Sexy Red Lips

Kamis, 31 Juli 2025

Bab 1: Terbangun

Jack melihat jam di handphone nya yang menunjukkan pukul dua malam. Ia tak sengaja terbangun karena tenggorokannya sangat kering. Diraihnya botol minum yang ada di meja kecil samping ranjangnya. Dibukanya botol tersebut namun ketika ia hendak meminumnya, tak keluar setetes pun air dari mulut botol tersebut.

"Yah, habis" keluh Jack yang merasa kesal sekaligus masih sangat mengantuk.

Sebenarnya ia cukup malas untuk pergi ke dapur dan mengisi kembali botol minumnya. Tapi karena tenggorokannya sudah sangat kering, ia pun terpaksa bangkit dan memutuskan untuk ke dapur yang berada di lantai di lantai bawah. Suasana rumah lumayan gelap dan hanya pada bagian-bagian rumah tertentu yang dibiarkan lampunya menyala oleh kak Brian, kakak kandungnya. Itu pun hanya menggunakan lampu kecil di beberapa sudut ruangan. Kak Brian yang bekerja sebagai kartunis baru saja menikah dengan kak Vivi selama empat bulan. Sebelum kak Brian menikah, ia memang sudah mempunyai rumah dan hidup terpisah dengan Jack dan juga kedua orangtuanya.

Tapi dua minggu yang lalu Jack mendaftar kuliah dan diterima di universitas yang berada tak jauh dari rumah kak Brian. Kakaknya pun menyarankan untuk tinggal bersamanya daripada harus indekost yang akan memakan biaya

tambahan. Maka sejak seminggu yang lalu, Jack pun pindah kerumah yang kak Brian dan kak Vivi tinggali.

Saat kakaknya menikahi kak Vivi, ada rasa iri pada diri Jack yang juga tak habis pikir bagaimana kakaknya bisa mendapatkan wanita cantik, kulit putih, dada besar,dan memiliki body goals selayaknya tokoh-tokoh anime wanita yang sering ia tonton. Khususnya dengan genre Harem dan Ecchi yang kadang memancing libidonya.

Sesampainya di dapur ia segera mengisi botolnya dari dispenser. Setelah penuh, segera saja dipuaskannya dahaganya yang sejak tadi menyiksa dan memaksanya untuk meninggalkan ranjangnya yang nyaman.

Namun, saat ia sedang minum. Dirinya seperti mendengar sesuatu. Setelah berhenti minum, Jack pun semakin menajamkan pendengarannya untuk mencari asal suara yang ia dengar. Ia pun berjalan perlahan-lahan sembari mencari asal suara yang ia yakin merupakan suara wanita tersebut.

Setelah di dekat pintu kamar kakaknya, ia berhenti dan terkejut bukan main. Kini suara yang ia dengar menjadi sangat jelas. Ternyata yang ia dengar sejak tadi adalah suara erangan kakak iparnya yang sedang bercinta dengan kakaknya.

Karena malu, Jack pun berbalik badan dan hendak kembali ke kamarnya. Tapi

saat baru saja ia hendak berjalan, kak Vivi mendesah lebih keras lagi. Sontak saja pikiran Jack segera berpetualang dengan liar dan menerka-nerka apa yang sedang kakaknya lakukan sampai membuat kakak iparnya mendesah begitu keras.

Pergulatan batin pun terjadi. Antara ia ingin mengintip atau kembali ke kamarnya dan melanjutkan untuk tidur yang dimana sangat diragukannya untuk bisa dia lakukan.

"Aaahhhhh," desah kak Vivi semakin keras dan panjang.

"Ssttt.. jangan terlalu keras sayang, nanti Jack bisa dengar," sahut kak Brian. "Tidak...mungkin...dia...dengar.. aahhhh...in...sudah....larut...ahh, iya terus disitu sayang..ahhh," balas kak Vivi yang malah semakin merasa terangsang.

Di dahi Jack sudah mulai bercucuran keringat dan kemaluannya perlahan-lahan menegang. Pikirannya sudah benar-benar kalut dan dia pun memutuskan untuk kembali berbalik badan dan mengintip dari ventilasi atas pintu kamar kakaknya. Kebetulan di dekat pintu kamar kakaknya terdapat lemari yang berisi buku-buku koleksi kakaknya dan kursi yang dipakai untuk melahap buku-buku tersebut. Jack berencana menggunakan kursi itu untuk naik dan mengintip kakaknya.

Jack berjalan sembari berjinjit agar tidak menimbulkan suara apapun. Sesampainya di dekat pintu, Jack tersentak, ternyata pintu kamar kakaknya tidak tertutup dengan rapat. Karena itu juga ia bisa mendengar erangan kakak iparnya dari kejauhan. Merasa sangat beruntung, Jack segera saja mengintip melalui sela pintu yang sedikit terbuka itu.

Mulutnya langsung menganga melihat kakak iparnya yang biasa ia temui setiap hari saat ini sedang duduk di tubuh kakaknya yang berbaring dan memegangi pinggul istrinya yang terus bergerak naik dan turun. Jack terpesona melihat tubuh mulus dan putih kakak iparnya yang terkadang memang berpakaian sedikit terbuka walaupun di dalam rumah dan ada dia sekalipun.

Dia dapat melihat gunung kembar milik kakak iparnya yang memang berukuran besar berguncang dengan hebat seiring dengan semakin cepatnya ia bergerak. Merasa payudaranya berguncang dengan keras, kak Vivi memegangi kedua gundukan daging yang berbentuk indah dan masih sangat kencang tersebut seraya meremas-remasnya untuk semakin membuatnya terangsang.

Melihat hal tersebut kak Brian segera bangkit dan duduk kemudian tangannya maju ke depan dan meremas-remas dada dari istrinya yang sangat sexy tersebut. Sambil tak ketinggalan ia menciumi punggung istrinya yang membuat kak Vivi semakin menggila dan menggeliat tak karuan karena bercampurnya rasa geli dan nikmat yang sedang ia rasakan.

Dada Jack juga merasa sangat panas karena menyaksikan kedua kakaknya tanpa busana dan memadu kasih dengan saling mengejar kenikmatan bersama-sama. Mata Jack masih terpaku pada tangan kakaknya yang meremas-remas payudara istrinya dan terkadang memainkan putingnya yang berwarna merah muda dan nampak sudah mengeras yang menandakan bahwa kakak iparnya itu sudah sangat terangsang dan sedang di mabuk oleh kenikmatan duniawi.

Tangan kak Brian kini sudah tak lagi meremas dada dari kak Vivi. Tapi kini ia memegang pantat dari kak Vivi dan mengangkatnya sedikit. Kak Vivi pun hanya bisa pasrah dan kedua tangannya meremas-remas rambutnya seperti sedang mandi keramas. Setelah kak Brian mengangkat sedikit bokong kak Vivi dan merebahkan tubuhnya kembali, kini ia mengambil alih sebagai yang aktif dengan menggerakkan pinggulnya naik dan turun dengan cepat.

Mendapat perlakuan seperti itu, sontak saja kak Vivi menjadi semakin menggila dan menggeliat karena merasa sangat enak. Bahkan ia sampai menggigit bibirnya sendiri agar tidak kelepasan yang dimana kali ini mungkin saja ia tidak lagi mendesah, namun berteriak dengan keras.

Kak Brian terus menggoyangkan pinggulnya dan saat ini kepalanya mendangak menghadap tembok yang dimana menunjukkan kalau ia juga merasa sangat keenakan. Tubuh kak Vivi tersentak-sentak ke atas yang membuat dadanya berguncang dengan tak beraturan. Kedua dadanya sudah tak terkendali lagi dimana hal itu membuat Jack yang sedang menyaksikan hanya bisa menelan ludah pahit.

Kemudian kak Brian berhenti bergerak dan kak Vivi pun terlihat terengah-engah dengan wajah yang sedikit memerah. Dengan posisi yang sama kak Brian menyatukan kedua kaki kak Vivi yang dimana sejak tadi terbuka dengan lebar sehingga membuat Jack dapat melihat semuanya dengan jelas karena posisi duduk kak Vivi persis menghadap ke pintu. Kini posisi kak Vivi berganti menjadi berjongkok dengan pinggul sedikit terangkat yang hal itu dilakukannya dengan spontan karena untuk memberi ruang pada kak Brian agar bisa bergerak naik dan turun.

Kak Brian bangkit untuk duduk namun kedua tangannya berada lurus ke belakang untuk menjadi penyangga tubuhnya. Dan kemudian ia pun kembali menggerakkan pinggulnya naik dan turun memompa tubuh indah kak Vivi. Setelah berganti posisi menjadi jongkok, otomatis kini alat vitalnya menjadi lebih rapat, sehingga gerakan suaminya menjadi semakin terasa dan semakin membuatnya melayang. Bagai sudah tak terbendung lagi, kak Vivi pun kembali mendesah walaupun tak sekeras tadi.

"Ahhhh...ahhh...enak mass....ahhh...terus mas...ahh." desah kak Vivi yang merasa sangat keenakan.

Mendengar hal itu, Jack sontak saja semakin terangsang dan seperti tak kuat lagi menahan libidonya. Tak terasa ia pun menurunkan celana boxernya dan mulai memompa "si Joni" sambil menyaksikan secara langsung adegan ranjang yang mana pemain utamanya adalah kedua kakaknya sendiri.

Jack sudah hampir lepas kendali dan tak memperdulikan lagi sekitarnya. Ia merasa hasratnya juga harus terlampiaskan. Tapi karena tidak ada lawan dan tidak mungkin juga untuk bergabung dengan kedua kakaknya, ia pun memilih untuk masturbasi disana.

Dilihatnya terus kedua kakaknya yang bercinta dengan hebat sambil ia juga terus menggerakkan tangannya sendiri. Tapi gerakan tangan Jack tiba-tiba saja berhenti, ia pun segera bergeser dan bersandar pada tembok. Ia sangat terkejut dan jantungnya berdegup sangat kencang karena baru saja matanya bertukar pandang dengan mata kak Vivi.






Rabu, 30 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 23)

 

Bab 23: Sah

Semua mata kini menatapi Cito yang sekarang berteriak. Menjadikan Chandra mengerjap dan juga ikut menatapi papanya. Cito mengedipkan matanya sebentar ke arah putranya itu kemudian melototkan matanya supaya Chandra berubah menjadi serius. Enggak tau kenapa Chandra yang tadinya serius kini mulai malas seperti itu, padahal aslinya juga Chandra tidak melamun, tapi si Cito takut saja kalau Chandra melamun, jadinya beliau lebih baik menasehatinya sebelum terlambat.

"Hmmm Papa ini apa-apaan siiih," keluh Cisilia, mama tiri Chandra. Dia tak terima dengan yang diperbuat oleh suaminya yang juga benar-benar membuatnya terjingkat. Cito hanya bisa terkekeh dan langsung merangkulnya supaya Cisilia tidak marah kepadanya. Lalu menyuruh pak penghulu memulai kembali ijabnya karena menurut Cito putranya itu sudah aman kembali.

Chandra juga merasa kesal dengan sikap papanya itu, tapi dia bisa apa. Hanya bisa memendam dalam hati saja dan mulai menghela nafas panjangnya, usai pak penghulu mengucapkan ijab itu lagi lalu dia siap untuk membalas dengan qobulnya.

"Saya terima nikahnya Citra Marissa Antoni binti Cirul Antoni dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar 50 juta dibayar tunai." Chandra mengucapkan itu semua dengan sangat lancar karena dalam hatinya dia tak mau membuat malu dirinya sendiri dan semuanya. Padahal aslinya dia sungguh malas dan ragu-ragu dalam berucap, tapi semua ini tetap tidak akan menyelesaikan masalah apabila dia harus lari dari tanggungjawabnya, dia bukan lelaki yang cengeng jadi tetap dengan menjalani kehidupannya dan segera dipercepat keinginan papanya ini.

Pak penghulu pun tersenyum, menoleh ke semua orang atas suksesnya Chandra dalam mengucapkan qobulnya, sangat lantang dan tanpa suatu masalah. Beliau mengangguk-anggukkan kepalanya merasa senang tiada kesalahan oleh qobul Chandra. "Bagaimana para saksi?"

"Sah, sah, sah," balas semua saksi, membalas serempak dengan sama lantangnya seperti Chandra. Jadi semua kelantangan Chandra menularkan kepada semuanya.

"Alhamdulillah," ucap pak penghulu dan setelah itu ia pun memanjatkan doa dengan khusyuk, mendoakan kedua mempelai panjang lebar dan diikuti oleh semuanya, seusai berdoa pak penghulu pun menyerahkan surat-surat penting untuk ditandatangani oleh kedua mempelai. Chandra dan Citra dengan cepat menandatangani itu, dan kini keduanya pun sudah sah menjadi suami istri.

Citra pun membatin. 'Benarkah ini aku sudah menjadi istri orang? Astagaaaa lalu aku harus melakukan apa? Aku sungguh bingung, karena semua ini adalah hasil paksa perjodohan, jadinya yang pasti Chandra juga sudah pasti tidak menyukaiku sama sekali'

Citra seketika mengerjap saat Chandra mengulurkan tangannya ke arahnya, entah itu karena keinginan Chandra sendiri ataukah untuk menutupi imagenya agar tidak dimarahi papanya, yang jelas Citra tidak melihat awal Chandra memulainya karena Citra sedari Chandra mengucapkan qobulnya sudah tidak fokus dan berkali-kali melamun, sangat tidak menikmati masa menikahnya ini. Lalu Citra membalas uluran tangan Chandra saja dengan menarik tangan itu dan mengecup punggung tangannya. Citra mulutnya menganga saat mendengar semua orang tiba-tiba berteriak mengucapkan hal yang tidak ingin dia dengar dan dilakukannya, rasanya merinding seluruh badannya karena mendengar itu. "Cium, cium, cium!" Begitulah hal yang didengar oleh Citra dan Chandra dari semua orang, apalagi kedua orang tua masing-masing sangat kompak dalam mengucapkan itu. Sudah pasti yang diinginkan mereka bukan sekedar ciuman di kening saja, jelas ciuman di bibir juga mereka inginkan. Jadinya Citra hanya terkekeh dan menatapi semua orang dengan mata nanarnya, bingung sudah pasti ada di dalam dirinya. Sementara Chandra hanya biasa saja dan wajahnya sungguh datar sekali.

'Fuhhh sialan si Chandra itu! Dia sungguh tenang sekali! Masak iya aku yang harus memulainya, yang pasti tidak mungkin, kan aku cewek, lagian sungguh aku tidak menginginkan ini! Jijik dong kalau begitu, ini juga bibirku dan semuanya masih original dan hanya untuk suamiku, jadi kalau ini adalah pernikahan paksaan dan lama-lama juga akan bubar, lalu kenapa aku harus memberikannya? Hiiih ini tidak boleh dibiarkan dan tidak boleh terjadi! Aku harus meli-'

Batin Citra terputus karena tiba-tiba Chandra menarik dan langsung membungkam bibir imutnya. Citra semakin melototkan matanya karena ini bukanlah hal yang dibayangkan sebelumnya. Kenapa Chandra tidak mengucapkan apapun dan berbasa-basi terlebih dahulu kepadanya, semisal menanyai persetujuannya dan semacam misal mengecup keningnya sebagai permulaan, begitu pikir Citra, tapi malah Chandra langsung main menyosor saja. Herannya lagi Citra yang tadinya ingin memberontak, sekarang malah menikmatinya dengan membalas ciuman dari Chandra, seperti ada medan magnet yang menariknya dan membuatnya tergiur.

'Emmm ciuman pertamakuuu. Tidaaaak, tapi sialnya kenapa enak sekali, sungguh manis sekali bibir Chandra ini. Aaaaaa, yang jelas Chandra bajingaaaan! Aku tidak percaya kalau ciuman ini adalah ciuman pertamanya denganku! Jelasnya semua cewek sudah dijelajahi bibirnya oleh dia!

Lagi-lagi yang dilakukan oleh Citra hanya membatin saja, karena ciuman masih saja dilakukan oleh keduanya bahkan semakin memanas, setelah sudah puas barulah saling dilepaskan pangutannya dan Chandra beralih mencium kening Citra. Entah buta permanen atau bagaimana, yang pasti Citra tidak memahami itu, yang jelas bagi Citra kebutaan Chandra tidak memengaruhi keinginan Chandra dan juga Chandra bisa menyosornya tanpa meraba terlebih dahulu. Jadi mungkin Chandra sudah hafal betul semua itu. Nanti pastinya Citra akan mencari tahu semua ini tentang kebutaan Chandra yang sebenarnya, takutnya semua itu hanya pura-pura saja, kan siapa tau saja semua itu hanya pura-pura dan disengaja, intinya Citra sangat berfikiran yang tidak-tidak sekarang.

Citra yang merasa malu karena mendapatkan tepukan tangan dari mereka semua, dia hanya menundukkan kepalanya dan sesekali mengumpat di dalam hatinya. Ingin rasanya memukul Chandra dengan sangat kencangnya tapi dia menjaga rasa itu, menahannya agar tidak terlihat rasa malu dan marahnya. "Haha sudah, sudah! Jangan buat pengantinnya malu, ya sudah ayo kita cicipi makanannya semua, jangan malu-malu pokoknya di hari yang bahagia ini!" ajak papa Cirul yang diangguki oleh semuanya.

Kini semuanya berbondong-bondong untuk bangkit dari duduknya, menuju ke tempat perjamuan makanan. Sedangkan Chandra dan Citra menuju ke pelaminan untuk menemui para tamu yang memberi ucapan selamat dan barangkali mau berfoto ria bersama mereka. Pak penghulu juga tidak kalah, pastinya beliau juga ikut berfoto ria, karena dia adalah penghulu gaul. Masih seumuran Chandra jadinya masih belum tua.

Di atas pelaminannya. Citra menggeram, sebagai tanda agar Chandra menyahutinya, tapi tetap Chandra tidak bergeming, dia bagaikan patung liberty yang hanya berdiri saja dan datar sekali. Padahal tadi saja mencium Citra sungguh asyik dan sok sekali, nafsu memanas seperti itu, giliran kalau sudah berduaan, cuek tanpa ampun. Menjadikan Citra sangat kesal dan ingin memaki rasanya. Citra lalu menggeser kakinya kemudian menginjak kaki Chandra dengan sangat cepat. Memang dia begitu karena benar-benar sengaja karena rasa geramnya tapi dia mengatupkan kedua tangannya seolah-olah tidak sengaja. Padahal semua itu hanya kepura-puraannya.




Selasa, 29 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 22)

Bab 22: Memulai Ijab Qobul

"Mama kenapa masih di sini? Tidak bisakah menunggu di luar saja? Barangkali si Chandra, calon menantu Mama itu segera datang dan mama harus

menyambutnya, tenang saja Citra tidak akan kabur kok, yang pasti akan benar- benar diam di tempat seperti apa yang diinginkan oleh semuanya," usir Citra dengan sedikit sindiran seperti itu.

Walau usiran Citra terdengar lembut tapi bersifat menusuk hati mama Cassandra. Bahkan para MUA juga sangat mengerti sifat Citra itu. Sudah tergambar jelas dalam sikapnya sedari tadi. Dalam menutupi suatu permasalahan bukan Citra ahlinya, karena dia adalah orang yang sungguh terbuka dalam situasi apapun. Akhirnya mama Cassandra berniat akan pergi saja dari pada beliau yang akan teramat malu karena Citra yang sikapnya sungguh dingin terus-menerus kepadanya. Namun itu bukan berarti mama Cassandra menyerah untuk mengambil hati Citra, hanya saja mencoba mengalah saja sekarang. Tidak tepat kalau misal menyulut kemarahan Citra di hari pernikahannya.

"Emmm ya sudah, Nak. Kalau begitu Mama keluar yaaa. Pastinya sebentar lagi juga nak Chandra akan datang. Kamu harus bersikap yang tenang yaaa jangan tegang! Pokoknya apapun yang terjadi doa Mama yang terbaik. Kalau Chandra nantinya macam-macam sama kamu, Mama pastikan Chandra tidak akan bahagia," pamit mama Cassandra dengan sedikit mempertegas kata-kata pembelaannya. Tetap saja hal itu tidak membuat hati Citra tergelitik sedikitpun. Seperti hati Citra sudah membeku dan terbuat dari batu saja. Enggak tau kenapa Citra tidak mau memikirkan apapun sekarang. Ia mulai melengos dan membuat mama Cassandra pun benar-benar pergi dengan tak bisa berkata-kata lagi.

'Maafkan Citra, Ma... kali ini Citra tidak akan bisa kembali seperti semula, tidak tau kalau suatu saat nanti. Doakan saja hidup Citra bahagia, otomatis kalau sangat bahagia, pastinya semua orang akan melihat Citra yang kembali seperti semula, pasti itu. Batin Citra sembari menatapi kepergian mamanya yang lama kelamaan sudah menghilang dari balik pintu kamarnya.

Sontak Citra terjingkat ketika mendengar teriakan dari luar kamarnya kalau Chandra alias pengantin pria sudah datang. Jelas Citra mendengar itu karena pintu dan jendelanya tidak tertutup rapat. Jadi tidak ada ruangan kedap suara lagi saat ini.

Para MUA pun menyelesaikan riasan Citra dengan cepat. Untungnya tinggal sedikit saja sudah sangat sempurna, jadinya tidak perlu lama-lama lagi.

Kemudian salah satu MUA pun keluar dari kamar Citra. Mengecek tampilan Chandra, barangkali make-up Chandra kurang fresh atau bagaimana, jadi harus ada yang mengontrolnya.

Citra yang sungguh cuek dan tidak perduli dengan apa yang dilakukan MUA, dia patuh saja sekarang. MUA kini menyuruh Citra untuk berdiri, Citra juga ikut berdiri lalu pergi meninggalkan kamarnya menuju ke tempat di mana Chandra berada. Sebaiknya Chandra juga tak kalah sempurnanya, dia sungguh perfect dalam ketampanannya, hanya saja kebutaannya yang seperti ini menjadikan dia tidak sempurna lagi seperti di masa lalu. Makanya Cito dan Cirul mencoba melakukan yang terbaik untuk Chandra nanti. Supaya dia bisa melihat kembali seperti semula.

Tadinya mata Citra hanya menatap ke segala arah saja, sembari tak berarah dan kosong. Namun saat melihat Chandra, calon suaminya sendiri. Matanya sungguh terbelalak karena ketampanannya. Sungguh Citra sampai tak berkedip dibuatnya. Ia pun membatin.

'Astagaaaa dia tampan sekali, Tuhaaan. Apa benar dia adalah jodohku? Kalau iya dia jodohku berikan kebahagiaan yang banyak sekali kepadaku ya Allah ... dan kalau misal dia benar-benar bukan jodohku jauhkanlah sekarang juga, dengan semisal diberi kecelakaan seperti dia keruntuhan lampu, tempat atau apapun itu, supaya ia meninggal begitu saja, supaya tidak jadi menikah dan aku tetaplah perawan. Kalau misal sudah ijab qobul ya sudah berarti meski aku siap gak siap dan dipaksa seperti apapun berarti tetap wajib berjodoh. Haha sungguh permintaan ku ini aneh dan lucu ya Tuhaan, tapi ini benar-benar apa yang ada di dalam hatiku!' Batin Citra yang sudah mulai berfikiran aneh-aneh dan bertingkah lagi.

Kedua matanya juga diedarkan ke mana-mana, siapa tau doanya di dalam batinnya itu benar-benar dikabulkan. Makanya Citra memandangi lampu kristalnya dan lain sebagainya, tapi nyatanya kokoh dan tak tertandingi, tidak menandakan goyang apalagi patah. Jadinya Citra sudah mulai menyimpan pemikirannya yang aneh itu.

Namun semua ini tidak adil bagi Citra, bagaimana tidak? Citra saja bisa melihat Chandra dan mengaguminya, sementara Chandra tidak bisa melihatnya karena kondisi fisik Chandra. Bagaimana Citra bisa bahagia kalau seperti ini, yang ada dia akan terus menderita karena diabaikan oleh Chandra. Bagaimana bisa Chandra jatuh cinta kepada Citra nantinya, rasanya tidak akan mungkin. Jadinya Citra benar-benar bersedih memikirkan itu semua, ia benar-benar pasrah dengan ketetapan takdir yang ada. Masalah itu biarlah dijalani saja nanti.

Dan mulailah para orang tuanya masing-masing mendampingi Citra dan Chandra. Keduanya lalu didudukkan tepat di depan pak penghulu yang sudah datang. Duduk di belakang meja yang siap digunakan untuk ber-ijab qobul. Pak penghulu juga sudah menanyai keduanya tentang kesiapan dan kesungguhannya. Citra dan Chandra hanya mengangguk saja, tidak terlihat semangat sama sekali. Dan hal itu membuat Cito dan Cirul hanya cengengesan saja. Mereka seperti itu supaya orang-orang tidak tau kalau anak-anaknya terlihat seperti pernikahan paksa. Makanya kedua orang tua itu sangat pintar untuk menutupi situasi keadaan sekarang ini.

"Baiklah ayo kita mulai pak penghulu! Tidak ada yang harus ditunggu lagi! Karena memang semua sudah lengkap di sini!" perintah Cirul selaku orang tua Citra sekaligus pemilik rumah yang ditempati untuk ijab qobul ini.

Pak penghulu pun mengangguk dan mulai membaca doa dan sholawat dengan khusyuk setelah itu pak penghulu pun mulai membaca ijabnya seraya mengulurkan tangan kanannya untuk menjabat Chandra. Chandra pun menerima jabatan tangan pak penghulu setelah dia ditanyai siap tidaknya dia. Namun bagi Chandra lebih cepat lebih baik supaya segera usai semua ini dan dia bisa beristirahat karena sungguh malas dan pengap berada di acara seperti ini. Karena memang awalnya Chandra sungguh ingin kabur seperti pemikiran Citra yang awalnya juga seperti itu, tapi ditepisnya pemikiran itu yang tidak mau kedua orang tuanya terlihat kecewa kepadanya.

"Baiklah kalau begitu, saya mulai yaaa." Semua mengangguk serempak mendengar penuturan dari pak penghulu yang benar-benar tegas itu. "Bismillahirrahmanirrahim, saya nikahkan dan kawinkan engkau saudara Chandra Abraham bin Cito Abraham dengan Citra Marissa Antoni binti Cirul Antoni dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar 50 juta dibayar tunai," ucap pak penghulu dengan tegas dan jelas.

Cirul dan Cito terlihat tegang melihat Chandra yang sekarang melamun seperti itu. Takutnya dia tidak akan membalas ucapan pak penghulu karena tak mendengarnya.

"Ehhh tunggu!"




Senin, 28 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 21)

 

Bab 21: Detik Pernikahan

Hari berganti dengan hari. Di mana kurang beberapa jam lagi pernikahan akan segera dilaksanakan. Citra yang sebenarnya belum siap akan hal ini hanya bisa memainkan nafasnya. Mengatur dan menyembul keluar dan menghirup

nafasnya lagi secara perlahan, bingung dengan apa yang akan dilakukannya sekarang, padahal dirinya tinggal bersiap karena sebentar lagi para MUA akan datang.

Dalam pikirannya ia ingin kabur dari pernikahan yang tidak diinginkannya dan tidak didasari oleh cinta seperti di televisi-televisi, yang pasti akan kabur sebelum hari pernikahan terjadi. Namun Citra yang sungguh mementingkan semua resiko ke depannya ketimbang ego-nya. Ia pun mengurungkan niat yang ada di semua pikiran nakalnya itu.

"Gara-gara kebanyakan nonton sinetron dan film sakit hati juga patah hati, pikiranku sungguh bejat dan liar. Padahal ini sudah keputusanku dan sudah bersumpah waktu itu akan menerima Chandra, bukankah kalau aku kabur semua akan tamat? Bahkan dosa atas sumpahku juga akan mengakibatkan kesialan untuk diriku?" Setelah memandangi cermin lama dan Citra yang sedari tadi duduk di kursinya pun melonjak kaget saat mendengar bunyi ketokan pintu. Meski ketokan pintu itu terdengar lembut, tapi bagi Citra hari ini semuanya ia anggap dengan kesialannya. Jadi dia sering kaget sekarang. Karena malas Citra pun berbaring kembali ke atas ranjangnya. Berpura-pura masih mengantuk saja. "Siapaaaa? Masuk saja! Tidak dikunci kok," perintah Citra sembari

mempertanyakannya, walau ia bisa menebak kalau yang datang pastinya MUA. Citra yang sungguh benar-benar malas itu masih saja merapatkan tubuhnya di atas ranjang yang selama ini menemani dalam tidurnya.

Ketiga MUA yang sekarang sudah masuk ke dalam kamar Citra setelah Citra mengizinkan mereka masuk pun menatap heran kepada Citra yang sungguh santai tidak ada semangatnya sama sekali dalam pernikahannya. Mereka bisa menebak kalau Citra tidak menginginkan pernikahan ini. Namun semua itu bukan urusan MUA, enggan mereka untuk kepo jadi hanya bertugas merias Citra saja dengan seserius mungkin.

"Mbak Citra ... kita harus segera bersiap yaaaa. Tidak boleh menunda-nunda waktu lagi, yang pasti waktu kita tidak banyak, tatanan wanita itu sungguh memakan waktu lama, tidak akan bisa menyelesaikannya dalam waktu singkat," tegur salah satu MUA itu. Dia adalah kepala MUA, makanya sikapnya sangat tegas dan berani memarahi rekannya atau orang yang diriasnya apabila ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka.

Ingin rasanya Citra menolak dan mengusir mereka semua yang berada di hadapannya itu, karena Citra hanya ingin sendirian dan selalu dari dulu tertutup kepada siapapun. Tapi bagaimana lagi? Dia sudah berjanji mengalah kepada

papanya juga waktu itu, jadi mau tidak mau tetap harus mau.

Citra pun berangsut dari bebaringnya. Sudah cukup dia bermalas-malasan dan harus menyudahinya. Itu semua sudah takdir yang harus dijalani dan ditentukannya sendiri.

"Iya, Mbaaaak. Siaaaap. Kita mulai sekarang juga!" balas Citra sembari memerintah dan mendudukkan dirinya kembali di kursi yang ada di seberang cerminnya. Citra saja tidak tau bagaimana rupa gaunnya, karena hanya mama dan papanya yang membelikannya. Untuk persiapan pernikahan tidak ada kerepotan dari Citra sama sekali. Yang terpenting Citra hanya terima beres saja. Para MUA kemudian memulai merias Citra dengan sangat cekatan dan lembut. Mereka bertiga melakukan tugasnya masing-masing. Dengan Citra yang sudah mulai memejamkan matanya. Bukan untuk tidur, hanya saja memikirkan semua kepenatan yang ada di dalam pikirannya yang berseliweran sekarang.

'Bismillah... semoga ini adalah keputusan yang tepat. Semoga aku bahagia, karena semua ini untuk menyenangkan semuanya. Niat aku kan baik. Aku mohon Tuhaaan berilah aku kebahagiaan walau hanya sedikit saja. Batin Citra di dalam pejaman matanya itu.

Karena riasan yang dilakukan begitu lama dan menurut Citra sangat membosankan sekali, dia rasanya ingin tidur saja, andai tidak ada pernikahan sekarang dan terburu-buru dalam melaksanakannya. Selalu ada kata andai dan penyesalan di hati Citra yang masih saja tak terima.

Dirinya saja suka bermake-up dengan senatural mungkin dan secepat kilat, bagaimana tidak bosan kalau memakan waktu yang lama seperti sekarang hanya untuk memoles wajahnya saja. Bahkan teman-temannya saja di kampus menjuluki Citra sebagai seorang yang polos karena sangat jarang bermake-up tebal sewaktu di kampus. Yang penting Citra hanya bisa pasrah saja, yang penting bukan dirinya yang memake-up dirinya sendiri. Akan sangat merepotkan apabila seperti itu.

Dan datanglah seseorang yang membuat Citra jengkel, yaitu mamanya sendiri yang datang secara tiba-tiba ke kamarnya sekarang. Tidak dapat dipungkiri aslinya Citra sungguh sangat merindukan mamanya itu, tapi apa boleh buat, mamanya tidak ada usahanya sama sekali dalam pembelaan untuk dirinya. Mama Cassandra hanya pasrah saja dan membiarkan Citra ke jenjang pernikahan paksa ini, dinikahi hanya sebuah perjodohan dan karena bisnis semata. Makanya Citra sangat tidak mau melihat mamanya.

"Hmmmm kamu camtik sekali, Nak ... sungguh Mama saja sampai takjub dibuatnya. Tentu saja nanti yang lainnya juga sama takjubnya. Intinya Mama mendoakan agar kehidupan kamu nanti yang terbaik, kalau Mama ada salah kata harap dimaklumi dan ditegur yaaaa, maafkan, Mama ... sungguh!" pinta mama Cassandra dengan nada yang sendu dan wajah memelas. Citra hanya melirik dengan acuh tak acuh saja.

Tidak perduli mau mamanya akan menangis dengan air mata darah sekalipun tetap Citra tidak bergeming dan memerdulikan mamanya itu. Dan itu membuat mama Cassandra mengerti, memang dibuat oleh mama Cassandra seperti itu, terus berjuang untuk mengambil hati anaknya, intinya mama Cassandra tidak akan menyerah begitu saja. Dalam hati beliau serta merta mendoakan untuk Bianka yang terbaik.

"Apa masih lama, Mbak?" Alih-alih mama Cassandra membuka pertanyaannya kepada para MUA sebagai ungkapan rasa malunya karena tidak dibalas oleh Citra. Beliau seperti itu agar tidak malu dihadapkan para MUA itu.

"Sebentar lagi, Bu... apa pengantin lelaki sudah datang? Kalau sudah biar segera saya selesaikan dengan cepat, yang pasti saya meminta maaf kalau misalnya lama. Kalau tergesa-gesa rasanya semua itu akan hambar dan tidak optimal tatanan mbak Citra," terang ketua MUA yang memang tidak asal-asalan dalam mengerjakan itu semua.

Itulah mengapa MUA yang berada di depan ini adalah orang yang sangat dipercaya banyak orang karena memang hasilnya bagus dan mereka adalah MUA kalangan atas. Memang mama Cassandra berniat berbasa-basi saja supaya bisa memperhatikan putri si mata wayangnya, bisa menunggu dengan alasan ingin berbincang-bincang kepada para MUA, tidak mau mama Cassandra kehilangan moment ini jadinya mendampingi Citra sekarang.

Citra pun akhirnya angkat bicara. Dirinya memang ingin sendiri dan tidak mau didampingi apalagi mamanya sendiri. Malahan Citra akan merengek dan manja nantinya, dan itu percuma bagus Citra karena semua manjaan dan rengekan sangatlah tidak penting. Yang terpenting hanyalah harkat dan martabat papanya saja.




Minggu, 27 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 20)

 

Bab 20: Meeting

Di tempat Chandra berada.

Chandra sekarang sudah berada di kantornya, memang Chandra sudah lama tidak ke kantor, mengingat dirinya yang sudah buta itu. Jadi hanya bekerja di rumah saja dibantu oleh seseorang yang sangat setia yaitu tangan kanannya yang selalu bersamanya dalam hal apapun, hanya saja saat ini Chandra datang karena dirinya harus menyelesaikan sesuatu yang tidak beres di kantornya, harus Chandra yang turun tangan langsung akan hal itu. Tidak bisa lagi diwakilkan oleh tangan kanan maupun sekertarisnya ataupun lewat bekerja dalam online saja.

Semua pegawai yang begitu merindukan Chandra berbaris dan menunduk tanda menghormatinya. Chandra yang tau mereka semua berada di luar ruangannya. Karena Cailo tangan kanannya yang memberitahu Chandra, membuat Chandra menyuruh Cailo untuk membubarkan semuanya agar segera bekerja.

"Cailo kamu bubarkan mereka semua! Karena bekerja lebih baik dari pada membuang waktu sia-sia seperti itu di luar ruanganku. Sampaikan salamku kepada semuanya terimakasih atas penghormatannya, karena aku lagi punya kesibukan lainnya ini jadi tidak bisa menemui mereka!" perintah Chandra kepada Cailo.

Cailo yang mengerti mengangguk dan mengiyakan Chandra. Ia kemudian keluar ruangan Chandra dan memerintahkan semuanya untuk bubar seperti apa yang diperintahkan oleh Chandra.

Dan di tengah kesibukan Chandra yang sekarang sibuk menandatangani dokumennya. Chandra tiba-tiba terpikirkan oleh Citra, tersenyum saat teringat suaranya. Tidak tau mengapa dia menjadi seperti itu, padahal wajah Citra saja dia tidak tau karena buta, tapi dalam perkiraan Chandra, Chandra tau kalau Citra adalah gadis periang dan cantik juga menyenangkan. Namun, dia menepis rasa itu karena teringat oleh mantan kekasihnya yang sifatnya sama persis dengan Citra, jadinya Chandra yang tadinya tersenyum berubah menggeram dan mengepalkan kedua tangannya dengan masih menggenggam bolpoinnya.

"Ciiih apa-apaan tadi aku memikirkan dia segala! Mana hari pernikahan tinggal sebentar lagi, hmmmm. Terus apa-apaan tadi aku bilang calon istri kepada para preman tadi, seperti pamer deh aku hmmm. Tapi kalau tidak seperti itu mana bisa menolongnya, intinya aku tidak bermaksud apa-apa dan hanya menolongnya. Stop Chandra untuk berfikiran yang macam-macam! Ingat! Wanita itu pada dasarnya sama, hanya racun dunia saja!" Chandra mengoceh sendiri. Mengingatkan dirinya sendiri supaya tidak baik kepada wanita lagi. Sudah cukup dirinya disakiti sekali dalam seumur hidupnya.

Cailo yang sedari tadi ternyata sudah masuk ke dalam ruangan Chandra pun tersenyum mendengar ocehan bosnya. Cailo sangat mengerti sifat Chandra sejak kecil, kalau Chandra sudah memikirkan seperti itu berarti dia tertarik kepada sesuatu, jadi sudah pasti suatu saat harus mendapatkannya. Pokoknya Cailo sangat memahami betul, jelas saja di samping Chandra adalah bosnya, juga sekaligus teman kecilnya. Chandra lah yang sering membantu kehidupannya sejak kecil. Makanya jasa Chandra itu dibalas oleh Cailo dengan mengabdi kepada keluarganya. Maka dari itu Cailo menjadi tangan kanan Chandra yang sangat bisa diandalkan.

"Kamu sudah usai membubarkan mereka? Lalu kenapa bengong di situ

melihatiku saja! Kenapa? Apa menertawakanku? Hmmm kamu ini! Ayo segera bantu rapikan ini semua! Lalu kita segera ke ruangan rapat!" Chandra memberi perintah lagi.

Ia segera menandatangani dengan cepat. Rasanya sudah lincah dan tau betul tata letak tanda tangannya. Hanya diarahkan oleh Cailo saja sekali tadi. Memang Chandra orang yang sangat cerdas. Tak heran tidak ada yang bisa membohongi, bahkan kerja sama antar perusahaan lain selalu sukses karena ahli dalam pendalaman penjelasan dan sedikit dibumbui rayuannya. Makanya papanya bangga dengannya, dan dipercaya oleh papanya dalam mengurus perusahaan. Sayangnya sekarang sudah buta makanya kurang optimal dalam pekerjaannya sekarang. Sehingga Chandra harus mulai membiasakan dirinya mulai sekarang juga.

Untungnya Chandra bisa tepat waktu melakukan tanda tangan itu, dengan begitu Chandra dan Cailo bisa menemui klien sekarang di ruang rapat yang tepat berada di samping ruangannya. Ternyata mereka menunggu kedatangan Chandra, klien yang datang dari luar negeri. Makanya Chandra datang ke kantor ya karena ini semua.

"Hello... Mr. Chandra, nice to meet you. Happy to work with you," sapa lelaki bule yang tampan sama seperti Chandra, walau tampan tapi masih tetap tampan Chandra ke mana-mana. Dia sekarang mengulurkan tangannya bersedia untuk menjabat Chandra, untuk berkenalan agar semakin akrab kepada Chandra, sekedar berbasa-basi terlebih dahulu.

Chandra yang juga memang ramah kalau bersama para kliennya, dia menerima uluran tangan lelaki bule itu dan menjabat tangannya. Chandra mengira lelaki bule itu seumuran dengan papanya, semacam pebisnis tua dan sudah tersohor berdiri lama perusahaannya, tapi ternyata masih sama mudanya seperti Chandra, jadi bagi Chandra di luar negeri sangat hebat banyak muda-muda sudah sukses dalam berkarirnya, makanya Chandra juga sangat bersemangat dalam bekerja, ingin seperti mereka yang sangat sukses dalam berkarirnya. Itulah mengapa Chandra walau sudah sukses masih tetap saja belajar dan belajar, tidak pernah puas kepada dirinya, karena menurutnya di luaran sana masih banyak yang di atasnya. Menjadi motivasi untuk Chandra.

"Hello also Mr. Eiro, nice to meet you and work with you too. Let's start meeting it!" ajak Chandra yang dirinya juga sangat mahir dalam bahasa inggris. Melepaskan jabatan tangannya dan duduk sekarang. Memulai menjelaskan kerja samanya.

Chandra sangat lincah dalam menjelaskan semua itu. Meski dia buta, tapi Eiro tidak mengetahuinya dan mengira Chandra tidak buta saja, karena kehebatan Chandra yang bisa menipu seseorang yang baru dikenalnya, juga bantuan dari Cailo yang sangat ahli dalam memberikan kode. Itulah mengapa Chandra sangat bersyukur bisa memiliki Cailo, satu kesatuan yang klop antara Chandra dan Cailo, tidak bisa terpisahkan.

Akhirnya Eiro pun menyepakati untuk benar-benar bekerja sama karena puasnya dia dalam penjelasan Chandra. Biasanya kalau Eiro tidak puas langsung saja menolak siapapun itu. Karena dirinya sangat dingin sama seperti Chandra, yang sangat disulit didekati.

Eiro pun mulai bertepuk tangan dengan kerasnya, senyuman lebar terukir di bibirnya dengan sangat senangnya.

"Wow really very good. It turned out that according to what people said about Mr. Chandra's expertise, really I really liked Mr. Chandra. Thank you very much,” puji Eiro dengan bangga kepada Chandra.

Chandra tersenyum dengan membenarkan kaca mata hitam yang sedari tadi dipakainya. Memang semenjak Chandra buta kaca mata hitam itu selalu

menemaninya ketika keluar dari rumahnya. Cailo juga ikut bertepuk tangan dan sangat bangga dengan bosnya. Mengangkat jari jempolnya dengan senyuman yang sangat tipis.

"Thank you, thank you Mr. Eiro. Mr. Eiro is also great. if there is time to play my house."

Eiro menganggukkan kepalanya. Akhirnya meeting selesai dan Eiro pun pergi dengan urusannya lainnya. Kalau papa Cito nanti mendengar semua ini pastinya akan menjunjung tinggi Chandra, biasanya seperti itu, tetap Chandra biasa saja dan sangat dingin kepada papanya. Memang perusahaan yang dipegang papanya hanya berdampingan dengan perusahaan yang dipegang Chandra, hanya saja papanya sok sibuk makanya jarang mengunjungi perusahaan yang dipegang oleh Chandra.




Sabtu, 26 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 19)

 

Bab 19: Mood 

Citra kini berjalan dan sudah mulai mencari taksi berniat untuk pulang ke rumah saja, karena dirinya sudah tidak mood lagi untuk berbelanja setelah kejadian yang menggenaskan tadi. Dirinya sekarang senyam-senyum tidak jelas, tidak tau kenapa dia bisa seperti itu sekarang, mungkin karena pertolongan Chandra dan ucapannya tadi yang membuat Citra jadi seperti itu, makanya Citra sungguh bahagia saat ini.

Mama Cassandra dan Cinta yang akhirnya dapat menemukan Citra pun sangat lega dan menghampiri Citra sekarang. Keduanya langsung memegangi bahu Citra, menurut mereka agar Citra tidak kabur saja, makanya sikap keduanya seperti itu. Mereka yang merasakan Citra tidak seperti saat kabur dan marah- marah seperti tadi pun bertanya-tanya. Karena aneh saja senyam-senyum begitu.

Akhirnya Cinta yang memberanikan diri untuk bertanya. Sementara mama Cassandra hanya diam karena tidak berani bertanya apapun kepada Citra. Mungkin Cinta yang bertanya sudah cukup dari pada mamanya juga ikut bertanya, takutnya nanti menambah mood Citra yang oke sudah rusak lagi. "Kak Citra? Kamu kenapa? Apa sakit? Kenapa kamu senyam-senyum sendiri seperti itu, Kak? Apa sangat bahagia? Tapi karena apa? Apa melihat cowok tampan?" tebak Cinta dengan berbagai macam tebakan.

Citra yang tadinya sedikit melamun pun tersentak kaget dan menatapi Cinta juga mama Cassandra dengan kebingungan, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Tadinya memang Citra cengengesan, tapi karena menjaga image-nya langsung tawanya itu dihentikan dan berubah menjadi sok coolnya. Dingin dan datar sekali seperti awal dan berangkat tadi.

"Aku? Kenapa dengan aku? Aku tidak apa-apa kok, sakit apa? Santai saja keles Cinta. Ciiih kamu ini! Lebay sekali! Pikiran kamu mulai deh, cowok tampan apa! Mana ada cowok tampan di sekitar sini? Yang ada cowok buta tadi itu! Ya itu siapa lagi kalau buka si Chandra, huh," balas Citra dengan sedikit sewotnya. Berpura- pura dengan sengaja supaya Cinta dan mamanya tidak kepo dan menebak-nebak pemikirannya. Bukan karena Citra membenci Cinta, hanya saja Citra malas saja dengan mamanya itu. Karena tadi menurutnya mamanya itu membela Chandra, jadinya Citra sungguh muak sekali dengan mamanya. Yang jarang membelanya tapi membela orang saja. Mungkin karena sejak awal Citra dan mamanya memang tidak akrab makanya selalu Citra apa-apa berfikiran buruk tentang mamanya karena kurang kasih sayangnya itu.

Usai membalas ucapan Cinta. Citra pun pergi begitu saja tanpa mengajak Cinta terlebih dahulu, untung saja Cinta tidak berfikiran yang tidak-tidak kepada Citra, diperlakukan seperti itu juga biasa saja, karena dia tau perlakuan orang tua Citra kepada Citra makanya Cinta memakluminya saja. Lagian bagi Cinta jarang-jarang saja dia menemani kakak sepupunya itu. Ini semua juga karena tantenya, yaitu mama Citra, coba saja tadi beliau tidak ikut yang pasti berbelanja sekarang sungguh sangat menyenangkan.

"Lah, Kak Citraaaa. Astagaaaa main kelayapan sendiri saja! Tidak ajak-ajak hmmm selalu deh ihhh," keluh Cinta. Yang memang dirinya dan mama Cassandra tadi melepaskan memegangi Citra makanya Citra bisa kabur lagi. Tapi kali ini Citra bukan kabur seperti tadi, hanya ingin pulang ke rumah. Hanya saja dia malas untuk berbicara jadi langsung saja dengan tindakan ke arah rumah.

"Sudah jangan cerewet! Ayo pergiii! Kita pulaaaang!" teriak Citra yang memang sudah jauh dari sepupu dan mamanya, pokoknya kalau masalah berjalan Citra sangat cepat dan jagonya, makanya mereka berdua sangat sulit untuk menyusulnya. Citra sendiri sungguh geli mendengar ocehan Cinta makanya membuka suaranya dengan berteriak itu agar dia dan mamanya cepat.

Saat Cinta dan mama Cassandra sudah didekat Citra sudah bisa menyusul Citra. Mereka ngos-ngosan dan Cinta yang belum berbelanja apapun kemudian bertanya kepada Citra. Lagi dan lagi Cinta membuka pertanyaannya.

"Kita mau ke mana, Kak? Beneran mau pulang? Katanya mau belanja? Terus belanja macam apaan ini? Hanya berlarian saja! Sungguh menyebalkan! Mana aku tidak dibelikan baju ditraktir apaan gitu! Kalau tau gini tadi mending tidak keluar! Sungguh menyebalkan membuang-buang waktu saja! Hmmmm. Kak Citra ini! Hais!" keluh Cinta yang sengaja berpura-pura kesal karena dia memang ingin berbelanja dan bersenang-senang. Merajuk sedemikian rupa supaya Citra kasihan kepadanya, tapi Citra hanya mendengus saja dan menggelengkan kepalanya.

"Pulang atau aku tinggalkan! Kalau masalah belanja nanti bisa diatur lagi! Oke!" Suara Citra sungguh menyeramkan dan terdengar menggelikan di telinga Cinta. Makanya Cinta ya juga sama mendengusnya tapi dia mencoba mengalah dan mengikuti apa saja kemauan sepupunya itu, yang jelas kalau nanti kakak sepupunya sudah waras pastinya Cinta akan menagih dengan banyak sekali. Sebagai ganti kejadian hari ini yang sungguh menyebalkan ini. 

'Ciiiih mobil, mobil siapa? Kok yang memerintah kakak sepupu sih ... heran aku! Haha seharusnya kan aku yang meninggalkannya, kenapa Kak Citra mau meninggalkan aku coba? Benar-benar eror dia, tapi bodohnya aku juga menurut saja kepadanya, kan juga lucu hmmmm haha, ya sudah deh apa dikata saja. Untung saja mood ku bagus jadinya aman dan patuh saja. Coba juga mood ku rusak, pastinya tidak akan patuh seperti ini! Berpuaslah-puaslah Kak sekarang melampiaskan ke aku tidak apa-apa. Akan ada waktu aku akan menagih semua ganti ini! Tunggu dan lihat saja!' Batin Cinta yang tersenyum menyeringai sekarang.

Cinta pun mengangguk pasrah dan mengikuti langkah Citra saja ke arah parkiran. Sama dengan mama Cassandra hanya bisa diam. Sungguh beliau bingung harus berbuat apa. Beliau akhirnya tau wajah Chandra. Memang wajahnya tampan tapi buta, jadinya membuat mama Cassandra juga turut menyesal dengan perjodohan ini. Dalam hati beliau akan mencoba membujuk suaminya nanti, siapa tau saja dengan dia berusaha suaminya mau membatalkan perjodohan itu meski rasanya tidak mungkin, tapi siapa tau dengan usaha rayuannya bisa membatalkannya, dengan begitu mama Cassandra bisa dekat dengan Citra lagi dan disayanginya. Tidak seperti sekarang yang bagaikan bumi dan langit saja, tidak bisa bersatu walau sangat dekat. Semoga saja usahanya tidak sia-sia nanti.

Mama Cassandra yang sungguh ingin berbicara kepada Citra pun meraih tangannya. Menggelengkan kepalanya mencoba memperbaiki hubungan dengannya. "Citra Sayang, tunggu dulu, Naaaak! Ayo berbelanja! Kamu meminta apapun sepuasnya boleh, ini tadi dapat kartu kredit dari papa, katanya boleh dihabiskan oleh kita. Kan kita ke sini memang berniat untuk bersenang-senang," ajak mama Cassandra saat sudah berada di parkiran, suaranya lembut bak malaikat mencoba merayu Citra sekarang. Mengambil hati Citra sedemikian rupa. Cinta yang menatapi mama Cassandra juga mengangguk pelan, tanda yang dilakukan mama Cassandra itu benar agar tidak terus membisu saja. Tapi ternyata Citra hanya menggeleng dan langsung saja masuk ke dalam mobil Cinta.

"Astagaaa dia tidak mau Tante, benar-benar Kak Citra hatinya sekeras batu! Sabar ya, Tante!"




Jumat, 25 Juli 2025

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta (Bab 18)

 

Bab 18: Pertolongan

"Berani kalian menyakitinya ... aku tidak segan-segan membunuh kalian karena dia adalah calon istriku!" ucap Chandra dengan lantang. Tangan Citra sudah dipegang oleh Chandra dan ditariknya ke belakang. Citra kini berada tepat di belakang Chandra, tertutupi oleh punggung kekarnya. Menurut Chandra itu adalah bentuk rasa perlindungannya kepada Citra.

Citra yang mendengar kata calon istri merinding rasanya, tapi sedikit tersentuh di dalam hatinya. Pikiran Citra sekarang bagaimana Chandra bisa menghajar sementara dia buta? Dia hanya bisa membatin dan memberi semangat kepada Chandra. Pokoknya Citra sangat takjub dengan ulah Chandra yang benar-benar sangat melindunginya sekarang.

"Chandra awas! Kamu harus extra hati-hatiiii! Jangan sampai terluka!" pesan Citra yang dibalas oleh tawaan oleh kedua preman itu.

"Wiiih so sweet kalian berdua haha. Bagaimana bisa seorang lelaki buta melindungimu gadis cantik, mendingan bersama Abang saja enak dong," rayu preman yang lebih tinggi dengan terus mengedipkan matanya. Citra hanya membalas dengan meludah tepat di depan lelaki itu, untungnya dia menghindar jadinya hanya terkena telapak kakinya yang memakai sandal japit itu. Coba tidak menghindar pastinya tepat mengenai wajahnya.

"Berani kamu!" geram preman yang terkena ludah itu, tangannya sudah diulurkan ke arah Citra dan ingin menjambak rambutnya. Chandra pun dengan sigap mencekal tangan preman itu dan memelintirnya. Jadinya Chandra terlihat sangat hebat buat Citra, karena tidak bisa melihat tapi bisa merasakan gerakan lelaki itu.

Preman yang satunya melihat itu tertawa dan meremehkan temannya yang dipelintir itu, lemah sekali menurutnya, hanya seorang buta saja tidak bisa mengalahkannya. Pikirnya dengan kesombongannya. Ia lalu mencoba untuk menghajar Chandra juga lewat samping, tapi dia juga kalah karena Chandra mencekal tangannya juga, jadinya kini Chandra mencekal kedua tangan preman itu. Dan terus memelintirnya. Akibatnya kedua preman itu meringis kesakitan. Benar-benar kuat sekali tenaga Chandra itu, hanya memakai satu tangannya saja mereka sudah sangat kesakitan apalagi keduanya, bisa patah kalau seperti itu lama-lama.

"Huh rasakan kaliaaan! Ayo Chandra patahkan sekalian tangan mereka itu! Berani-beraninya ingin menodaiku! Kalian sekarang tau kan kalau calon suamiku ini sungguh sangat keren!" bangga Citra yang benar-benar keceplosan. Citra yang sadar dengan ucapannya dia hanya menyengir dan garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Mulutnya sesekali dipukul dengan telapak tangannya karena sungguh berbicara sembarangan sekali itu.

'Apa yang aku ucapkan tadi? Astagaaaa Citraaa. Pastinya Chandra benar-benar ke GR-an dah sekarang, huh kamu benar-benar tidak bisa mengontrol mulutmu ini! Huh.' Batin Citra yang terus menatapi punggung Chandra, tidak cengengesan lagi karena merasa malu dengan ucapannya yang ceplas-ceplos itu.

Sedangkan Chandra hanya tersenyum tipis akibat ucapan Citra yang benar-benar bersemangat. Biasanya Chandra bersifat cuek-cuek saja. Tapi entah mengapa dirinya bisa tersenyum karena ucapan Citra yang lumayan itu, mungkin bagi Chandra cukup menghibur juga. Dan faktanya ternyata Citra cukup lucu.

"Aaaa ampun-ampun, Bos, kita kapok, kita tidak akan mengganggu calon istri Bos lagi," mohon preman yang bertubuh tinggi. Lalu preman satunya juga menyahutinya.

"Iya ampun, Bos. Lepaskan kami, Bos! Kami tidak akan mengganggu lagi kami janji!"

Akhirnya Chandra pun melepaskannya. Citra juga senang karena perdamaian sekarang, tapi baru juga Chandra melepaskan sudah dihajar dan ditendang oleh preman itu. Akibatnya Chandra jatuh tersungkur dan meringis kesakitan.

"Kaliaaaan! Benar-benar biadap! Bisa-bisanya janji kalian itu palsu! Haha. Kalian pikir aku sendiri hah! Haha. Tidak mungkin lah," oceh Chandra.

Citra yang takut akan diapa-apakan lagi oleh para preman itu, dia berhamburan ke arah Chandra yang terkapar itu. Dia bingung harus berbuat apa. Tapi kenapa Chandra berucap seperti itu? Apakah akan mendapatkan bala bantuan? Begitu pikir Citra saat ini.

Dan benar hanya Chandra mengeluarkan siulnya kedua bodyguard-nya yang terus membuntutinya tadi datang. Memang sedari tadi bodyguard bersama dengannya, tapi saat di kejauhan melihat Citra yang diperlakukan seperti itu, barulah kedua bodyguard-nya bersembunyi. Chandra memang ingin mengasah kemampuannya yang lama dia tidak pernah latihan bela diri lagi, apalagi dia buta makanya harus sesering mungkin diasah supaya jadi kebiasaan dalam kehidupan kegelapan yang belum lama itu.

"Beraninya kalian melawan Bos kami!" marah bodyguard Chandra yang sangat kekar dan tinggi melebihi kedua preman itu. Pokoknya baru dilihat saja sudah merinding. Bahkan Citra saja berfikiran ini orang atau genderuwo kenapa tinggi sekali dan hitam legam, memakai kaca mata hitam lagi, sungguh menyeramkan dan bikin Citra tertawa tapi ditahannya karena bukan saatnya bercanda sekarang.

"Apa?! Jangan ikut campur kamu! Aku tidak berurusan dengan kalian berdua!" balas preman yang lumayan gemuk dari yang satunya. Menurutnya ini adalah urusan dia kepada Chandra yang menjadi pahlawan kesiangan itu dan sudah mengakibatkan tangannya sakit. Makanya kedua preman itu melakukan kecurangan supaya bisa membalas dendam kepada Chandra.

"Urusan Bos adalah menjadi urusan kita! Dari yang aku lihat tadi kalian benar- benar munafik! Bisa-bisanya bilang berdamai tapi setelahnya mencelakai! Itu bukanlah kesatria namanya!" jawab salah satu bodyguard itu. Membuat kedua preman tertawa bersama-sama. Karena apa perdulinya mereka. Bagi mereka yang penting uang, wanita dan kesenangan. Tidak ada yang lain lagi.

"Gak usah ceramah! Kalau mau ceramah di masjid saja! Hahaha." Kedua preman itu masih dengan tawanya dan tak ada basa-basi lagi, dengan cepat kedua bodyguard itu menghajar kedua preman itu yang tanpa persiapan. Akibatnya kedua preman itu terpental dan terkapar sekarang dengan keganasan kedua bodyguard itu. Membuat kedua kedua preman itu lari terbirit-birit dengan terpincang-pincang karena rasa takutnya.

"Rasakan kaliaaaan! Beraninya main keroyokan dan janji palsuuuu!" teriak Citra yang menghina keduanya. Dia benar-benar kesal dan merasa lega karena

kedatangan Chandra dan kedua bodyguard-nya. Dia merasa aman sekarang dan tidak jadi mati, karena tadinya Citra sudah berfikiran kematian saja saat belum ada bantuan dari Chandra itu.

Citra kemudian mencoba membantu Chandra untuk bangkit. Chandra pun patuh saja dan saat Chandra sudah berdiri Citra pun tersenyum dan mengucap kata terimakasih karena rasa syukur yang dibantu olehnya.

"Terimakasih atas bantuanmu, Chandra. Aku sungguh berhutang budi kepadamu, sekali lagi terimakasih yaaa."

Chandra hanya mengangguk lalu menunjuk ke arah tangan Citra yang masih saja memegangi tangannya itu, membuat Citra segera melepaskan tangan Chandra dengan cengengesan sekarang.

"Ehhh sorry, tidak sengaja! Maaf lancang hehe. Ya sudah kalau begitu kamu mau ke..." Belum usai Citra berbicara atau bertanya kepada Chandra tapi Chandra sudah pergi dengan cepat yang diikuti oleh kedua bodyguardnya. Menjadikan Citra merasa kesal ketika melihatnya.

"Astagaaaa aku kira dia sudah berubah karena berucap mengakuiku calon

istrinya tadi, tapi ternyata dia sama saja yang sangat dingin dan sangat menyebalkan! Tapi ya sudah mau bagaimana lagi dah, nasib-nasib sudah digariskan berjodoh dengannya. Ya sudah deh aku hanya bisa pasrah," celoteh Citra dengan mencemberutkan bibirnya.