Sexy Red Lips

Jumat, 08 Agustus 2025

Bab 9: Tantangan

 

Sesampainya dikampus, Jack berdiam diri diatas motornya sambil melamun. Ia masih tak percaya dengan apa yang dilakukannya tadi pagi dengan kakak iparnya. Dirinya memang selalu tertarik dengan kakak iparnya tapi hanya bisa menjadi sekedar bayangannya saja. Ia masih tak habis pikir tadi pagi telah berbuat hal semacam itu dengan kak Vivi. Dilihatnya kedua tangannya yang masih bisa membayangkan betapa kenyal dan besanya dada kakak iparnya itu. "Lagi bayangin apa sih?" Ronald memukul lengan Jack hingga Jack hampir terjatuh dari motornya. Tapi akhirnya ia bisa menyeimbangkan diri dan kembali duduk dengan tegak.

"Apaan sih? Siapa juga yang ngelamun?" tukas Jack.

"Dari tadi kita lihat dari kejauhan jelas-jelas kamu ngelamun, Jack." timpal Wiliam. "Kira-kira Jack ngelamuni apa ya, Sil?" tanya William pada Silvi yang berdiri disampingnya.

"Palingan juga ngelamuni jorok, ya kan?" sahut Silvi dengan cepat.

"Enak saja, memang Ronald tuh yang tukang "bungkus" di klub malam." Jack berusaha mengalihkan perhatian pada Ronald karena dia tak menyangka Silvi bisa menebaknya dengan tepat.

"Lah? Kenapa jadi aku?" Ronald malah jadi tolah-toleh karena bingung.

"Ahh..sudah-sudah. Ayo kita masuk kelas." Jack turun dari motor dan menyeret Ronald dengan mengalungkan tangannya di leher Ronald.

Mereka berempat pun masuk ke dalam kelas bersama-sama dan baru selesai sekitar pukul dua belas siang. Setelah keluar dairikelas, mereka berempat langsung menuju food court untuk makan siang. Apalagi Jack merasa sangat lapar siang itu. Ia baru ingat kalau ia tak sempat sarapan karena "asyik" dengan kak Vivi tadi pagi serta setelah mandi dan bersiap-siap, ia segera pergi begitu saja tanpa ikut sarapan dengan kakak-kakaknya dengan alasan sudah sangat

terlambat ke kampus. Bahkan sebelum pergi, Jack sempat melirik pada kak Vivi dan mendapatkan kedipan mata dari kakak iparnya yang seksi itu. Supaya iya tak berlama-lama lagi dirumah, ia pun segera memakai sepatunya dan berangkat ke kampus.

Setelah mencari tempat kosong, mereka akhirnya mendapatkan satu meja dengan empat kursi yang masih tersedia. Food court kampus memang sangat penuh dan sesak saat waktu makan siang. Karena itu mereka lebih sering makan dilluar. Tapi karena hari itu Jack sudah sangat lapar, ia pun memaksa teman- temannya untuk menemaninya makan di food court. Dan jadilah kini mereka sudah duduk dan sedang memilih-milih makanan apa yang akan mereka makan.

"Enaknya makan apa nih?" tanya William sambil matanya menyapu booth-booth makanan yang mengeliling mereka.

"Aku juga bingung, nih." sahut Ronald.

"Kamu makan apa, Sil?" tanya Jack pada Silvi.

"Aku paling siomay nanti, nggak begitu lapar juga soalnya." jawab Silvi yang menopang dagunya dengan tangannya di meja.

"Yah, kalau siomay aku pasti kurang kenyang." sahut Jack. "Hmm, aku kayanya itu saja deh." Jack menunjuk pada booth nasi padang yang di etalasenya menyajikan berbagai macam lauk.

"Wiih, Jack. Lihat tuh!" seru Ronald yang melihat ke arah Jack menunjuk. "Hah? Lihat apaan?" Jack mencarii apa yang ingin ditunjukkan Ronald.

Willam dan Silvi pun ikut penasaran dan memperhatikan ke arah booth nasi padang yang tadi disebutkan oleh Jack. Tapi mereka semua tak menemukan sesuatu yang spesial dari sana.

"Memangnya ada apa sih, Ron?" tanya Jack yang sudah menyerah.

"Yah elah, coba lihat di meja di depan booth nasi padang yang kamu tunjuk tadi!" Ronald mengarahkan lebih rinci.

Akhinrya mereka bertiga melihat apa yang membuat Ronald antusias. Tapi

setelah mengetahui apa itu, Silvi langsung tak tertarik dan memilih memainkan handphone nya. Rupanya yang Ronald coba tunjukkan adalah seorang cewek yang memiliki rambut panjang lurus sepunggung berwarna kuning kecoklatan. Ia memakai gaun selutut dengan berwarna biru muda. Wajahnya cantik dan putih dengan hidung yang nampak mancung dari samping. Jika diperhatikan cewek itu seperti orang eropa atau memang keturunan bule.

"Siapa dia?" tanya William.

"Dia Katherine, tapi biasanya dia dipanggi Kathy sama teman-temannya." jawab Ronald yang tak melepaskan pandangannya dari cewek tersebut.

"Dia satu angkatan sama kita?" Jack gantian bertanya.

"Iya, tapi dia nggak ikut ospek karena masih di Eropa bersama keluarganya." terang Ronald.

"Makanya kelihatan bule banget dia. Paling papa atau mama nya yang dari Indonesia kan?" terka William.

"Yup, bener banget. Mamanya asli Indonesia. Kalau papanya dari Swiss. Papanya kerja disana dan di Indonesia dia tinggal bersama mamanya" kata Ronald yang memberikan informasi pada kedua temannya yang terlihat tertarik tersebut. "Hapal bener booss!" seru Jack yang takjub bagaimana Ronald sangat hapal jika ada cewek cantik yang ada disekitarnya.

Sudah menjadi kebiasaan bagi Ronald yang sangat suka bergonta-ganti pasangan. Sebenarnya dia selama ini tidak pernah berpacaran dan tidak suka dengan konsep pacaran. Menurutnya pacaran itu hanya menyusahkan saja. "Kalau pernikahan saja sudah mengikat, kenapa harus menambah repot dengan terkekang dua kali melalui pacaran?" kata Ronald saat ditanya alasan kenapa dia tidak memilih berpacaran dan setia pada satu pasangan. Karena itu dia selalu saja 'membungkus" cewek dari klub-klub malam langganannya jika ia sedang ingin merasakan kenikmatan duniawi.

Jack sudah hapal dengan sikapnya itu dan ia mengetahui sendiri bagaimana terkenalnya Ronald dikalangan klub malam dan hampir semua temannya menjulukinya dengan "Raja Bungkus".

"Ya harus hapal dong. Ada cewek sebening itu di kampus kita ini sudah sangat beruntung, guys. Kita tidak boleh menyia-nyiakankesempatan untuk bisa bersenang-senang sama dia." Ronald terlihat sangat bersemangat seperti sedang memberikan nasihat motivasi kepada kedua temannya tersebut.

"Iya deh iya, kalau begitu minta nomer HP nya." pinta Jack.

"Naahh. itu dia masalah terbesarnya." Ronald mencoba mendramatisir keadaan.

"Kenapa? Kamu nggak mau kasih nomer HP nya?" sela William.

"Bukan..bukan begitu. Masa iya aku sepelit itu sama kalian." tukas Ronald. "Terus kenapa?" tanya William lagi.

"Aku belum punya nomer HP itu cewek, guys." kata Ronald dengan kecewa.

"Hah? Nggak punya? Seorang Raja Bungkus sekelas Ronald belum punya nomer cewek cantik yang sedang ramai dibicarakan di sekitarnya?" kata Jack yang mengejek pada temannya itu.

"Ternyata nggak mudah mendapatkan nomer HP dia. Ah, aku ada ide. Gimana kalau kita taruhan siapa yang bisa dapat nomer HP cewek itu, dia bakalan ditraktir selama seminggu. Gimana?" Ronald menawarkan tantangan untuk teman-temannya.

"Kalau gitu yang paling diuntungkan pasti kamu. Kamu kan sudah biasa sama cewek-cewek yang nggak dikenal sebelumnya. Curang ah, nggak mau!" tukas Jack yang merasa dirugikan jika ia mengiyakan tantangan itu.

"Aku saja belum dapet nomer cewek itu juga Jack. Berarti kan memang cewek itu beda dari yang lainnya. Gimana...gimana?" Ronald kembali menantang.

"Aku mundur," ucap William.

"Aku juga," Silvi ikut mengangkat tangan walau tak melihat ketiga temannya tersebut.

"Yaah kalian nggak asik. Ayo Jack. Kapan lagi kita bisa kenalan sama cewek semanis dan secantk itu?" Ronald mulai membuju Jack.

Jack pun nampaknya mulai terpancing oleh bujuk rayu Ronald dan ia pun nampak berpikir sejenak.

"Cuma nomer HP nya nih?" Jack memastikan kembali peraturan tantangannya.

"Iya cuma nomer HP, tapi harus lewat dia sendiri tanpa perantara siapapun dan apapun." Ronald kembali menegaskan peraturannya.

"Hmm. Oke deh." ucap Jack dengan mantap.

"Yes! Deal kalau gitu ya." Ronald pun menjulurkan tangannya.

Jack menatap sebentar tangan Ronald dan menjabat tangannya. "Deal!" ucap Jack lagi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar