Sexy Red Lips

Minggu, 21 September 2025

Bab 17: Main

 


"Enaknya main kemana nih?" tanya Ronald yang sedang menuruni tangga bersama dengan ketiga sahabatnya.

"Mau kemana, Ron? Apa nggak mending kita pulang saja seperti biasanya?" tusul William. "Lagipula Silvi juga nggak bakal bisa ikut. Ya kan, Sil?"

"Ya, kalian pergi saja bertiga." usul Silvi dengan dingin seperti biasanya.

"Yuk, nongkrong dimana gitu sebelum pulang. Mumpung aku masih free hari ini." kata Jack.

"Memangnya kamu besok-besok bakalan sibuk kok ngomongnya mumpung lagi 'free hari ini'?" tanya William.

"Iya, aku sebentar lagi bakal kerja paruh waktu." jawab Jack dengan santai. Tapi kemudian dia tersentak karena ketiga temannya tiba-tiba berhenti dan mereka melakukan itu bersama-sama seperti sudah latihan dulu sebelumnya.

"Jangan bercanda, kamu Jack!" kata Ronald.

"Iya nih, nggak lucu banget." timpal William.

"Kamu memangnya mau kerja dimana? tanya Silvi.

"Di mini market," jawabnya.

"Jadi kamu benar-benar mau kerja paruh waktu?" Ronald dan William bertanya bersama-sama. Bahkan mereka pun saling memandang setelah selesai bertanya karena mereka tak menyangka juga akan bertanya tentang pertanyaan yang sama dan di waktu yang sama pula.

"Ya beneran dong. Ngapain juga aku bohong sama kalian?" sahut Jack yang tak peduli apakah teman-temannya percaya atau tidak dengan perkataannya.

"Ngapain kamu kerja paruh waktu? Bukan karena uang, kan?" tanya Silvi yang sejak tadi serius mendengarkan Jack.

Ronald dan William pun menjadi tertarik dan ikut mendengarkan dengan serius. "Kamu benar, papa ku yang menyuruhku untuk kerja paruh waktu. Aku juga bakal kerja di mini market milik papa ku." jawab Jack sambil melihat pada Silvi. Silvi pun menoleh dan melihat ke arah yang lain. Ia sudah mengira bahwa alasan Jack untuk bekerja bukanlah demi uang gaji. Ia sudah mengenal Jack sejak SMA dan tahu betul orang tuanya masih sangat berkecukupan untuk membiarkan Jack hidup hanya dengan berfoya-foya semata. Karena itu, saat ia mendengar Jack bekerja demi memuaskan keinginan papa nya saja, ia menjadi tidak tertarik lagi. "Kalau di mini market papa mu kamu nggak kerja paruh waktu dong, tapi jatuhnya kamu jadi pengawas disana. Ya nggak Will?" tanya Ronald pada Will yang mencari dukungan darinya.

"Iya betul. Kamu tinggal duduk manis dan melihat karyawan papa mu bekerja seperti biasa." sahut William yang setuju dengan Ronald.

Mereka berempat masih ditangga dan berhenti disana. Jack berada di paling atas, kemudian Ronald dan William, barulah Silvi berada di anak tangga paling bawah. Ronald dan William melihat agak ke atas untuk melihat Jack yang tinggi dan berada di tangga paling tinggi dari mereka bertiga.

"Ya nggak gitu juga. Aku di suruh papa untuk tidak mengatakan kalau aku adalah anak pemilik mini market itu." jawab Jack menanggapi kedua sahabatnya itu.

"Ohh, kamu berarti seperti menyamar, begitu?" William memperjelas lagi. "Ya begitulah.." sahut Jack.

Saat mereka sedang asyik berbicara ditangga, Kathy dan kedua temannya kebetulan juga sedang menuruni tangga dan mereka pun berpapasan. Ronald dan William yang melihat ke arah atas tahu pasti kalau Kathy akan melewati mereka. Tapi tidak dengan Jack yang sejak tadi melihat ke arah tiga sahabatnya di tangga yang lebih rendah.

"Hai, Jack!" sapa Kathy dengan lembut sambil menyentuh pundak Jack.

Jack tersentak karena terkejut dengan kehadiran Kathy. Kathy dan temannya pun berjalan dengan biasa melewati Jack dan teman-temannya. Sampai Kathy dan kedua temannya sudah agak jauh, barulah mereka cekikikan dan melirik ke arah Jack.

"Kamu pasti bohong kalau tidak terjadi apa-apa antara kamu dan Kathy," Ronald kembali menaruh curiga. "Apa hubungan kalian berpengaruh juga terhadap kemenanganmu?" Ronald berusaha memojokkan Jack dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.

"Sudah kubilang aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Kathy," jawab Jack dengan yakin.

Dia pun sebenarnya tidak berbohong pada teman-temannya. Ia memang tidak memiliki hubungan apapun dengan Kathy. Bahkan walau Jack dan Kathy telah bersetubuh, tak merubah apapun bahwa mereka tidak mempunyai hubungan spesial apapun.

Ronald pun melihat Jack dengan memicingkan mata karena ia belum merasa puas dan masih penasaran. Mungkin Rionald masih belum bisa menerima kalau ia harus kalah dengan Jack.

"Tapi kamu sebaiknya jangan berhubungan dengan dia lebih jauh lagi." saran Ronald.

"Kenapa memangnya?" Jack spontan bertanya alasannya.

"Karena setelah aku mencari lebih jauh tentang Kathy, ternyata ia baru saja jadian dengan kakak tingkat beberapa hari yang lalu." jelas Ronald.

"Hah? Yang benar?" tanya Jack dengan wajah yang terkejut.

"Ya, benar dong. Informasi dariku selalu benar adanya." Ronald menyombongkan diri.

"Memangnya kenapa sih Jack? Kok kamu kelihatan kaget begitu? tanya William yang melihat gelagat aneh dari Jack.

"Ah, nggak kok, nggak apa-apa." sahut Jack dengan cepat.

Jack sangat terkejut dan tak habis pikir dengan informasi yang baru saja diberikan Ronald padanya. Kalau benar yang Ronald katakan, berarti Jack sudah membuat Kathy berselingkuh dengannya. Karena ia melakukan hubungan selayaknya suami istri dengan Kathy kemarin. Tapi ia pun tak habis pikir kenapa Kathy mau berbuat seperti itu. Apalagi seingat Jack, Kathy lah yang memancing duluan dengan mencium bibir Jack saat mereka terjatuh di lantai dapur rumahnya.

"Ya sudah, terus kita jadinya mau kemana nih? Kalau nggak ada, aku mau pulang saja." tanya William yang sudah tak sabar lagi.

"Eh, bagaimana kalau kita ke rumahmu, Jack? Kita kan belum pernah kesana sama sekali." usul Ronald.

"Ah benar tuh. Ide yang sangat bagus!" puji William.

"Hah? Kenapa ke rumahku?"

Jack tak menyangka Ronald akan menyarankan untuk ke rumahnya.

"Ya karena kita belum pernah kesana. Kamu nggak mau menerima kami sebagai tamu di rumahmu?" Ronald membuat pertanyaan jebakan untuk Jack.

"Bukannya begitu..."

"Oke sudah diputuskan! Kita kan berangkat ke rumah Jack. Ayo Will!" Ronald pun membuat keputusan dan mengaitkan lengannya pada William dan mengajaknya segera beranjak dari sana. Meninggalkan Jack dan Silvi.

"Huuft." Jack menghela napas panjang dan hanya bisa pasarah saja. "Kamu benaran nggak mau ikut, Sil?" tanya Jack pada Silvi.

"Aku harus bekerja, lain kali saja." jawab Silvi dan mereka berdua pun berjalan menyusul Ronald dan William.

Sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan rumah Jack. Yang ada di dalam mobil tersebut adalah Ronald dan William. Mereka sepakat untuk meninggalkan mobil William di kampus dan akan mengambilnya nanti setelah pulang dari rumah Jack. Jack pun tak lama kemudian tiba dan langsung masuk ke dalam tempat parkir rumahnya dan memarkirkan motornya disana.

Rumah kak Brian memang model perumahan tipe cluster dengan one gate system yang membuat rumah-rumah yang di dalamnya tidak memiliki pagar.

Ronald dan William pun keluar dari mobil dan berjalan menuju Jack yang sudah menunggu di teras rumah. Setelah itu mereka pun masuk dengan Jack membukakan pintu untuk mereka berdua.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar