sama sekali.

Ternyata Cery tak sebaik yang Chandra kira, benar-benar tidak tulus, bahkan dia berani terang-terangan memamerkan pacarnya, juga terdengar menggelikan ketika ada suara cowok yang ternyata sudah mengambil keperawanannya dan dia dengan mudahnya menyukainya, karena sungguh suara Cery terdengar bahagia, dulu sewaktu bersama Chandra tak pernah dia sebahagia ini. Bahkan Chandra sering sibuk mengurus perusahaannya, tapi tak pernah dia mengabaikan permintaan Cery. Meskipun dia matre dan meminta apapun dari Chandra, pastinya akan terus dikabulkannya, karena memang Chandra benar-benar mencintainya. Jadi sekarang sungguh Chandra tak menerimanya.

Lalu dengan tanpa berucap apapun lagi dan tanpa mematikan teleponnya. Akhirnya Chandra langsung beralih dan berjalan ke arah kamarnya yang dekat dari dia berpijak saat ini. Berjalan tanpa membawa tongkatnya, dengan sesekali menabrak apapun yang ada di sekitaran sana, bahkan dia menabrak dinding besar yang membuatnya mendesis nyeri karena kesakitan. Dia pun langsung melemparkan ponselnya dengan geramnya. Lalu berteriak.

"Kauuu wanita murahaaaaan! Aku sungguh membencimuuuu, ternyata selama ini cintamu palsu! Ketulusanku tiada artinya, haaaah!" Namun, sungguh sayang, ucapan Chandra tak didengar oleh Cery karena ponsel Chandra tiba-tiba mati dengan sendirinya, mungkin karena kerasnya Chandra membanting ponselnya itu. Makanya seperti itu dan ponsel itu juga terlihat retak sedikit.

"Ternyata dan pastinya semua wanita samaaaa! Haaaaa. Tak ada wanita yang bisa menerima apa adanya, kalaupun nanti ada aku berjanji akan memberikan dia semua yang kumiliki. Haaaa aku berjanji!"




Sabtu, 05 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta

 Bab 1: Sebuah Keputusan

"Apa! Aku harus menikahi anak teman, Papa? Bagaimana bisa, Pa! Aku tidak mengenalnya dan mencintainya! Pokoknya aku tidak mau! Papa sendiri sana yang menikahinya, kenapa Papa menyetujuinya tanpa sepengetahuanku, emangnya nikah itu main-main apa, huh! Menyebalkan! Lagian ini adalah keputusanku jadi jangan memaksa!" pekik Citra dengan nada yang sedikit meninggi. Matanya sedikit berkaca-kaca, menahan air mata yang hampir menetes. Dia benar-benar kesal kepada papanya yang tiba-tiba memaksakan kehendak seperti itu. Bahkan sekarang Citra sudah melengos dari papanya dengan sedikit membalikkan badannya. Tak lupa tangannya disedekapkan. Cirul yang mendengar dan melihat tindakan Citra itu, dia menjadi geram. Kedua tangannya diayunkan dan langsung meraih pundak anaknya. Seketika Citra pun dibalikkan olehnya. Namun, Citra yang begitu kekeh masih menahan pembalikan dari papanya. Tapi dia tetap berbalik karena kekarnya tangan papanya yang membuat dia tidak bisa melawan lagi.

"Citra Marissa Antoni?" panggil Cirul ketika Citra malas menatapinya. Rasanya Citra bergidik ngeri ketika mendengar suara papanya yang menggelegar itu, beliau sebelumnya hanya cuek, kerja dan kerja saja, tapi sekarang datang kepadanya dengan nada suara yang sedikit meninggi, bagaimana tak membuat Citra takut? Jelas saja Citra ketakutan karena biasanya papanya tak pernah ikut campur dalam kehidupannya.

Cirul melototkan kedua matanya ke arah putri si mata wayangnya itu. Bibirnya hampir digerakkan lagi, untuk memberikan sebuah pertanyaan dan keyakinan untuk anaknya. Namun, diurungkannya ketika melihat anaknya itu mengangguk cepat dan pasrah.

Cirul pun tersenyum tipis dan langsung bertanya dengan semangatnya. "Jadi ... kamu mau menikahinya? Benarkah?" Citra mengangguk sekali lagi supaya papanya puas dan seketika Cirul menarik tubuh Citra dan memeluknya erat. "Kamu sungguh anak yang berbakti, anak kesayangan Papa, benar-benar anak keluarga Cirul Antoni, yang patuh dan sangat menyenangkan. Terimakasih pokoknya, Nak. Terimakasih. Tenang saja cinta akan tumbuh dengan sendirinya, lagian kamu tidak punya pacar kan?"

Cirul tau kalau anaknya itu tidak punya pacar karena yang ada dipikiran Citra hanyalah kuliah dan kuliah, dia sangat ingin menjadi dosen, papanya juga terserah dia saja apapun keputusan cita-citanya itu, tapi kalau masalah menikah itu tidak bisa diganggu gugat dan Cirul lah yang memutuskannya.

Awalnya Citra kesal dengan keputusan papanya itu, tapi kekesalannya itu berubah menjadi kebahagiaan ketika mendengar ucapan papanya yang seperti itu tadi. Ucapan terimakasih yang begitu bangga kepadanya. Karena baru kali ini Citra bisa sedekat ini dengan papanya, biasanya mana pernah, semua orang di dalam rumah keluarga Antoni ini sibuk sendiri-sendiri, berkarir masing-masing, hanya Citra yang sendirian masih menyelesaikan study-nya. Sesekali hanya ditemani oleh bibik yang mengurusinya sejak bayi saja.

"Kalau begitu Citra ke kamar dulu, Pa, capek, mau mandi," celoteh Citra yang meminta izin kepada papanya, dia pulang dari kuliahnya, jadi belum sampai Citra pergi ke kamarnya, tapi sudah dihalangi oleh papanya, tepat di ruang tamu, jadi bagaimana tidak syok si Citra, karena baru pulang saja langsung disuguhi dengan ucapan pernikahan dan paksaan seperti itu. Jadi rasanya dia benar-benar tak terima dan dalam hatinya masih sangat tak rela. Namun, ketakutannya lebih besar dari pada tak relanya, makanya Citra mencoba mengalah.

"Eits tunggu dulu dong, Sayangkuuuu!" Cirul menghalangi putrinya lagi dengan mencekal erat tangan kanannya, sehingga Citra yang akan berjalan itu diurungkan lagi.

"Hmmm ada apa lagi, Pa? Bukannya Citra sudah menerima keputusan, Papa? Jadi ... Citra mau ke atas, Pa, rasanya Citra sungguh capek, Pa, capek hati, capek pikiran dan segalanya," balas Citra dengan mengungkit itu. Dia begitu supaya papanya itu sadar dan barangkali berubah pikiran untuk tidak menjodohkannya lagi. Tapi ternyata Citra salah, Cirul tetap teguh dengan pendiriannya.

"Jangan pergi dulu! Papa mau menghubungi teman, Papa. Si Cito, kalau kamu setuju dengan perjodohan ini dan biar diputuskan bagaimana selanjutnya. Kamu harus mendengarkan pembicaraan, Papa. Papa akan mengeraskan volume ponsel Papa ini, supaya kamu bisa mendengarnya, Nak."

Citra hanya mengernyitkan dahinya. Dia pun membatin. 'Lalu? Apa hubungannya dengan adanya aku? Bukannya aku tidak penting di sini, lagian aku juga pasti akan patuh dan tak bisa membantah lagi. Ini apa-apaan Papa ini. Benar-benar gila harta, gara-gara bisnis aku dipaksa menikah. Aku bagaikan dijual saja hmmmm.'

Tapi Citra hanya patuh saja. Malahan dia sekarang sangat dekat dengan papanya, berada tepat di sampingnya, karena Cirul masih terus mencekali tangannya, tak mau melepaskannya. Cirul pun mengotak-atik ponselnya dengan tangan lain yang tak mencekal tangan putrinya. Mencari kontak Cito, akhirnya dia menekan tombol hijaunya ketika sudah menemukan kontak Cito itu.

Dengan suara yang sangat bersemangat Cirul langsung mengeluarkan suaranya, ketika mendengar nada bip dari panggilannya. "Halo, sahabatku Cito?"

"Ohhh iya halo Cirul, ada apa? Apa ada kabar baik? Putrimu mau dijodohkan dengan anakku? Kalau iya nanti kita atur kencan mereka, kalau belum ya kamu harus bisa meyakinkannya, tenang saja dia tidak akan kekurangan kemewahan sedikitpun, keluarga ini akan memenuhi kebutuhannya," balas Cito di seberang sana. Dia juga sama semangatnya, seperti sangat tidak mau menunda lagi hari pernikahan anaknya.

"Iya putriku menerimanya, kamu tenang saja! Kamu bilang sama putramu sana! Nanti sore jam 4 bisa lah dipertemukan antara putriku dan putramu, di cafe saja! Yang dekat dengan kampus mewah anakku itu, di sana cafe-nya sungguh sangat bagus, cafe kencana namanya." Cirul berucap lagi.

Kali ini dia sudah terlebih dulu merencanakan pertemuan anaknya, jadi Citra sangat tidak habis pikir kepada papanya itu, masak selaku wali dari dirinya mendahului dan mengajak, dia sebagai putrinya merasa malu. Tapi bagi Cito itu malah bagus, karena memang dia sudah berencana menawari itu tadi. Sayangnya sudha terlanjur didahului Cito jadi, aman-aman saja. Tanpa berfikiran negatif apapun.

"Baiklah, aku sepakat! Nanti aku bilang putraku, kalau begitu ya sudah, aku tutup bye!" Setelah mengucapkan itu. Cito bergegas untuk menemui putranya.

Dia mencoba mencari putranya. Namun, belum sampai dia masuk ke dalam kamar putranya itu. Ternyata dia melihat putranya sedang duduk termenung dengan memegangi tongkatnya. Lelaki itu tersenyum ketika mendengar langkah kaki papanya yang kian mendekat. Lalu dia menyapa papanya dengan keceriaannya.

"Papa? Tumben Papa menghampiriku? Biasanya sangat jarang, apa ada sesuatu?" Lelaki itu aslinya sudah tau rencana papanya, karena dulu dia pernah mendengar rencana itu sewaktu di kantor, jadi dia tidak heran. Namun, berpura-pura tidak tau saja. Lagian kalau melawan papanya juga tidak mungkin juga, jadi menurutnya dia akan mencoba saja, dia yang cacat sudah berfikiran duluan kalau cewek yang akan dijodohkan dengannya gak akan mau untuk menerimanya. Apalagi dia juga sudah mempunyai pacar yang sangat ia cintai dam sayangi.

Cito pun menepuk pundak anaknya dan berkata. "Iya, Nak, Papa ke sini untuk menyuruhmu menikahi Citra, nanti kamu bertemulah dengannya di cafe dekat kampus mewah itu, namanya cafe kencana."

"Apa, Pa! Aku harus menikahi Citra? Si-siapa dia!"




Rabu, 02 Juli 2025

Bab 14: Hari ini

 Berita cuaca hari ini, perkiraan cuaca di langit hari ini akan cerah berawan sepanjang hari, dari pagi hingga malam nanti.

"Baiklah kalo begitu aku akan ke pantai, Weekend yang menyenangkan walaupun sendirian" hahahaha

Bryan membanting setir mobilnya dan mengarah menuju pantai. Bryan adalah pria yang sangat nyaman ketika sendiri, namun tetap mudah untuk bergaul dengan baik kepada setiap orang. Iya menyukai anjing ras jenis Chow Chow, yang merupakan salah satu ras anjing tertua di dunia yang berasal dari Tiongkok. Moto hidupnya adalah bersenang-senang ketika muda, dan hidup mewah ketika tua...

Bryan memutar musik kencang di dalam mobilnya, sambil melaju dengan kecepatan tinggi. Namun tiba-tiba, setelah sampai di daerah pantai tanpa dia sangkah seorang gadis muda berlari ke tengah jalan yang hendak ia lintasi... "Oh, tidak..."

Bryan mengerem tiba-tiba dan membanting setir nya ke arah kiri jalan menuju tebing...

Bruukkk.... terdengar suara benturan keras.

"Hah...hah...hah... hampir saja aku menabrak gadis itu" Bryan lalu turun dari mobilnya dan hendak memeriksa keadaan gadis itu.

"Hei... apa kamu tidak apa-apa?" Di lihatnya gadis itu berdiri seperti patung di tengah jalan.

Bryan menarik tangannya dan membawanya ke tepi jalan... Ia memperhatikan wajah gadis itu yang terlihat sangat tegang, lalu menyapa gadis yang tampak familiar untuknya...

"Tidak apa-apa, Ana kamu baik-baik saja sekarang"

Yah, gadis yang hampir tertabrak itu adalah diriku. aku tak bisa berkata apapun saking gugupnya dan tak bisa melakukan apapun saking syok nya. Yang bisa saya lakukan adalah mengeluarkan air mataku di depan pria yang menenangkan ku itu. Melihat ku menetes kan air mata, Pria itu memeluk ku dengan sangat.

"Ibu...hiks...hiks" Sekilas bayang-bayang ketika ibuku meninggal karena tertabrak mobil melintas di benakku. Bayang-bayang yang selalu ingin ku lupakan saat ibu meninggal tepat di depan wajahku tanpa saya bisa berbuat apapun saat saya berusia 6 tahun.

"Semuanya baik-baik saja... Coba aku lihat apakah kamu terluka?" Ia memegang kedua sisi bahuku sambil memeriksa seluruh bagian tubuh ku.

Andre berlari ke arahku saat mendengar teriakkan Sia...

Hosh ... hosh... "Sayang kamu baik-baik saja" tanya Andre kepadaku, namun tak mendapatkan balasan apapun dariku.

"Maaf kamu memegang bahu wanitaku" Sambungnya sambil menghempas tangan pria itu.

"Ana, apa kamu terluka?" Tanya Sia yang datang terburu-buru dan diikuti Etward di belakangnya.

"Kita tenangkan saja dulu Ana di tenda" Ujar Etward.

Aku mengikuti apa yang di anjurkan oleh mereka tanpa berkata sepatah kata pun. Kami meninggalkan pria itu berdiri sendirian di tepi jalan.

"Oh iya, bagaimana dengan mobilmu? bukankah itu terlihat rusak parah?" tanya Etward yang hendak pergi mengikuti kami, namun berhenti melangkah saat melihat kondisi mobil pria itu.

"Ah, tidak apa-apa... aku akan memperbaiki nya sebentar" Kata Bryan sambil melihat ke arah mobilnya mendarat menabrak tebing.

"Kamu tampak baik-baik saja dengan keadaan mobilmu yang rusak parah. Kamu memang ahli dalam mengemudi rupanya"

"Begitulah" Ujar Bryan tak merendah

"Oh iya, mobilku mungkin harus di angkut ke bengkel hari ini juga. Boleh aku bergabung dengan kalian?"

"Soal itu, Andre yang punya mobil. Tapi Masih tersisa 1 bangku kosong karena Salsa tak ikut. Mungkin saja kamu bisa bergabung"

"Baiklah, kalo begitu ayo ke tempat mereka" ajak Bryan yang sok akrab pada pertemuan pertama.

"Bagaimana dengan mobilmu?"

"Soal itu gampang... saya barusan tadi sudah menghubungi pihak bengkel mobilku"

"Kalo begitu saatnya bergegas berpesta...." ujar Etward semangat.

"Teman-teman, dia akan bergabung bersama kita. Mobilnya rusak dan akan di bawa ke bengkel. Boleh donk ia bergabung?" ujar Etward.

Semua mata tertuju kepada Andre dan memberikan sedikit tekanan padanya untuk mengambil keputusan.

"Iya boleh-boleh saja" kata Andre ragu-ragu.

"Oke, kalo begitu mari bangun tendanya dan menjeburkan diri ke laut.." Kata Etward semangat sambil mengambil satu tenda dan mendirikan nya seorang diri.

"Siapa namamu?" tanya Sia dengan tatapan ingin menerkam

"Bryan. Kalian bisa memanggilku begitu. Ngomong-ngomong di mana gadis tadi?" tanya Bryan sambil mencari cari keberadaan ku.

"Tunangan ku sedang menenangkan dirinya dan pergi melihat lihat sekitar. Ia ingin sendirian dulu untuk sementara" Ujar Andre dengan pandangan kurang senang mengetahui bahwa Bryan menanyakan tunangannya.

"Ah, Ana akan baik-baik saja. Dia akan menyendiri jika mendapatkan kejutan seperti barusan. Kamu tidak perlu khawatir, By the way, kamu bisa memanggilku Sia dan dia Andre. Gadis tadi namanya Ana, dia tunangannya Andre" kata Sia mencairkan suasana yang menegangkan antara Andre dan Bryan.

"Aku tahu, kalo begitu aku permisi sebentar" Bryan menjawab singkat dan memalingkan tubuhnya hendak pergi meninggalkan Sia dan Andre yang sedang sibuk mendirikan tenda.

"Hah... apa maksudnya jika dia mengetahui semua informasi yang baru saja aku jelaskan. Bukankah pria itu terlalu dingin?" tanya Sia. "Hmt, sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat" sambung Sia berbicara.

"Kamu kan bertemu dengan banyak pria selama ini!!" Andre tersenyum

"Tunggu, bukannya dia pria yang bersama Ana waktu itu?"

"A...pa? Jika di ingat-ingat kamu benar. Dia pria yang bersama Ana" Wajah Andre tampak agak sedikit kesal. "Maaf Sia, apa boleh aku meninggalkan mu sebentar?"

"Kamu mau kemana?"

"Aku mau cari Ana" Andre hendak mau pergi dengan terburu-buru... "Pergilah..."

"Hah... kisah mereka sungguh rumit akhir-akhir ini. Dan Andre tampak nya tidak seperti biasanya. Dia selalu santai jika ada pria yang mendekati Ana selama ini, tapi lihat dia sekarang. Pergi terburu-buru hanya karena satu orang pria yang hampir menabrak kekasihnya. Tapi apa Ana kenal Bryan yah, soalnya tampak bahwa Bryan mengenal Ana dengan baik..." Gumam Sia

Andre mencari Ana dengan tergesa-gesa, entah kenapa hatinya tak tenang setelah tau bahwa Bryan adalah pria yang bersama Ana yang di lihatnya di coffee Cafe saat itu...

"Ana..." teriak Andre...

"Hosh...hosh..., kemana dia pergi... Tidak biasanya dia pergi jauh, gumamnya. Andre melihat sekeliling dan mendapati ada pohon besar di ujung kanan dari sisinya. Ia melangkah menuju ke arah pohon itu.

Terlihat sepasang kekasih berpelukan erat nan mesra di balik pohon besar itu.

"Ah, sepasang kekasih zaman sekarang bahkan bisa berpelukan mesra di alam bebas" Pikir Andre.

Andre hendak beranjak pergi, namun samar terlihat saat mereka mulai berpandangan satu dengan yang lainnya, terlihat sosok wajah yang sangat familiar.

"Tunggu....itu bukannya Ana...dan Bryan!" Jantung Andre mulai berdegup kencang. Kakinya berat untuk melangkah.

***




Selasa, 01 Juli 2025

Bab 13: Weekend

 Aku tiba di rumah dengan selamat. Pria tinggi itu benar-benar tidak bermaksud apa-apa dan hanya ingin mengantarku pulang karena melihat belanjaan yang ku tenteng terlihat sulit untuk di bawa dengan berjalan kaki.

Aku naik ke atas dan hendak ingin mandi. Rasanya aku sedikit frustasi melihat Sia dan Andre bertemu tanpa sepengetahuan ku. Walaupun tampaknya adalah hal yang biasa jika sahabat dan tunangan ku bertemu berdua, namun setelah mimpi aneh itu aku sangat waspada. Tampaknya mimpi itu tak bisa aku lupakan dengan mudah.

Setelah selesai membersihkan diriku, aku membuka lemari mencari-cari baju yang biasanya ku gunakan di saat santai. Dan ada hal lainnya yang aku temukan. Lipstik yang tersimpan rapi dalam bingkisan di dalam lemari yang kulihat

sebelumnya, telah menghilang dari tempatnya.

Tidak...tidak... Andre tak mungkin kan punya wanita lain. Aku meyakinkan diriku sendiri.

Aku sedikit gelisah menunggu kepulangan Andre. Dia biasanya pulang lebih awal jika hari Jumat. Namun jam menunjukkan pukul 8 malam dan ia belum juga kembali. Sehingga tanpa kusadari, ku melewatkan makan malam dan tertidur di sofa ruang tamu.

***

Klik... pintu terbuka.

Andre masuk dengan langkah kaki yang hati-hati agar tidak membangunkan ku jika ia sudah tertidur.

"Ah, Ana. Mengapa ia tidur di sofa... Mungkin dia menunggu ku pulang" Andre melangkah ke arah tempat aku tidur dan duduk jongkok tepat di samping sofa tempat ku tertidur.

"Seharusnya aku pulang lebih cepat hari ini sayang. Maafkan aku" Bisik Andre.

Andre memandangi ku sesaat, "Bahkan kamu terlihat sangat menggemaskan saat tertidur seperti ini" Ujar Andre tersenyum,

Lalu di angkatnya aku ke atas tangannya dan di pindahkan nya aku ke atas ranjang kami.

***

Keesokan paginya,

"Sayang, bangunlah..." Andre mencoba membangunkan ku.

"Ah, sayang. Kapan kamu kembali?" Tanyaku tanpa sadar bahwa hari sudah pagi.

"Aku kembali sekitar jam 1 pagi. Cepatlah bangun, kita akan terlambat menjemput Sia nanti"

Entah kenapa mendengar nama sahabat ku keluar dari mulut Andre membuat ku tak nyaman. Aku juga teringat cara mereka tersenyum kemarin siang di coffee Cafe.

"Baiklah, saya akan segera bersiap"

Aku mempersiapkan alat dan bahan-bahan yang akan kami panggang di pantai. Sedangkan Andre memanaskan mobil dan mengangkut barang-barang yang kami mungkin akan perlukan saat di pantai nanti. Setelah semua persiapan selesai, kami menjemput Sia ke apartemennya.

Di perjalanan aku ragu-ragu ingin menanyakan keberadaan lipstik yang menghilang dari lemari Andre. Setelah ragu beberapa saat, aku mencoba untuk memberanikan diri bertanya dan meluruskan kecurigaan ku terhadap nya.

"Ehm, sayang..." (apakah aku harus bertanya atau kah tak usah)

Melihat ku ragu-ragu, Andre bertanya "Ada apa, Apa ada yang mau kamu tanyakan?"

"Beberapa hari yang lalu saat pindahan saya melihat lipstik dalam sebuah bingkisan rapi di dalam lemari mu. Namun tampaknya lipstik itu sekarang menghilang"

"Oh itu,,, aku memberikan nya kepada Sia sebagai hadiah.." ujar Andre santai

"Apa?" tanyaku agak syok dengan suara ringan sambil mengernyitkan dahi ku dan melihat ke arahnya.

"Ada apa sayang, kenapa kamu seakan-akan terlihat tidak senang?" Andre bertanya polos

"Ah, tidak... bukan apa-apa" Aku sedikit menundukkan kepalaku dan bertanya- tanya sendiri di dalam hati.

Kenapa Andre memberinya lipstik! Dia bahkan tak pernah peduli dengan lipstik yang ku gunakan setiap hari untuk terlihat cantik di depannya. Apakah memang ada sesuatu dengan mereka? Sia sangat pandai memanjakan laki-laki di atas ranjang dan dia bisa tidur dengan siapapun. Namun tidak mungkin dia juga akan melakukannya dengan tunangan ku. Sia sahabatku dan aku sangat mempercayainya, Andre juga tak mungkin menghianati ku. Sepertinya aku terlalu banyak berpikir. Lupakan saja...

"Sayang, coba telepon Sia. Kita sudah sampai di depan apartemen nya. Sa....yang...?"

"Ah, apa? Kamu bilang apa barusan Ndre?" aku yang tenggelam dengan pemikiran-pemikiran ku tidak mendengar perkataan Andre yang ia lontarkan kepada ku.

Hahh, Andre menghela nafas panjang.

"Biar aku yang menelepon Sia agar dia cepat turun ke bawah"

***

"Hai,, kalian sudah lama menunggu? Aku mengajak Etward dan Salsa. Tapi tampaknya Salsa tak bisa ikut." Ujar Sia

"Tidak kami baru sampai saat menelepon mu. Masuklah, kita akan segera berangkat" Kata Andre.

Kami berangkat menuju pantai tempat yang Andre rekomendasikan.

"Ana... apa kamu sudah menyiapkan bikini yang seksi?" Tanya Sia

"Ah itu, tampaknya saya tidak ingin mandi. Hanya ingin melihat laut saja"

"Bagaimana jika kita bermain bola pantai? Kami membawa peralatannya" Ujar Etward.

"Sepertinya terdengar asyik" Jawab Andre.

Kami menghabiskan 1 jam perjalanan menuju ke pantai. Setibanya di pantai, Andre dan Etward mengangkat barang-barang kami ke pinggir pantai.

Sedangkan Sia mengambil beberapa foto dirinya dengan background pantai di belakangnya.

"Ana, bisakah kamu memeriksa apakah masih ada yang tertinggal di dalam mobil?" Teriak Andre

"Oke..."

Aku memeriksa di bagasi mobil dan melihat apakah barang-barang telah terangkat semuanya dan tidak ada yang tertinggal. Tiba-tiba angin laut

berhembus dengan kencang, sehingga membuat topi pantai ku terbang ke arah tengah jalan poros.

"Ah, topiku..." tanpa berpikir panjang aku berlari hendak mengambil topi yang terbang itu.

"Ana.... awas...." terdengar suara teriakan Sia dari arah pantai hendak menyuruh ku menghindar.

Aku melihat ke arah samping jalan, terlihat mobil melaju dengan kecepatan tinggi ke arahku. Ku hendak mau menghindar dan berlari kembali ke tepi jalan, namun seakan kaki ku membeku dan tak bisa digerakkan.

Yang bisa kulakukan saat itu adalah memejamkan mataku, dan pasrah.

Bruk....nyiiiiit.....Dubrak....

***